- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Santet Pring Sedapur, Musnahnya 7 Turunan - KUNCEN


TS
masnukho
Santet Pring Sedapur, Musnahnya 7 Turunan - KUNCEN

💀Santet Pring Sedapur, Musnahnya 7 Turunan💀
🧙KUNCEN🧙
🧙KUNCEN🧙
Quote:
Hong Wilaheng, jin setan priprayangan, banaspati tek tek an, ajiku lelaku rusak, rusak o pitung turunan si jabang bayine Bejo. Rogoh rempelo, metu getih soko bolongan pitu, pring sedapur.
Sudah 18 tahun lalu kudengar mantra tersebut lamat-lamat dari mulut dukun yang didatangi oleh ayahku pada suatu malam.
Aku yang kala itu masih anak-anak di bawah umur, tidak tahu menahu apa arti dan makna kalimat yang dibacakan oleh Mbah Dukun yang duduk di belakang sesajen dengan membakar kemenyan dan berkomat-kamit sesekali menujahkah paku ke sebuah boneka kecil sebagaimana yang pernah aku lihat di film Ilmu Pelebur Nyawa yang diperankan oleh Suzanna.
Setahuku ayah mengajakku ke tempat dukun untuk urusan penting, ingin meminta tolong menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Tidak banyak bertanya terkait ritual yang dilakukan oleh Mbah Dukun dan ayah. Aku yang masih kecil hanya duduk diam menyaksikan pemandangan aneh yang baru pertama kali kulihat. Sampai pada akhirnya ritual tersebut selesai, dan ayahku memberikan amplop coklat kepada Mbah Dukun atas jasanya membaca mantra dan menusuk boneka.
"Wes... Bejo bali selawase, bakal disusul anak putune,"ucap Mbah Dukun menggunakan bahasa Jawa kepada ayahku yang juga orang Jawa.
"Suwon Mbah, mpun bantu kulo," jawab ayahku.
"Ojo lali, ono getih seng kudu dibayar getih," kata Mbah Dukun lagi, mengingatkan.
"Enjeh Mbah," ujar ayah menjawab singkat.
Selepas obrolan singkat mereka, ayah mengajakku pergi dari rumah Mbah Dukun yang berada di pelosok desa. Rumah bambu dengan hiasan-hiasan aneh itu masih kuingat sampai dengan saat ini, menjadi pengalaman buruk yang menorehkan rasa penyesalan karena tidak bisa mencegah dosa besar ayahku.
"Krrriiing... Kriiinnng...," suara telpon rumah berbunyi.
"Halo," kata ayah menjawab panggilan telepon.
"Pak, Bejo meninggal dunia," kata orang dari sambungan telepon.
"Kapan Jan?," tanya ayah kaget.
"Tadi pagi Pak, dini hari," ujar Mas Ojan, menjelaskan.
Terlihat kaget, ayah menutup telepon dari Mas Ojan. Tak lama, senyum sinis tersungging dari sudut bibirnya seolah merasa senang dan bahagia atas kematian Pak Bejo. Setahuku, Pak Bejo adalah rekan kerja ayah di kantor. Dulu awal pertama yang mengajak ayah bekerja di kantor, itu adalah Pak Bejo sendiri.
Sambil duduk di depan TV aku melihat gelagat aneh ayah waktu itu. Ia berjalan mondar-mandir seolah kebingungan setelah mendengar berita dukacita datang dari keluarga Pak Bejo, sebelumnya akhirnya mengajak aku, ibu, dan adik pergi melayat ke tempat pemulasaraan.
Suasana duka terasa sangat mendalam dirasakan oleh keluarga Pak Bejo. Menurut cerita dari istri dari almarhum, Pak Bejo meninggal mendadak. Tidak jatuh atau sakit, hanya mendadak merasakan sakit di ulu hati seperti ditusuk-tusuk, kemudian menghela napas terakhirnya. Saat kami datang, Pak Bejo telah disemayamkan, karena memang warga sekitar memiliki tradisi untuk memakamkan dengan segera orang yang sudah meninggal dunia.
Hari berganti bulan, telah 100 hari Pak Bejo meninggal dunia, terdengar kabar anak pertamanya ikut menyusul kepergian beliau dengan secara tragis.
Bukan kecelakaan mobil, melainkan muntah darah bercampur potongan silet, paku-paku kecil, dan juga duri-duri bambu atau biasa disebut gelugut di dalam bahasa Jawanya.
Kehilangan suami dan anak di satu tahun yang sama, istri Pak Bejo yaitu ibu Martinah merasa sangat sedih dan frustasi. Dengar-dengar dari para tetangga yang melayat, sebelum meninggal dunia Ibu Martinah sempat gila. Sehari-hari hanya berteriak-teriak kesetanan, mengusir entah apa yang tidak terlihat dengan menggunakan sapu ijuk sambil sesekali menangis.
Urutan-urutan kejadian tersebut masih teringat lekat di dalam ingatanku. Musnahnya tujuh turunan Pak Bejo mulai dari dirinya sendiri, anak, istri, bahkan hingga cucunya.
Baru aku ketahui semua itu disebabkan oleh ayah, teman kerja yang tidak tahu diuntung karena menusuk dari belakang temannya sendiri yang sudah berbaik hati memberikan pekerjaan dan kehidupan yang layak.
"San... Ayah mau bicara, tolong maafkan ayah," katanya kepadaku sembari menahan tangis berbaring di ranjang rumah sakit.
"Kenapa, yah?," tanyaku.
"Maaf, ayah sudah berbuat jahat kepada keluarga Bejo. Ayah yang sudah membuat keluarga mereka mati dalam keadaan tragis, santet itu merenggut nyawa mereka semua," ujar ayah menjelaskan.
Aku mendadak syok, bingung harus memberikan respon apa.
"Ayah lakukan itu semua karena ayah benci Bejo. Dia selalu mendapatkan apa yang dia inginkan, sedangkan ayah tidak," ucapnya sembari menangis dan menahan sakit.
"Tolong sampaikan permintaan maaf ayah ke kuburan Bejo dan anak istrinya. Ayah... minta... maaaaaf," ucap ayah di akhir hembusan napas terakhirnya.
Benar, ono getih seng kudu dibayar getih.
Aku ingat kata Mbah Dukun yang berpesan pada almarhum ayah sebelum kami pergi dari rumah terkutuk itu belasan tahun yang lalu.
Ini buktinya, ayahku meninggal dunia dan menjadi tumbal terakhir kejinya santet pring sedapur.
Jika aku tahu bahwa kedatangan ayah waktu belasan tahun lalu itu untuk bertransaksi ilmu hitam, maka akan kucegah agar ayah tidak melakukannya. Itu keji, dosa yang tidak termaafkan karena menyakiti orang tak bersalah, dan menyekutukan Tuhan dengan iblis-iblis laknat.
Kini aku hanya bisa mendoakan ayah, semoga Tuhan masih bisa memberikan ampunan untuk dirinya.
Kutinggalkan tempat pemakaman ayah dengan hati gamang.
Meratapi nasip hidup sebatang kara karena telah kehilangan semua keluarga, sebelum ayah ikut menyusul ibu dan adik-adikku yang juga mati dalam keadaan tragis, tulah santet pring sedapur.
Bukan pelajaran hidup yang kudapatkan dari kematian mereka. Melainkan kenyataan bahwa ada orang-orang serakah yang tega mengorbankan orang lain demi kepentingannya sendiri. Namun, kecewanya aku, orang itu ayahku sendiri. Orang yang sosoknya selalu menjadi panutan hidup, ternyata hatinya telah mati sebelum raganya ikut kukuburkan.
~TAMAT~
Sekilas info: Pring Sedapur, adalah salah satu ilmu santet yang cukup terkenal di kalangan masyarakat Jawa dan Kalimantan. Konon katanya santet ini asli dari Tulungagung, Jawa Timur.
Santet Pring Sedapur berarti santet bambu satu rumpun, dimana santet ini bisa membunuh hingga tujuh sampai dua belas turunan, dan bisa berbalik menulah orang yang mengirim termasuk dengan keluarganya.
Santet Pring Sedapur berarti santet bambu satu rumpun, dimana santet ini bisa membunuh hingga tujuh sampai dua belas turunan, dan bisa berbalik menulah orang yang mengirim termasuk dengan keluarganya.
Penulis:@masnukho©2023
Narasi
Cerita pribadi
Narasi
Cerita pribadi






verdandigr dan 13 lainnya memberi reputasi
14
2.5K
Kutip
115
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan