Bukan lagi bagaimana aku harus berucap untuk sebuah kata penghambaan bahwa hatiku memang milikmu, Sweetheart. Namun nyatanya aku adalah hamba yang selalu memujamu di setiap bait doa dalam sajak tak terbantahkan. Aku adalah jiwa yang selalu ada di balik bayang kegelapan malam, menanti hadirmu meng
Terkadang aku ingin terus menutup kelopak mataku agar terus tertidur, bermimpi akan senyummu yang selalu saja berhasil menghiasi anganku. Terkadang aku menajamkan pendengaran agar terus memperhatikan setiap langkah kakimu di dekatku. Terkadang aku mengasah hati dan pikiran agar terus bisa melukis
Jangan terlalu bangga, Tuan, Puan Sekeras apa pun tawa tak akan mampu menutupi Sekeras apa pun kalimat terlontar Kebaikan tetap menjunjung tinggi Para bedebah selalu saja menari girang Di atas bingkisan topeng-topeng kepalsuan Seolah pemenang, tapi sekumpulan pecundang Mengintip dan menerkam dari
Suara bising itu masih terus terdengar Sekumpulan tawa sekedar untuk mencaci cecar Umpatan para bedebah terus saja bergelimang Jiwa-jiwa hilang dalam pesakitan Teriakan-teriakan dendam terlarut dalam kebencian Sekumpulan pecundang bermandikan darah Bau busuk menyengat harus terungkap Bermandikan l
Aku selalu saja mengunci bayangmu dalam hatiku, meski nyatanya tak ada lagi tentangmu. Aku masih berdiri tegap di setiap senja bergulir agar meraih bayangmu di akhir. Namun tetap saja hanya angan yang hadir berhembus bersama angin. Ah, aku tetap di sini mencintaimu, meski waktu tak lagi hadir menem
Bukankah cinta itu indah, Sweetheart? Kita bertemu sebelum senja sampai akhirnya malam menyelimuti perjalanan kisah kita berdua. Di bawah sinar rembulan dan bintang berbagi kisah antara hatimu dengan hatiku. Kau tahu, bahwa rasaku masih tetap sama, tak berkurang, dan mungkin saja bertambah. Ahh, m
Terkadang memang mata tidak bisa melihat, jemari tidak mampu menyentuh, telinga tak selalu mendegar, dan bibir tak selalu bersapa ria, tapi nyatanya hati selalu saja terhubung. Ada hal yang kutahu, tapi aku tak tahu. Ada hal yang kutahu, tapi tak sanggup kuartikan. Ada hal yang kutahu, tapi cukup d
Tak ada yang baik-baik saja, selain jeritan kecewa menikam dada. Ada sesak yang begitu menyiksa, ada panas api yang mebakar, ada bara yang selalu saja bergelora, membiarkan api itu terus menyala. Tak ada yang baik-baik saja, ketika waktu terus saja menghimpit. Memeluk sepi pada angin sepoi yang men
Lagi-lagi menggigil dalam balutan malam, menepi untuk sejenak bernapas bagaimana angan selalu saja menusuk tanpa henti. Lagi-lagi bibir itu membisu dalam keramaian hingga tak ada jeda untuk sekadar sajak dalam kematian. Lagi-lagi hanya tinggal bayang memeluk penuh hangat ketika raga merintih sunyi
Guratan Diri Senyum palsu terukir manis. Menutup semua gejolak dalam hati. Drama terus bergulir dadu bermain. Ending pun tak akan pernah pasti. Yeah... Diam dan diamlah mungkin itu yang terbaik. Tak perlu untuk dimengerti. Jika hanya untuk menertawakan diri. Pergi di ujung senja. Datang di pengh...
Getir mencabik diri Kosong arah jalanan sepi Jeritan pilu menyayat perih Berselimut asa dalam sunyi Langkah gontai tak lagi menepi Hilang sudah detak jantung hati Sirna berselimut luka batin Mengkoyak dentuman menyibak langit Kosong langkah tak lagi di sini Lepas genggaman menghantam diri Langit m
Aku yang diam-diam merindukanmu Di tengah heningnya kalbu Di kala sunyi menusuk Di kala sepoi angin membunuh Aku yang diam-diam merindukanmu Meski kata selalu membisu Meski jutaan duri menghunus Aku masih berdiri menantimu Aku yang diam-diam merindukanmu Ketika kabut menjadi jarak antara kau denga
Ada jarak yang membekap Ada asa yang sesak Ada gejolak yang pengap Ada suara yang tak terucap Di balik tirai semua hilang Di balik senja semua sirna Di balik malam tak ada harap Tersapu rekayasa gulita debar
Mata saling memandang Kata membisu tanpa ucap Cahaya redup meremang Bias pun menghilangs Hanya ada sorot mata Yang tenggelam dalam dusta Ada detak jantung tak lagi berima Ketika sentuhan itu tiada
Lagi-lagi harus kutelan rindu Ketika asa pengap memburu Sesak tak lagi tujuan kalbu Langit gelap begitu kelabu Kosong hamparan jiwa tak tersentuh Berdiri di bawah langit mega mendung Tak ada senyum penutup relung Diam di balik sosok yang begitu rapuh
Pernah kugantungkan asa pada langit-langit senja Namun angin selalu berhasil membawanya terbang Hilang begitu saja tanpa jejak Sedangkan aku masih diam dengan kesendirian Pernah suatu ketika ku lukis sebuah nama Di atas permukaan air yang menjernihkan Namun gelombang berhasil menggulungnya Hilang
Aku pernah menjadi sosok yang begitu rapuh Sebelum alam membangkitkanku dari terpuruk Memelukku penuh cinta meninggalkan kalut Ketika badai begitu membunuh Aku pernah menjadi sosok yang begitu layu Ketika dahan-dahan berguguran jatuh Ketika malam tak menerimaku Ketika angin membiarkanku mati menusu
Aku yang masih sama Seperti ribuan purnama mengeja Aku yang masih berjuang Mendekap asa membunuh kelam Aku yang masih sama Menahan gelora mencabik asa Minda terkoyak nestapa Relung jiwaku memudar Aku yang masih sama Bungkam di keheningan Gelisah pada kebisuan Hingga akhirnya lenyap tanpa jejak
Masih diam, aku masih diam menanti fajar Meski dinginnya malam membunuh minda Meski gejolak tak pernah tertahan Aku masih diam seribu bahasa Masih diam Meski raungan suara Cumiik telinga Jutaan kata menghunus raga Mencabik hati tanpa ampunan Masih diam Meski segala hal terungkap Bait demi bait ber
Pada kegelapan malam tak lagi harap Kusimpulkan tali agar semua tiada Semua hal tak lagi berharga Hingga tubuhku siap untuk terbang Namun cinta telah memelukku kembali Membawa kakiku berpijak di sini Membiarkan seluruh hasrat mengisi Hingga akhirnya mataku terbuka lagi Aku masih di sini bertemanka