"Za, kenapa elu nggak bisa balik? Apa nggak ada cara lain lagi, Za?" tanya Kak Rayi dengan suara bergetar. Aku benar- benar melihat rasa sakit di mata nya. Rasa sakit kehilangan salah satu sahabatnya. Kak Faza tersenyum, menunduk dan kembali menatap teman- teman nya bergantian. "Kali
Kami selesai makan. Kak Rayi mulai mengantre di kasir. Aku memutuskan menemani nya karena dua sahabatnya itu justru masih asyik bermain game di gawai masing- masing. Masih duduk di meja kami yang kini hanya tinggal piring, gelas dan mangkuk kosong, bekas makan tadi. "Katanya nanti malam Papa s
"Astaga! Kak Rayi! Bangun! Kamu ngapain di sini?! Nanti kalau Papa tau, kita bisa digantung di depan!" aku berseru dengan nada suara yang pelan, takut jika suara ku ini di dengar orang lain. Aku membangunkan Kak Rayi namun dia hanya bergerak sebentar dan kembali terlelap. "Ih, Kak ...
Kak Rayi perlahan membuka mata nya, dan terkejut saat mengetahui kalau kami berada di sekolah." Loh kok kita di sini?" tanya nya bingung, memperhatikan sekitar dengan tatapan cemas. Yah, reaksinya tentu wajar sebagai pemula. Aku pun juga akan bereaksi demikian. "Iya, kita sudah berha
"Kalian udah denger belum?" bisiknya dengan sebuah pertanyaan yang ambigu. Aku dan Kak Rayi hanya saling tatap dan menggeleng bersamaan. "Elu aja belum bilang apa-apa, gimana kami tau, bego!" ungkap nya kesal, sambil menjitak kepala Zidan. Tentu kalimat itu berhasil membuatku te
Aku hanya tersenyum kikuk. Rasanya ini bukan kebiasaan ku dan aku tidak bisa cepat akrab dengan orang baru. Apalagi dia ... Mama Kak Rayi. "Tante masak apa?" tanya Kak Faza sambil menghirup aroma masakan di meja. "Nah, kita langsung aja makan, ya." Aku juga digandeng untuk dudu
"Sudah, diam! Diam semua!" teriak Ketua OSIS. Dia bahkan sampai menggebrak meja di depan demi mendapat perhatian semua orang. Beberapa orang mulai berbisik sambil menatap ke ketua OSIS, yang sudah emosi. Kami sadar kalau keadaan ramai akibat sikap kami semua. Rapat tak terkendali akibat...
Aku menyingkap selimut yang menutupi tubuhku, dan memperlihatkan betis ku yang tadi terkoyak dengan mengerikan. Semua sudah kembali utuh. "Sekarang sudah baik -baik saja. Aku juga nggak tau kenapa bisa gini, kak. Sejak kecil aku memang bisa melihat hal- hal yang nggak semua orang bisa lihat,...
Aku tersenyum ke arah mereka sambil melambaikan tangan, hendak melepas kepergian mereka. Tapi tiba-tiba Kak Rayi malah keluar dari mobil, dan kini berdiri di depanku. "Kenapa?" tanyaku penasaran. Sikapnya aneh dan sangat mencurigakan. "Aku temenin kamu masuk, buat bilang ke Papa kamu
Tubuhku terasa mulai menghangat, seperti ada hawa panas yang keluar dari dalam tubuhku sendiri. Sampai akhirnya kuberanikan diri membuka mata. Kini keadaan sekitar terlihat berbeda. Di depan ku sekarang malah banyak sekali ruh yang berkeliaran. Mereka kebingungan, putus asa, dan tersesat. Tubuhku...
Tapi aku melihat sesuatu yang lain, mataku mulai membulat sempurna. Karena sebuah bayangan terlihat muncul di belakang Kak Rayi. Aku mulai mundur perlahan, tatapan mata tak lepas dari sesuatu di belakang Kak Rayi. "Bil, kenapa?" tanyanya yang melihatku aneh. "Kak ... awas!" kat
Sebelum pergi kami membakar dua mayat wendigo tadi. Membunuh Wendigo memang tidak butuh alat khusus, karena sebenarnya mereka adalah manusia yang berubah menjadi kanibal, karena pengaruh iblis di dalam hati nya. Mereka melakukan perjanjian dengan setan dan menjadi wendigo untuk beberapa tujuan. Y...
Bayu kulempar jauh sampai jatuh di atas kursi bekas yang memenuhi gudang ini. Ia meringis kesakitan sambil memegang punggungnya. "Lepaskan dia!" ancamku menunjuk Zidan, salah satu teman sekelasku yang kini menjadi ring tinju mereka. Wajahnya babak belur, dan terlihat sudah tidak berdaya.
"Ayok, jalan lagi," ajak Elang. Di antara mereka berenam, dia adalah orang yang paling antusias. Rasa rindunya pada buah hati membuatnya ingin segera menemukan Nabila dan membawanya pulang. Semua sudah siap melanjutkan perjalanan, berbekal kompas, mereka menuju ke arah utara. Sesuai denga
"Mereka suruhan saya! Penuhi apa yang mereka inginkan!" Javaid tampak dingin dan datar. Membuat semua orang bergidik ngeri melihatnya. Ia berjalan mendekat ke Wira. Menatapnya lekat lekat. "Apa kubilang? Saat kau bersama mereka, kau menjadi lemah!" Javaid lantas meletakkan tel...
"Gue udah pelajari PETA kota ini. Beberapa sudut memang kosong, nggak ada aktifitas warga setempat," jelas Gio sambil menunjuk sebuah kertas ukuran satu meter dengan denah kota Timbuktu. "Daerah ini sama ini kosong. Sementara di sini ada beberapa penduduk yang tinggal, terus sama ini
"Mungkin itu nggak sengaja," celetuk Dewa. "Itu? Nggak sengaja? Gila kali, sampai orang mati begitu. Nggak bisa dibiarkan!" tukas Gio semangat. "Terus mau kita tangkap? Bagaimana caranya?" Mereka diam, lalu melirik ke Wira yang duduk di dekat jendela balkon. "Wi
Ada suara ketukan seperti langkah kaki yang terdengar dekat dengan mereka. Wira mencari di mana suara tersebut berasal. "Kayaknya dari sini!" kata Arya yang kini sudah berdiri dan mendekatkan telinganya ke bebatuan di belakang mereka. Nayla yang seolah mendapat setitik harapan kembali ban
Kunci keenam, berada di tengah lautan luas. Biasanya orang orang menyebutnya Blue Hole. Sebuah tempat yang akan tampak indah jika dilihat dari atas, namun jika menyelami dalamnya lautan tersebut, akan ada banyak misteri yang mengerikan. Lubang bawah laut dalam dan besar yang terletak 70 kilometer...
Mereka kini berada di sebuah pom bensin, selain untuk mengisi bahan bakar, mereka juga perlu mengisi perbekalan mereka yang sudah mulai menipis. Perjalanan kali ini berada di nun jauh di sana. Sebuah negeri yang berada beratus mil jauhnya dari tempat tinggal mereka. Atas keahlian Gio, mereka dapa...