Halo agan - agan semua
Ketemu lagi sama Traveller Kaskuser dan Chicko
____
Manusia adalah Makhluk yang penuh cinta. Jika rutinitas sehari - hari mungkin membuat agan lupa tentang cinta, mari kita bersama - sama mulai mengingatnya kembali, gan
Quote:
Disini, ane cuma berniat untuk berbagi, membuka pengetahuan dan kesadaran seluas - luasnya dan tidak bermaksud untuk mendiskreditkan agama atau kepercayaan tertentu.
Ane juga gak berusaha memaksakan sesuatu kepada siapapun
Rahim adalah rumah teraman bagi setiap bayi sebelum ia siap memasuki kehidupan barunya. Dan rumah adalah ‘rahim’ paling aman bagi ‘bayi-bayi’ kehidupan untuk jeda sebelum memulai perjalanan barunya bersama cahaya pagi.
Quote:
Semua mengerti bahwa secara alami, rahim adalah rumah paling aman bagi janin untuk berkembang menjadi bayi hingga ia siap memasuki kehidupan duniawinya yang penuh tantangan. Kondisi yang demikian alami ini rupanya terus berlanjut sepanjang kehidupan manusia. Sejak jaman purba hingga jaman modern kini, manusia berusaha mencari perlindungan dan rasa aman dengan cara kembali masuk ke dalam ‘rahim’nya.
Perhatikan rumah manusia di jaman purba, mereka tinggal aman dan nyaman di dalam goa-goa batu. Meski gelap namun ada kebersamaan disana. Saat peradaban manusia kian maju, kita mulai menciptakan rumah yang pada konsepnya masih sebentuk dengan goa. Ada atap dan tembok dari bahan tanah atau pasir dengan pintu kecil serupa lobang goa. Jika dicermati, secara turun temurun manusia sepanjang hidupnya seperti ingin mengalami lagi rasa nyaman dan aman yang mereka peroleh selama dalam rahim ibunya. Apa yang terjadi pada kita selama dalam rahim ibu?
Quote:
Disana ada kehangatan dan energi yang mengalir sepanjang hari bersama darah ibu yang masuk lewat plasenta dan tali pusat. Ada cinta kasih ibu yang menjaga bayi dari segala bentuk kebencian, kemarahan dan emosi negatif di luar rahim. Ada air ketuban yang menjaga bayi dari guncangan di kehidupan. Ada keheningan yang memberi ketenangan bagi bayi dalam perenungan sebelum memasuki kerasnya kehidupan. Lalu suara napas dan detak jantung ibu mengalun bagai musik rohani yang mengharmoniskan pertumbuhan tubuh dan Jiwa bayi menjadi matang.
Bila begitu besar peran rahim ibu sebagai rumah persiapan bagi bayi sebelum memasuki kehidupan duniawi, tidakkah konsep rumah yang kita miliki saat ini dibuat agar bisa menjadi tempat aman dan nyaman sebagaimana ‘rahim’ ibu? Kita hanya perlu mengamati rumah kita sendiri untuk bisa menjawab pertanyaan tadi. Sudahkah ada kenyamanan dan kehangatan cinta kasih dalam rumah kita? Atau selama ini ia telah membuat kita merasa tidak nyaman berada di dalamnya. Adakah kekerasan, kemarahan dan pertengkaran justru telah memenuhi setiap rongga udara dalam rumah?
Quote:
Adakah rumah kita telah dijaga oleh kelembutan, kelenturan dan ketegaran seperti air ketuban dalam rahim yang menjaga kita agar tidak terguncang oleh berbagai dualitas dalam kehidupan? Ataukah di dalamnya dipenuhi oleh rasa putus asa, egoisme yang kaku serta sikap dan perilaku otoriter. Hingga rumah menjadi tempat dimana guncangan hidup dari luar justru menjadi semakin keras saat memasuki ruang-ruang perenungan di dalam. Guncangan luar ini justru menjadi badai pemisah kebersamaan keluarga.
Adakah rumah kita seperti rahim yang melantunkan suara detak jantung yang harmonis demi ketenangan tubuh, pikiran dan Jiwa? Menjadi tempat dimana keheningannya membuat kita mudah merenung tentang perjalanan hidup keseharian, agar kita siap memasuki kembali kehidupan baru esok paginya. Ataukah ia hanya menggelegarkan suara-suara nyaring kemarahan, detak jantung yang kencang oleh emosi penghuninya, serta hentakan-hentakan kaki yang gusar oleh ketidaksabaran hingga meruntuhkan keutuhan dinding rumah tangga. Butuh kejujuran untuk melihat semua kenyataan ini.
Quote:
Kita tak lebih dari ‘bayi-bayi’ kehidupan yang mulai beranjak besar dan dewasa namun tetap rindu akan rasa kehangatan dan kenyamanan dalam rahim Ibu Semesta. Setiap malam naluri terdalam kita ingin kembali kepada suasana hening, kehangatan cinta kasih, kenyamanan dan keamanan rahim ibu. Kita butuh merenung dalam keheningan untuk mendengar suara-suara hati yang mampu membuat Jiwa kembali dalam keharmonisan. Guncangan hidup sepanjang hari memang kerap menyisakan beban yang membuat pikiran dan batin mengalami ketidakharmonisan.
Sebelum rumah kita menjadi ‘rahim’ yang mudah terguncang dan menggugurkan kita ke dalam kematian, tak ada orang lain yang layak menjaganya. Hanya kebersamaan penghuni rumah menjadi kekuatan yang akan menjaganya tetap kokoh sebagai pelindung dari guncangan dualitas kehidupan yang datang dari luar. Dan ‘air ketuban’ yang kita butuhkan untuk menahan guncangan itu adalah kelenturan mekanisme pembelaan ego. Saatnya kini belajar memilih ego yang positif dalam mengatasi guncangan kehidupan.
Quote:
Rahim adalah rumah sebelum memasuki kehidupan dan rumah adalah rahim kedua selama menjalani kehidupan. Apakah kita sudah menciptakan rumah seperti ‘rahim’ yang kita butuhkan? Adakah cahaya cinta kasih dari penghuni rumah telah menghangatkannya? Adakah suara-suara lembut telah mengisi keheningannya? Apakah kelembutan dan kesejukan telah merawat udaranya? Adakah ketegaran telah mengatasi segala guncangan yang dibawa penghuninya dari kehidupan luar? Adakah ia telah menjadi tempat suci bagi penghuninya untuk merenung tentang perjalanan Jiwa sepanjang hari ini? Semua jawaban ada pada kejujuran kita.