- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Istri Melaratku Ternyata Anak Konglomerat


TS
devankafla
Istri Melaratku Ternyata Anak Konglomerat
BANYAK SEKALI KARANGAN BUNGA DI DEPAN RUMAH SUAMIKU. TERNYATA SUAMIKU ...
---
"Habis ada acara, ya, Mbok?" tanya Nara pada Mbok Darmi.
Mbok Darmi menggeleng dan dia juga tampak kebingungan. Selama lima hari ini, Mbok Darmi sama sekali tidak pulang dan tidak tahu menahu kejadian di rumah.
"Kok banyak sekali karangan bunganya, ya, Mbok? Apa Mas Bram sedang ada tamu besar? Tapi, kok tulisannya selamat menempuh hidup baru? Dan itu bukannya nama Mas Bram, ya, Mbok?" Banyak sekali pertanyaan yang dilontarkan oleh Nara dan Mbok Darmi tidak bisa menjawabnya.
"Kita ke dalam saja dulu, Non, nanti pasti tahu jawabannya, karena Mbok sendiri juga tidak tahu-menahu," jawab Mbok Darmi apa adanya. Nara pun mengangguk dan tetap berpikiran positif.
Mobil mulai memasuki halaman rumah mewah Bram. Tak ada kegiatan sama sekali di rumah itu. Pintu rumah pun tertutup rapat. Nara turun dengan sangat hati-hati karena terkadang masih terasa nyeri perutnya.
"Mang, tolong bawa barang-barang Non Nara ke dalam, ya!" pinta Mbok Darmi pada tukang kebun yang bekerja di sana.
"Ayo kita masuk, Non!" ajak Mbok Darmi dengan tetap menggendong bayi cantik Nara.
Ada perasaan aneh yang tidak bisa Nara jelaskan. Hatinya berdebar dengan sangat kuat dan firasatnya mengatakan ada hal yang buruk.
Melihat kondisi di dalam rumah, Nara semakin menyakini jika belum lama ini ada pesta di rumah Bram. Tapi, pesta apa? Kenapa di saat dirinya berada di rumah sakit?
'Apa karena ini Mas Bram tidak ke rumah sakit menemaniku? Tapi, pesta apa dan untuk siapa?' tanya Nara dalam hatinya.
Tanpa bertanya pada ART yang lain, Nara masuk ke dalam kamar bersama bayinya. Rasanya sangat lelah sekali dan ingin istirahat mumpung bayinya masih tidur.
"Non, kamar Non Nara pindah di sebelah sana!" ucap salah seorang ART ketika melihat Nara hendak masuk ke dalam kamar utama.
"Lho kenapa, Mbak? Sebelumnya, kan, aku di kamar ini? Barang-barang bayiku juga ada di dalam, Mbak." Nara menatap bingung wajah Mbak Yuni, ART Bram yang lain.
"Itu anu, Non, Tuan Bram ... itu ehm ..." Yuni tampak kesulitan sekali menjawab pertanyaan Nara.
Mbok Darmi yang cepat tanggap pun langsung mengajak Nara ke kamar yang dimaksud Yuni. "Ke kamar saja dulu, Non. Nanti biar dijelaskan sendiri sama Tuan."
Nara setuju dengan usul Mbok Darmi karena dia pun belum bisa berdiri lama-lama. Dengan penuh pertanyaan, akhirnya Nara menempati kamar lain di rumah mewah Bram.
"Kalau butuh apa-apa, panggil Simbok, ya, Non," ucap Mbok Darmi setelah meletakan bayi Nara di dalam box yang sudah jauh-jauh hari disiapkan.
"Terima kasih, ya, Mbok."
Mbok Darmi lalu keluar kamar dan langsung menemui Yuni untuk bertanya kejadian ke rumah Bram saat Nara di rumah sakit.
"Apa? Kamu gak salah, kan, Yun? Tuan Bram melakukan itu?" Mata Mbok Darmi melotot seakan tak percaya dengan berita yang diceritakan Yuni.
"Benar, Mbok. Kami semua di sini sibuk sejak tiga hari yang lalu. Aku jadi kasihan sama Non Nara, Mbok. Gimana kalau sampai Non Nara tahu, ya, Mbok?"
Nara memang akrab dengan semua ART di rumah Bram karena sama-sama dari desa. Bram terpaksa menikah dengan Nara agar bisa mendapatkan anak laki-laki agar warisan kedua orang tuanya tak jatuh ke tangan orang lain.
Bram sebenarnya ingin menikah dengan Bela. Tapi karena Bela tidak mau hamil dan melahirkan, terpaksa dia mencari gadis desa yang bisa diperdaya. Rencana Bram jika nanti anaknya lahir, Bram akan segera menceraikan Nara dan menikah dengan perempuan yang dicintainya.
"Kamu jangan bilang apa-apa dulu sama Non Nara, ya, Yun. Biar saja Non Nara istirahat dulu. Nanti sebelum Tuan pulang, aku akan mencoba memberitahunya pelan-pelan. Kasihan dia baru saja melahirkan." Yuni mengangguk tanda paham maksud dari Mbok Darmi.
***
"Makasih, ya, Sayang. Aku senang banget kamu turuti semua mauku." Suara manja Bela terdengar memasuki rumah Bram.
Mereka berdua berge lay ut mes ra sambil berjalan ke arah kamar. Sebenarnya rencana mereka pulang masih tiga hari lagi, tapi karena Bram ada pekerjaan mendadak, mau tidak mau keduanya pulang lebih cepat.
Tepat saat Bram hendak membuka pintu, Nara keluar dari kamar yang tak jauh dari kamar utama. Melihat pemandangan yang ada di sampingnya, Nara begitu terkejut. Kedua tangannya menutupi mulut.
"Mas Bram? Apa-apaan ini?" seru Nara. Ia menatap tajam sosok Bela yang ada disamping suaminya.
"Ngapain ngelihat aku begitu? Kamu gak tahu siapa aku? Ha?" celetuk Bela kasar.
"Siapa dia, Mas?! Kenapa kamu gak ke rumah sakit jemput aku dan anakmu?" Da r ah Nara mulai mendidih kala Bela mempertontonkan keme sraan yang tidak biasa dengan suaminya.
"Aku istrinya Mas Bram. Kamu mau apa?" sambar Bela dengan sangat percaya diri.
"Apa? Istri? Benar itu, Mas?" Arah mata Nara beralih ke Bram. Namun, Bram terlihat cuek dan tak peduli dengan Nara.
"Ya bener lah! Masa aku bohong. Apa mau bukti? Sebentar kamu tunggu dulu di sini, biar aku ambilkan bukti buat kamu, ya." Bela melenggang masuk ke dalam kamar, dan tak lama kemudian keluar dengan membawa buku nikah.
Air mata Nara luruh begitu saja. Di saat dia sudah mulai mencintai Bram, kenapa ada perempuan lain di hati suaminya? Lalu, bagaimana dengan anak mereka?
"Aku gak bohong, kan? Jadi, sekarang kamu tahu posisi kamu di sini, kan? Jika bukan karena aku, Mas Bram sudah mengusir kamu dari sini, perempuan udik!" hina Bela.
Hinaan Bela tak terlalu dihiraukan Nara. Hanya saja, sikap Bram yang acuh dan tak mau memandangnya membuat hati Nara tersayat begitu dalam. Apalagi Bram sama sekali tidak peduli pada putri mereka.
Nara melihat keduanya masuk dengan mata yang sudah dibanjiri air mata. Sesaat sebelum pintu tertutup, Bela muncul kembali dan berkata, "Jangan sekali-kali kamu berpikir meminta cerai dari Mas Bram. Kamu masih sangat dibutuhkan di rumah ini. Jika kamu nekat meminta cerai, kamu akan tahu akibatnya!" Bela tersenyum penuh kemenangan.
Tanpa Nara tahu, Mbok Darmi dan Yuni melihat dan mendengar semuanya. Mereka ikut larut dalam kesedihan yang dirasakan Nara. Bagi mereka, Nara bukan hanya sekedar istri sang majikan, karena Nara memperlakukan mereka selayaknya manusia.
"Mbok ... kasihan Non Nara," ucap Yuni dengan suara parau.
'Ya Allah, Non ... malang sekali nasibmu. Harusnya kamu bahagia karena kehadiran putrimu, tapi nyatanya .... Semoga Non Nara kuat.' batin Mbok Darmi ikut menangis.
Langkah Nara lunglai ketika memasuki kamar barunya. Tangisan sang putri seperti menandakan jika dia merasakan apa yang dirasakan ibunya. Dengan menggendong sang putri, Nara menangis tanpa suara.
Cerita ini bisa dibaca selengkapnya hanya di KBM App
Judul : Istri Me l a r at k u Ternyata Anak Konglomerat
Penulis : coretan flam_boyan
---
"Habis ada acara, ya, Mbok?" tanya Nara pada Mbok Darmi.
Mbok Darmi menggeleng dan dia juga tampak kebingungan. Selama lima hari ini, Mbok Darmi sama sekali tidak pulang dan tidak tahu menahu kejadian di rumah.
"Kok banyak sekali karangan bunganya, ya, Mbok? Apa Mas Bram sedang ada tamu besar? Tapi, kok tulisannya selamat menempuh hidup baru? Dan itu bukannya nama Mas Bram, ya, Mbok?" Banyak sekali pertanyaan yang dilontarkan oleh Nara dan Mbok Darmi tidak bisa menjawabnya.
"Kita ke dalam saja dulu, Non, nanti pasti tahu jawabannya, karena Mbok sendiri juga tidak tahu-menahu," jawab Mbok Darmi apa adanya. Nara pun mengangguk dan tetap berpikiran positif.
Mobil mulai memasuki halaman rumah mewah Bram. Tak ada kegiatan sama sekali di rumah itu. Pintu rumah pun tertutup rapat. Nara turun dengan sangat hati-hati karena terkadang masih terasa nyeri perutnya.
"Mang, tolong bawa barang-barang Non Nara ke dalam, ya!" pinta Mbok Darmi pada tukang kebun yang bekerja di sana.
"Ayo kita masuk, Non!" ajak Mbok Darmi dengan tetap menggendong bayi cantik Nara.
Ada perasaan aneh yang tidak bisa Nara jelaskan. Hatinya berdebar dengan sangat kuat dan firasatnya mengatakan ada hal yang buruk.
Melihat kondisi di dalam rumah, Nara semakin menyakini jika belum lama ini ada pesta di rumah Bram. Tapi, pesta apa? Kenapa di saat dirinya berada di rumah sakit?
'Apa karena ini Mas Bram tidak ke rumah sakit menemaniku? Tapi, pesta apa dan untuk siapa?' tanya Nara dalam hatinya.
Tanpa bertanya pada ART yang lain, Nara masuk ke dalam kamar bersama bayinya. Rasanya sangat lelah sekali dan ingin istirahat mumpung bayinya masih tidur.
"Non, kamar Non Nara pindah di sebelah sana!" ucap salah seorang ART ketika melihat Nara hendak masuk ke dalam kamar utama.
"Lho kenapa, Mbak? Sebelumnya, kan, aku di kamar ini? Barang-barang bayiku juga ada di dalam, Mbak." Nara menatap bingung wajah Mbak Yuni, ART Bram yang lain.
"Itu anu, Non, Tuan Bram ... itu ehm ..." Yuni tampak kesulitan sekali menjawab pertanyaan Nara.
Mbok Darmi yang cepat tanggap pun langsung mengajak Nara ke kamar yang dimaksud Yuni. "Ke kamar saja dulu, Non. Nanti biar dijelaskan sendiri sama Tuan."
Nara setuju dengan usul Mbok Darmi karena dia pun belum bisa berdiri lama-lama. Dengan penuh pertanyaan, akhirnya Nara menempati kamar lain di rumah mewah Bram.
"Kalau butuh apa-apa, panggil Simbok, ya, Non," ucap Mbok Darmi setelah meletakan bayi Nara di dalam box yang sudah jauh-jauh hari disiapkan.
"Terima kasih, ya, Mbok."
Mbok Darmi lalu keluar kamar dan langsung menemui Yuni untuk bertanya kejadian ke rumah Bram saat Nara di rumah sakit.
"Apa? Kamu gak salah, kan, Yun? Tuan Bram melakukan itu?" Mata Mbok Darmi melotot seakan tak percaya dengan berita yang diceritakan Yuni.
"Benar, Mbok. Kami semua di sini sibuk sejak tiga hari yang lalu. Aku jadi kasihan sama Non Nara, Mbok. Gimana kalau sampai Non Nara tahu, ya, Mbok?"
Nara memang akrab dengan semua ART di rumah Bram karena sama-sama dari desa. Bram terpaksa menikah dengan Nara agar bisa mendapatkan anak laki-laki agar warisan kedua orang tuanya tak jatuh ke tangan orang lain.
Bram sebenarnya ingin menikah dengan Bela. Tapi karena Bela tidak mau hamil dan melahirkan, terpaksa dia mencari gadis desa yang bisa diperdaya. Rencana Bram jika nanti anaknya lahir, Bram akan segera menceraikan Nara dan menikah dengan perempuan yang dicintainya.
"Kamu jangan bilang apa-apa dulu sama Non Nara, ya, Yun. Biar saja Non Nara istirahat dulu. Nanti sebelum Tuan pulang, aku akan mencoba memberitahunya pelan-pelan. Kasihan dia baru saja melahirkan." Yuni mengangguk tanda paham maksud dari Mbok Darmi.
***
"Makasih, ya, Sayang. Aku senang banget kamu turuti semua mauku." Suara manja Bela terdengar memasuki rumah Bram.
Mereka berdua berge lay ut mes ra sambil berjalan ke arah kamar. Sebenarnya rencana mereka pulang masih tiga hari lagi, tapi karena Bram ada pekerjaan mendadak, mau tidak mau keduanya pulang lebih cepat.
Tepat saat Bram hendak membuka pintu, Nara keluar dari kamar yang tak jauh dari kamar utama. Melihat pemandangan yang ada di sampingnya, Nara begitu terkejut. Kedua tangannya menutupi mulut.
"Mas Bram? Apa-apaan ini?" seru Nara. Ia menatap tajam sosok Bela yang ada disamping suaminya.
"Ngapain ngelihat aku begitu? Kamu gak tahu siapa aku? Ha?" celetuk Bela kasar.
"Siapa dia, Mas?! Kenapa kamu gak ke rumah sakit jemput aku dan anakmu?" Da r ah Nara mulai mendidih kala Bela mempertontonkan keme sraan yang tidak biasa dengan suaminya.
"Aku istrinya Mas Bram. Kamu mau apa?" sambar Bela dengan sangat percaya diri.
"Apa? Istri? Benar itu, Mas?" Arah mata Nara beralih ke Bram. Namun, Bram terlihat cuek dan tak peduli dengan Nara.
"Ya bener lah! Masa aku bohong. Apa mau bukti? Sebentar kamu tunggu dulu di sini, biar aku ambilkan bukti buat kamu, ya." Bela melenggang masuk ke dalam kamar, dan tak lama kemudian keluar dengan membawa buku nikah.
Air mata Nara luruh begitu saja. Di saat dia sudah mulai mencintai Bram, kenapa ada perempuan lain di hati suaminya? Lalu, bagaimana dengan anak mereka?
"Aku gak bohong, kan? Jadi, sekarang kamu tahu posisi kamu di sini, kan? Jika bukan karena aku, Mas Bram sudah mengusir kamu dari sini, perempuan udik!" hina Bela.
Hinaan Bela tak terlalu dihiraukan Nara. Hanya saja, sikap Bram yang acuh dan tak mau memandangnya membuat hati Nara tersayat begitu dalam. Apalagi Bram sama sekali tidak peduli pada putri mereka.
Nara melihat keduanya masuk dengan mata yang sudah dibanjiri air mata. Sesaat sebelum pintu tertutup, Bela muncul kembali dan berkata, "Jangan sekali-kali kamu berpikir meminta cerai dari Mas Bram. Kamu masih sangat dibutuhkan di rumah ini. Jika kamu nekat meminta cerai, kamu akan tahu akibatnya!" Bela tersenyum penuh kemenangan.
Tanpa Nara tahu, Mbok Darmi dan Yuni melihat dan mendengar semuanya. Mereka ikut larut dalam kesedihan yang dirasakan Nara. Bagi mereka, Nara bukan hanya sekedar istri sang majikan, karena Nara memperlakukan mereka selayaknya manusia.
"Mbok ... kasihan Non Nara," ucap Yuni dengan suara parau.
'Ya Allah, Non ... malang sekali nasibmu. Harusnya kamu bahagia karena kehadiran putrimu, tapi nyatanya .... Semoga Non Nara kuat.' batin Mbok Darmi ikut menangis.
Langkah Nara lunglai ketika memasuki kamar barunya. Tangisan sang putri seperti menandakan jika dia merasakan apa yang dirasakan ibunya. Dengan menggendong sang putri, Nara menangis tanpa suara.
Cerita ini bisa dibaca selengkapnya hanya di KBM App
Judul : Istri Me l a r at k u Ternyata Anak Konglomerat
Penulis : coretan flam_boyan
action
adult
chick-lit
comedy
fan-fiction
fiction
horror
mystery
others
poetry
romance
science-fiction
spiritual
supernatural
true-story






bukhorigan dan 2 lainnya memberi reputasi
1
473
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan