- Beranda
- Komunitas
- Food & Travel
- Cerita Pejalan Domestik
GMBL_NAKED - Pendakian Gunung Merbabu Via Selo (Part-2)


TS
knightyott
GMBL_NAKED - Pendakian Gunung Merbabu Via Selo (Part-2)
Singkat cerita kami sudah makan mie & prepare untuk mendaki, tapi anehnya kenapa para pendaki masih santai2 di depan basecamp sambil sebat2. Ane & Mardi mengecek keluar rumah & mendatangi seorang pendaki berpakaian serba abu2 terang.
*Jojo=Jo, Mardhi=Ma, Mas serba abu2=Ab
*Jojo=Jo, Mardhi=Ma, Mas serba abu2=Ab
Jo : Mau mendaki jam berapa mas?
Ab : Nanti mas pas pos registrasinya buka.
Jo : Lho emang jam berapa buka nya mas.
Ab : Jam 8 katanya.
Jo : hmmmm..
Ma : Sudah pernah kesini mas sebelumnya?
Ab : Ini saya baru pertama mas ehehe. Mas nya sudah pernah kesini?
Ma : Ya sama baru pertama juga ahahah.

Ab : Mantaplah.
Jo : Sekarang jam brp, Mar?
Ma : Masih jam stngh 8.
Ab : Nyantai dulu aja mas sambil rokok2 dulu ehehe.
Setelah itu tidak banyak yang kami obrolkan & ane pun kembali masuk kedalam rumah. Agus masih ada di dalam menjaga barang2 bawaan kami. Ketika ane berjalan masuk, ternyata si Agus ini masih asik2 berfoto selfie sendiri. Ane pura2 gak lihat si Agus aja & mengecek hp ane yang sedang di cas sejak semalam. “Astaga sinyalnya dari kemarin ga tumbuh2, masih No Service mulu” Ya, tentu saja ane pakai kartu Tri. Tidak lama kemudian Mardhi datang menyusul & langsung ambil hpnya yang masih di cas lalu duduk di bangku kayu di sebelah pintu. Dia kayaknya happy banget mainan hp dari tadi pagi, bahkan bisa update status WA & IG. “Koq kamu bisa WA-nan ama mainan IG sih, Mar?” tanya ane, “Bisalah. Sympaty gitu lohh!” Jawab Mardhi dengan nada sombong. Ane cuma mengerutkan dahi & menunduk perlahan, lalu memandang ke Agus, “hp mu ada sinyalnya, Gus? Kyaknya kamu tadi FB-an kan?” tanya ane ke Agus, “Ga ada tuh” jawab Agus dengan muka datar. Ane langsung ketawa2 ga jelas mendengar jawabannya & melihat ekpresi mukanya si Agus. Sepertinya ni anak bakal baik2 saja hidup tanpa adanya hp.

Singkat cerita jam 8 pun tiba. Kami sudah merapikan semua barang bawaan di keril serapi mungkin & siap untuk berangkat. Pagi itu ada cukup banyak pendaki, jadi kami harus mengantri untuk masuk ke pos pengecekan. Tapi untungnya petugasnya ada banyak jadi tak perlu mengantri lama2. Tibalah giliran kami untuk masuk, yang masuk ketika itu adalah si Mardhi sbg perwakilan. Ane gak tau banyak apa aja yang terjadi di dalam, tapi ketika Mardhi keluar dia membawa sebuah kertas formulir. “Gaess, kita disuruh ngisi ini” kata Mardhi, “apaan tuh, Mar?” tanya ane, “ini formulir daftar semua barang bawaan pendaki. Ntar klau udah mau cek semua sama petugasnya” jawab Mardhi. Agus yang masih asik2 memfoto2 pemandangan dengan hp nya langsung ane panggil “Gus, keluarin semua isi tas, mau di cek ntar” kata ane, “hah? Udah ditata rapi2 sebentar dibongkar lagi?” jawab Agus dengan bibir dimonyong2in. Nah disini ane jg agak kesel sebenernya, karena tas keril yang baru saja ane tata sampai luar biasa rapi harus dikeluarin lagi semuanya. Akhirnya dengan penuh kesabaran ane keluarin satu2 dari yg paling atas sampai yg paling bawah. Ketika ane lihat kedua teman ane, ternyata mereka jg sama keselnya hahaha
. Setelah semuanya dikeluarkan & formulir sudah diisi, barang bawaan kami semuanya di cek2 sama petugas. Petugasnya ini seorang pria, dia tidak lebih tua dari ane tapi rambutnya itu loh panjang sampai ke punggung macam iklan sampo sumvah lurus & berkilau. Dia klau nyanyi malam2 mungkin tuh rambuh bisa bersinar kyak Rapunzel di film Tangled
. Aneh banget yak, klau rambut masnya bisa glow in the darkgitu. Setelah selesai pengecekan & gak ada masalah serius, paling cuma persediaan air yang kurang 1 botol & harus beli dulu diwarung sama sendal ane & Agus yang sempat mau di banned karena seharusnya pas mendaki gak diperbolehkan memakai sendal melainkan mountaineering boots, tapi ditoleransi oleh petugas karena adanya tali dibelakang sendal, bagian tumit. Walaupun sendal anti-slip tetap tidak boleh ya, gan, & jangan luba pakai kaos kaki walaupun pakai sendal. Pas itu ane ga pakai kaos kaki jadi ane kena tegur sama petugas sebentar. 



Spoiler for Pos Pengecekan:
Selasai semuanya barang2 kami tata kembali kedalam keril tapi anehnya yang tadi bisa pas masuk semua & rapi, kenapa sekarang malah sesek banget kayanya? Aneh banget pokonya
. Kami disuruh menyerahkan kertas formulir tadi ke pos SIMAKSI (Surat Ijin Mendaki Kawasan Konservasi). Giliran ane sekarang yang mewakili kelompok. Didalam pos SIMAKSI ane ditanya2i mau mendaki kapan, turun kapan, lewat jalur mana turunnya, berapa orang dll & terakhir membayar biaya registrasi sebesar Rp 18.500/org abis itu ane dikasih gelang warna oren, semacam gelang pelacak gitu klau misal nyasar digunung bisa dilacak pakai GPS & klau gelangnya yg ilang ya kita disuruh ganti lah atau dicari sampai ketemu. Selepas itu langsung ane turun ke pos pengecekan/pemerikasaan di bawah, ane ngelihat Agus & Mardhi udah selesai packing mereka lagi duduk2 dibawah pohon lalu ane samperin “Oee.. lihat ni aku dapat gelang baru” kata ane pamer, “gelang buat melacak GPS ya?” tanya Mardhi, “iya keknya, tapi ga enak pakenya tangan ku kan kecil kamu aja nih yang pakai?” minta ane, “udah masukin tas aja biar ga ilang” jawab Mardhi, “ide bagus, Mar” ane langsung masukin tuh gelang ke tas keril yang paling atas. Nah sekarang semua urusan registrasi sudah beres, tinggal urusan kami dengan sang gunung Merbabu. 


Spoiler for List barang2 & logistik:
Dimulailah perjalanan pendakian kami. Kami mendaki lewat jalur Selo, sekitar jam 9 pagi kami mulai mendaki. Ketika itu adalah musim panas jadi jalur pendakian dipenuhi dengan pasir debu. Wajib pakai masker atau buff ya gan, apalagi klau jalannya bareng2 pasti debunya pada kemana-mana bikin sesek napas, muka kotor + upil item gede2. Di awal perjalanan kami menemukan ada seperti tongkat2 dari kayu dengan ukuran yang bervariasi, tongkat2 kayu itu tertancap ditanah secara tidak beraturan & beberapa ada yang tergeletak ditanah. Ini sebenarnya adalah tongkat untuk membantu para pendaki ketika sedang mendaki gunung & ketika mereka turun tongkatnya ditaruh disitu lagi, kecuali buat yg lintas jalur. Agus yang visualy tas kerilnya paling berat dia langsung mengambil salah satu dari tongkat2 itu untuk dibawa perjalanan, namun yang dia ambil bukan kayu melainkan lebih seperti potongan batang bambu yang diikat jadi satu, jadi ketika ditekan tongkatnya gak menahan beban si pendaki tapi malah melengkung ahaha
. Ane karena berasa paling lemah juga ikutan ambil tongkat tapi yang kecil saja hehe, sedangkan Mardhi dia tidak ikut mengambil secara badannya aja udah kyak tongkat kuat begitu wkwk
. Perjalanan terasa adem karena banyak pohon2 gede di kanan & kiri jalan, selain karena masih pagi matahari juga sesekali tertutup awan2. Sejuk banget pokoknya
. Selain berdebu, jalur Selo juga memiliki medan pendakian yang cukup curam dibeberapa titik, jalur yang sempit & cukup licin karena banyak pasirnya. Perjalanan kami lewati dengan bersenda gurau hingga sampailah kami di pos 1 Dok Malang. Kami sempatkan istirahat sebentar minum & makan snack, sambil si Agus merekam video area sekitar. Selesai istirahat kami lanjutkan perjalanan lagi. Saat itu ada lebih banyak pendaki yang turun dari pada yang naik. Ane gak tau tuh bakal ada berapa orang ntar pas diatas, karena ini hari minggu & besok senin udah waktunya masuk kerja/sekolah. Terkadang ada jalur searah ketika mendaki jadi biar gak tabrakan & bikin macet di gunung. Ada juga yang medannya susah buat naik tapi gampang buat turun makanya di buatlah jalur satu arah, jadinya jalur naik dibuat sedikit memutar biar lebih aman.
Selang waktu berjalan sampailah kami di pos Kota, Simpang Macan. Seperti biasa kami istirahat lagi, minum & makan snack lagi, sekarang Mardhi yang keliling buat merekam video area pos ini. Sempat kami bersapa dengan pendaki lain sambil basa-basi menanyakan seberapa jauh pos berikutnya. Setelah stamina terkumpul kembali kami mulai perjalanan lagi. Di tengah2 perjalanan kami dikagetkan dengan suara “Uu..uu..aaa.aaa..AAA” sontak ane langsung clingak-clinguk mencari sumber suara, ane tanya ke Mardhi “monyet ya Mar?”, “ahh sama temennya masa lupa??” jwb Mardhi tanpa menengok, ane cuma mengerutkan dahi & bergumam “sialan..”. Sebelum sampai di pos 2 Tikungan Macan kami dihadapkan dengan tanjakan yang super berdebu, disini kami harus jalan pelan2 karena selain banyak sekali debunya kami juga harus bergantian dengan pendaki yang mau turun gunung karena disini minim pegangan, artinya ga banyak yang bisa dibuat pegangan klau ada yg kepleset jadi harus benar2 hati2, selain itu di sisi sebelah kanan juga sudah langsung jurang tanpa ada tali pembatas atau semacamnya. Langkah demi langkah ane ambil sambil sesekali melihat kondisi diatas yang ane pikir ini bakal jadi momen keren klau di rekam ehehe
. Akhirnya ane suruh tuh si Mardhi & Agus buat berhenti dulu, “Bro, klean disini dulu jangan jalan dulu, aku mau rekam dari atas biar kliatan keren ntar kyak MTMA ehehe
”, “yaudah sono” jawab Mardhi. Ane langsung bergegas naik sekitar ditengah2 tanjakan baru mereka ane rekam. Cukup keren sih sebenarnya kyak pendaki beneran gitu ehehe
, sampailah mereka ditengah2 tanjakan sekarang. “Eh Mar gentian coba kamu yang keatas terus videoin aku sama Agus lagi jalan ke atas” pinta ane, “ya sini kameranya” jawab Mardhi dengan mengatungkan tangannya meminta kamera. Mardhi mendaki terlebih dahulu sampai atas, “Oee! Ayo jalan” teriak Mardhi dari atas, ane bales dengan jempol menandakan klau ane sudah siyap jalan. “Yuk Gus jalan” ane ajak Agus, tapi ketika ane lihat muka Agus dia sedang menyenderkan kepalanya diatas tongkat yang dia bawa, seperti orang yang sudah kelelahan
. “Ayo Gus bentar lagi sampai” ane ajak Agus lagi tapi dengan pura2 tidak sadar klau sebenernya dia kecapekan, “lha ayo..” Agus menjawab juga dengan nada bersemangat walaupun ane tahu dia menyembunyikan rasa lelah yang ada
. Posisinya ane ada di belakangnya Agus, ketika ane lihat kerilnya si Agus emang secara visual terlihat padat & berat, penasaran sekali ane sama isi kerilnya dia. Kami terus jalan naik sedikit demi sedikit sambil merem2 krn debunya yang gak karuan. Sampailah kami di posisinya Mardhi yang sedang merekam sambil gimmick2 sok kuat didepan kamera
.



Selang waktu berjalan sampailah kami di pos Kota, Simpang Macan. Seperti biasa kami istirahat lagi, minum & makan snack lagi, sekarang Mardhi yang keliling buat merekam video area pos ini. Sempat kami bersapa dengan pendaki lain sambil basa-basi menanyakan seberapa jauh pos berikutnya. Setelah stamina terkumpul kembali kami mulai perjalanan lagi. Di tengah2 perjalanan kami dikagetkan dengan suara “Uu..uu..aaa.aaa..AAA” sontak ane langsung clingak-clinguk mencari sumber suara, ane tanya ke Mardhi “monyet ya Mar?”, “ahh sama temennya masa lupa??” jwb Mardhi tanpa menengok, ane cuma mengerutkan dahi & bergumam “sialan..”. Sebelum sampai di pos 2 Tikungan Macan kami dihadapkan dengan tanjakan yang super berdebu, disini kami harus jalan pelan2 karena selain banyak sekali debunya kami juga harus bergantian dengan pendaki yang mau turun gunung karena disini minim pegangan, artinya ga banyak yang bisa dibuat pegangan klau ada yg kepleset jadi harus benar2 hati2, selain itu di sisi sebelah kanan juga sudah langsung jurang tanpa ada tali pembatas atau semacamnya. Langkah demi langkah ane ambil sambil sesekali melihat kondisi diatas yang ane pikir ini bakal jadi momen keren klau di rekam ehehe






Setelah proses perekaman selesai kami lanjut jalan lagi bersama2 & ternyata masih ada tanjakan lagi dibalik tanjakan maut tadi & jalannya masih debu2. Istirahatlah kami sebentar dipinggiran jalur yang kiri-kanannya tembok tanahliat sembari melihat para pendaki pada turun satu2. Tak lama setelah kami istirahat & jalan sudah sepi kami lanjut jalan & sedikit memanjat karena medannya kali ini tebing tanah liat. Sampailah kami semua diatas, ternyata diatas itu adalah camp area. Banyak tenda2 sudah berdiri, para pendaki juga pada beristirahat di area ini, & ada gazebonya juga. Ane berjalan agak sedikit ke tengah2 camp area& melihat2 sekitar, tiba2 si Agus menghampiri & duduk diatas semak2 dgn posisi setengah tiduran, ane & Mardhi juga ikutan duduk. Cukup lama kami istirahat karena saat itu masih sekitar jam 2 siang, lalu ane tanya ke mereka :
Jo : Gimana lanjut lagi?
Ma : Ayo. Hla ini Agus gimana? Kuat ga?
Jo : Gimana, Gus, mau lanjut gak?
Ag : Huuuft..
Menghela napas.

Ag : Eh udahlah disini aja ngecampnya.
Jo : Gimana? Mau bangun tenda disinia aja?
Ag : Iya, udah disini aja. Capek kaki ku ni.
Jo : Gmn, Mar? Camp disini?
Ma : Hla gimana lagi. Yaudah deh disini jg gapapa.
Spoiler for Gazebo:
Akhirnya kami sepakat untuk bangun tenda diarea ini. Setelah clingak-clinguk untuk mencari tempat yang pas, mulailah kami membangun tenda yang kami sewa. Tempatnya agak mempet ke hutan, jadi belakang tenda hanya terlihat semak2 & tanaman belukar. Ditengah2 aktifitas kami membangun tenda tiba2 datanglah monyet besar dari arah semak2, berjumlah 1 sampai 3 ekor. Mereka seperti sedang mengincar logistik yang ada dikeril kami. Ane & Mardhi masih sibuk membangun tenda sewaan yang sebenarnya bentuk tendanya tuh gak asing buat kami tapi ketika dibangun entah kenapa bentuknya selalu saja gak simetris




Spoiler for Tenda:
Saat itu sekitar jam 4 sore & masih banyak pendaki yang lalu-lalang di area ini. Ada salah satu pendaki, dia mau turun sore itu tapi karena ada temannya yang tertinggal akhirnya dia terpaksa berhenti & menunggu didekat tenda kami. Si Agus sebagai jubir digrup kami mulai angkat bicara, “mau turun mas?”, masnya menoleh kemudian menjawab “iya mas, tapi lagi nunggu temen2 masih diatas keyaknya” “ohh gitu, duduk dulu sini mas, ngopi2 dulu” ajak si Agus, “ohh ya mas makasih, disini aja gapapa” jawab masnya dgn senyum kecil


*Cewe2 = Ce, Agus = Ag
Ce : Kakiku mulai sakit uy di jempolnya.
Ag : Jempol kakinya sakit ya mba? Mending dilepas aja sepatunya trus pakai kaos kaki turunnya.
Ce : Ohh gitu ya mas?
Ag : Oiyaa… biar ga sakit lagi ntar jempolnya.
Ce : Tapi kotor banget mas jalannya.
Ag : Hiiihh gapapa kotor ntar tinggal dicuci bersih lagi.
Bla..bla..bla..

Ketika itu ane & Mardhi yang ada dibelakangnya langsung saling berpandang & ketawa tanpa suara behaha
. Ane pikir “ya iya klau yang di injak pasir ga sakit, gimana klau batu2, duri, bahkan beling atau medan yang licin kan jadi gak aman buat pendakinya”, ya itu sih pikiran ane sendiri, mungkin Agus mikirnya beda kan ane kagak tahu yak.
Waktupun berlalu, gerombolan pendaki tadi sudah jalan kembali melanjutkan perjalanan mereka, ane & Mardhi masih terjaga didalam tenda sambil ngobrol2 dengan secangkir jahe sekarang yang masih melekat ditangan kami. Bosanpun melanda ane tiba2, waktu itu sekitar jam 6 matahari belum tenggelam sepenuhnya kemudian ane punya ide cemerlang untuk keluar tenda & mencari udara segar bersama si Mardhi, Mardhipun setuju dgn ajakan ane. Langsung ane ambil jaket, sendal, buff serta HP & senter lampu. Semuanya sudah siap, pas pertama ane buka resleting tenda, udara dingin gunung Merbabu langsung menyambut kami dgn menusuk2 ke badan bahkan sampai tulang2. Dinginnya ampun2 pokonya, perkiraan ane suhunya sekitar 9 derajat celcius. Karena ane gak bawa kaos tangan, kaos kaki & sepatu alhasil seluruh badan ane bergetar menggigil semua karena udara dingin. Si Mardhi juga terlihat kedinginan tapi sepertinya gak sedingin yang ane rasain secara badannya Mardhi lebih tebal sedangkan ane kurus kering kyak tiang bendera. Sempet terpikir untuk cancel aja kali ya dingin banget soalnya tapi bosen juga klau didalem tenda terus, akhirnya dengan bermodalkan optimisme yg kuat dgn berpikir klau 'banyak gerak ntar juga ilang sendiri dinginnya', biar badan ini menyesuaikan diri dilingkungan baru. Ane berjalan perlahan keluar tenda karena kondisi sudah agak gelap, sambil membawa secangkir jahe panas ditangan kiriku & madu ditangan kananku, eh ngga dink
, senter lampu maksudnya hehe. Sekitar beberapa meter dari tenda ane melihat seperti ada sepasang mata sedang memperhatikan kami dari tepi hutan
, terlihat seperti mata kucing yang terkena cahaya, hanya terlihat 2 titik putih. Ane coba arahin senter kearah hutan tapi apalah daya cahaya senter ane gak bisa sampai kehutan, lalu ane coba tanya ke Mardhi yang ada tepat dibelakang ane “Mar lihat gat tuh? Kyak ada sepasang mata ngliatin dari jauh”, jawab Mardhi “hmm.. mana sih? Iya. Kucing kali”, tanya ane lagi “mana ada kucing kampung dihutan begini?” “Ya udah biarin aja ga usah dipikirin. Yuk kesana keburu tambah dingin ntar.” Ane pun mengiyakan ajakan Mardhi & berjalan ke arah tebing tanpa menengok kebelakang. Sesampainya disana ane cukup merasa terhibur dengan pemandangan yang ada sekaligus bersyukur cuaca malam ini terasa sangat cerah. Kami memandangi sunset & sedikit bercerita2 kecil tentang pendakian hari ini. Cukup lama kami disana sekitar 1 jam, hingga tak terasa minuman jahe panas yang ane bawa tadi sekarang jadi jahe dingin. Semakin malam suhu semakin dingin sampai tangan ane udah gak bisa stabil lagi pengang cangkir jahe, beberapa kali ane tumpahin tuh jahe karena telapak tangan ane menggigil kedinginan. Ane yang gak betah dingin langsung menyarakan untuk kembali ketenda. Nampaknya Mardhi jg sudah mulai tidak tahan hehe. Ketika kami kebali ketenda, sebelum masuk kedalam tenda ane mencoba untuk melihat kearah hutan lagi tapi ternyata sepasang mata tadi sudah hilang, lagipula ane gak terlalu ambil pusing klaupun mata itu masih ada disitu. 

Waktupun berlalu, gerombolan pendaki tadi sudah jalan kembali melanjutkan perjalanan mereka, ane & Mardhi masih terjaga didalam tenda sambil ngobrol2 dengan secangkir jahe sekarang yang masih melekat ditangan kami. Bosanpun melanda ane tiba2, waktu itu sekitar jam 6 matahari belum tenggelam sepenuhnya kemudian ane punya ide cemerlang untuk keluar tenda & mencari udara segar bersama si Mardhi, Mardhipun setuju dgn ajakan ane. Langsung ane ambil jaket, sendal, buff serta HP & senter lampu. Semuanya sudah siap, pas pertama ane buka resleting tenda, udara dingin gunung Merbabu langsung menyambut kami dgn menusuk2 ke badan bahkan sampai tulang2. Dinginnya ampun2 pokonya, perkiraan ane suhunya sekitar 9 derajat celcius. Karena ane gak bawa kaos tangan, kaos kaki & sepatu alhasil seluruh badan ane bergetar menggigil semua karena udara dingin. Si Mardhi juga terlihat kedinginan tapi sepertinya gak sedingin yang ane rasain secara badannya Mardhi lebih tebal sedangkan ane kurus kering kyak tiang bendera. Sempet terpikir untuk cancel aja kali ya dingin banget soalnya tapi bosen juga klau didalem tenda terus, akhirnya dengan bermodalkan optimisme yg kuat dgn berpikir klau 'banyak gerak ntar juga ilang sendiri dinginnya', biar badan ini menyesuaikan diri dilingkungan baru. Ane berjalan perlahan keluar tenda karena kondisi sudah agak gelap, sambil membawa secangkir jahe panas ditangan kiriku & madu ditangan kananku, eh ngga dink



Agus sudah terlelap dalam tidurnya sejak sore tadi, sepertinya hawa dingin digunung samasekali tidak mengganggunya. Ane gak bisa tidur karena telapak kaki rasanya kyak dicelup di air es,

_____*** To be Continue***_____
>>> Kritik & saran diperkenankan yaa...


Terimakasih sudah membaca gan

0
3.9K
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan