Kecemplung Jumbleng! Iya! Nahas memang. Tapi bukan kambing hitam. Bukan pula pemaksaan. Pasti ada kesepakatan Yang terseret, yang terhantam. Bukan orang yang sedang berjauhan Ia mendekat karena punya hajat mendesak. Kebelet yang tak bisa ditolak Aku yakin, ia sudah tau akibatnya "Kita tanggu
Malam Ada apa dengan malam? Bukankah nyamuk mulai berkeliaran? Mengisap darah, setelah kenyang tak bisa terbang Dalam pengorbanan! Mati pun tak membuatnya ketakutan Asal perut kenyang! Malam jadi ruang paling aman. Darah-darah tertumpah. Berganti, dalam hidup, rusak, tumbuh lagi Sebuah elegi dipe
Jailangkung Menebak Hukum Aku sedang bermain bersama dua orang temanku. Permainan jailangkung. Sudah berkali-kali aku memanggilnya, "Jailangkung, jailangkung, di sini ada pesta besar. Datanglah! Kami membutuhkankan. Datang tak diundang, pulang tak diantar," kataku berkali-kali. Aku hanya
Katanya .... Katanya, jika ada yang mengangguk dibalas mengangguk. Jika ada yang tersenyum dibalas senyum. Menyapa dibalas sapa Bertanya dijawab Padahal belum genap dua kali berkedip. Mengapa timbangan sudah rusak? Ini bukan jatah pembagian. Berat sebelah itu tidak sama! Rusak namanya Tertutup m
Kematian Berkali Kali Kau kira mati itu berkali-kali? Hingga berani mempermainkannya. Dengan tangan palu dan gada. Ruang itu bukan tempat orang merdeka, yang bisa menentukan hukum suka-suka. Lihatlah! Jutaan mata memandang, telinga mendengarkan, akan jadi bahan tertawaan. Melekat dalam ingatan.
Batas Warna? Betul! Batas warna memang selalu ada. Kadang berupa garis lurus, lengkung, berkelok-kelok. Terlihat samar dari dekat Dari kejauhan begitu lekat sebuah perbedaan Apa pun bentuk garisnya, jelas jadi pembeda Warna satu berbeda dengan warna lainnya Tak peduli sudut pandang Tak peduli pen
Pada Suatu Masa Dan ini mungkin akan berlangsung lama Sampai kapan kita sembunyi Di balik kamar dengan jarak tersamar Sementara pintu kelas terbuka Sesekali kucing masuk Kadang bersenggama dengan pasangannya Lebih sering tertidur di atas meja Ia terusik Oleh nyamuk pagi Bercengkerama mentertawa
Kau! Tidakkah kau lihat, Bagaimana aku mengeja siang? Merangkak di waktu malam Meremas waktu Menatap wajahmu Semua tentangmu Hingga tak pernah aku menyeka keringat sedikit pun Baju basah Kaki dan tangan gosong terjerang Ketika sampai waktu yang telah ditentukan Hanya secuil pengharapan Sebuah pe
Gong Iwang Iwong! Gong! Berbunyi lalu bergaung Suara baik, suara bagong mendaki di puncak gunung Lewat alas menerjang belukar, dalam lari laju menderas Pakaian robek tercabik duri, ia tak pernah peduli Memandang sekelebat lalu pergi Duh! Tak berbekas sama sekali "Gong iwang iwong!" kata
Jalan di Pinggir Orang-orang pada tertawa, orang-orang pada menangis. Hati yang berbunga-bunga. Hati yang meringis-ringis. Sakitnya teriris! "He! Kau! Iya kau. Jangan di tengah jalan. Di sini tempatnya..," katanya Siapa juga yang mau berada di tengah jalan. Pasti akan di pinggir jalan.
Aduhai, Malang! Lilin kecil mulai meredup ndepil. Sumbu mengecil dan kian mengecil Kini tinggal seupil Jari-jariku menutup, bertahan dari angin kecil mengelilingi Napas tertahan menahan geli Aku bingung bagaimana mengatasi. Padahal sebentar lagi siang datang menghampiri Angin kencang akan datang.
Di Balik Dinding Kau tahu bahwa Dia berada di balik dinding Sementara kau bermain di loteng Kau pasti akan tetap bermain Tanpa mempedulikan Dia Sepanjang hari kau bermain Kau merasakan, Dalam keadaan terjaga maupun tidur Ketika menulis maupun membaca Dengan keasyikan Dalam permainan Kalau bermai
Tak Ada Jawaban! Riak-riak air bersuara pelan. Buih-buih gelombang tersibak, tenang pun hilang. Lumut-lumut bergoyang ikan kecil berlarian. Gerak-gerak menyapa. Kau ada di sana? Tak ada jawaban! Sebentar kemudian, kegaduhan nyaring terdengar. Mencari mutiara beradu benar! Siapa pemenangnya? Salin
Pucuk Daun Tertimpa Embun Kokok ayam menyambut pagi. Kicauan burung sambil menari-nari. Perlahan terbit sang mentari. Jingga berganti, terang menerangi. Embun tersisih dan pergi "Lega rasanya, " Ucap pucuk daun Setengah malam menahan sepi. Baru terlepas dari kelopak yang menyelimuti. I
Andai Kata! Menatap ke depan. Melupakan masa lalu Siapa yang tau. Jarum jam terus berputas dan belum selesai! Dibutuhkan yang kuat Kemauan jiwa Tekad keras mengkarang Ia lebih berani menantang badai Kekuatan dahsyat. Mu’adz bin Amru bin Jamuah ra mampu membunuh Abu Jahal Teladan keberanian di a
Sambal Dalam Cobek Kita sedang berada di tumpukan. Dalam cobek siap menerima ulekan. Dihancur dan dlumatkan oleh gadis setelah keluar dari penggorengan. Jika aku pedas, orang akan menybutku cabai. Kau begitu asin Bawang merah, bawang putih jadi pelengkap nikmat. Siap-siap menyebarkan aroma sedap.
Tarik Tambang Layaknya tarik tambang. Jumlah pemainnya harus sama. Panjang tali diukur dan dibagi dua. Pijakan datar untuk kiri kanannya. Apa yang masih kurang? Kekuatan, bagaimana memperhitungkan? Hanya ada tubuh-tubuh berdiri berjajar, hanya ada kaki-kaki berbanjar. Wajah garang dan sangar se
Berapa Lama? Sudah seminggu, katamu Ada apa dengan seminggu? Bukankah setiap hari sama saja. Kita ada di sini dan bekerja. Ini soal gajian yang belum terbayarkankah? Dari satu senin ke senin lainnya. Setelah sabtu dan minggu kita liburan. Bukankah waktu bersenang-senag sudah diberikan? Dari satu
Momentum dan Kesempatan! Orang yang cerdas adalah mereka yang menjadikan setiap kejadian adalah momentum perubahan. Selalu mengambil kesempatan terbaik! Jika datang seorang perempuan, buruk rupa, tanpa gigi dengan wajah keriput seperti kulit komodo mendatangimu dan berkata, "Jika engkau laki-
Pencari Kebebasan! Kebebasan! Sebuah kata yang tiap saat diperjuangkan. Hingga istilah belajar pun ikut masuk dalam kategorinya, merdeka belajar. Guru ingin bebas mengajar. Siswa ingin bebas belajar. Demikian juga para penggiatan HAM setiap saat menyuarakan tentang kebebasan hak azasi manusia, be