Kaskus

Story

monicameyAvatar border
TS
monicamey
Ada Tangan Yang Menepuk Bahu

Ada Tangan Yang Menepuk Bahu


Cerita ini bermula saat aku seorang diri di kantor. Maklum lembur karena beberapa hari lalu, diriku ada tugas di luar kota. Peristiwa ini terjadi sebelum ada PSBB di kotaku.

"Hana, nanti jangan pulang terlalu malam, ya?"

Sebelum rekan kerjaku berpamitan pulang, salah satu dari mereka memperingatkan agar tidak malam pulang. Dasar aku yang bandel dan ingin cepat menyelesaikan tugas dari Ibu Bos akhirnya aku tidak memedulikan jika jam sudah menunjukkan angka sembilan. Untungnya masih ada pak satpam di lantai bawah.

"Hana ...."

"Hana ...."

Sudah dua kali suara wanita itu memanggilku, tetapi aku tak menggubris karena terlalu sibuk dengan tugas yang belum selesai. Lirih dan menyayat ketika wanita itu memanggil namaku ketiga kalinya.

"Hana ...."

"Bisa tidak jangan menggangguku? Ya, ini aku mau pulang."

Aku tak peduli jika ada orang yang mengira diriku bicara sendiri. Hal seperti itu sudah terbiasa bagi mata dan telinga yang selalu menangkap sesuatu tak tampak.

"Temani aku sebentar."

Aku tahu wanita yang sudah meninggal itu ada di belakangku, tepatnya di pantri. Dia memintaku untuk menemaninya. Bukannya tidak mau, melainkan jika dituruti maka sosok-sosok itu akan terus mengganggu atau kadang diikuti sampai rumah. Kadang mereka seenaknya sendiri hadir dan terkesan jahil.

"Maaf, Mbak. Aku tidak bisa. Dunia kita sudah beda."

Bukannya pergi, wanita itu malah menangis. Aku tidak ambil pusing dengan tangisan tersebut. Lebih baik pulang dan melupakannya.

*****

Saat masuk ruangan kantor keesokan harinya, tercium bau yang sangat khas. Bau bunga kamboja menyengat memenuhi seluruh ruangan, aku tahu makhluk itu masih di sini.

"Mbak, pakai parfum bunga, ya?" tanya salah satu office girl saat berdekatan denganku.

"Tidak, Mbak. Memangnya ada apa?"

Aku penasaran, apakah office girl ini bisa merasakan juga kehadiran makhluk tak kasat mata?

"Saya pikir pakai parfum karena baunya menyengat, Mbak," kata office girl tersebut sambil terus menyapu lantai.

Aku ingin sekali mengatakan yang jujur. Namun, tidak mungkin ada yang percaya dengan ucapanku ini jika bau ini bukanlah parfum yang kupakai jadi lebih memilih diam saja.

"Pagi ... Hana. Semalam nggak ada apa-apa?"

Aku hanya menggeleng menanggapi pertanyaan Mbak Sari--rekan kerjaku yang tiba setelah diriku.

"Untunglah kamu tidak diganggu. Beberapa orang pernah melihat wanita berdiri di belakang kursimu itu, Hana."

Memang beberapa langkah di belakang kursiku terdapat ruangan pantri dan pencahayannya kurang, karena tidak ada jendela untuk menerangi matahari.

"Alhamdullilah, aku tidak pernah dilihatin. Semoga saja tidak."  Mbak Sari bergidik sambil duduk di kursinya.

Ketika hendak membersihkan meja dan kursi, ada tangan yang menepuk bahuku. Tadinya kukira, Mbak Sari yang menepuk ternyata bukan.

"Ada apa, Han? Kamu cari siapa?" Mbak Sari melihatku memutar kepala ke kanan dan terlihat mencari sesuatu.

"Nggak apa-apa, Mbak," jawabku pelan dan melanjutkan membersihkan meja sebelum menghidupkan komputer.

Baru saja aku duduk, sentuhan dingin itu terasa menyentuh di bahu kanan. Jadi rasanya seperti ada yang menepuk-nepuk dengan pelan.

"Jangan ganggu!" kataku dalam hati.

Yang namanya makhluk halus, mereka tidak mengenal siang atau malam mengerjai atau mengganggu manusia. Perbedaannya hanya pada wujud mereka saja, jika siang intensitas keberadaan mereka hanya sebatas bayangan tembus pandang saja. Baru jika malam hari, mereka bisa menunjukkan wujud aslinya. Beruntunglah kalau melihat wujud mereka yang bagus.

"Aku tidak ganggu kamu, Hana."

Dia berkata sambil tertawa terkikik seakan mengejek diriku. Aku tahu ulah usil itu adalah wanita tadi malam, yang ingin ditemani.

Semakin lama, sentuhannya tidak pelan. Terkesan kasar dan mengguncang tubuhku. Kalau orang awam melihat, bahuku seakan ditarik ke arah belakang.

"Kalau kamu mau tetap di sini, jangan ganggu aku. Paham!"

Kesal rasanya jika diganggu seperti itu apalagi di saat aku sedang sibuk. Saking kesalnya, aku melangkah ke pantri dan melihat langsung sosok yang tak tampak itu.

"Han, kalau ke pantri, titip buatin teh, ya."

Aku segera mengiyakan dan menuju tempat si wanita tinggal. Sesampainya di sana, dia tidak menunjukkan wujudnya.

"Aku tahu kamu ada di sini. Jangan bersembunyi," sahutku sambil mengaduk teh.

"Kamu tidak bisa membohongiku. Bau tubuhmu tercium di hidungku, Mbak!"

Siapa yang tidak kesal? Dia usil dan mengganggu, tetapi saat ingin didekati, dia malah bersembunyi. Pokoknya bikin aku gregetan waktu itu.

Bau dari makhluk seperti itu berbeda dengan lainnya. Ada yang bau bunga kamboja dan melati, ada juga bau darah yang menyengat. Oh, ya aku lupa memberitahu. Saat dia menyentuhku, tangannya itu panjang sehingga bisa menggapai bahu ini. Aneh, bukan? Entahlah itu yang kurasakan.

"Aku bisa merasakan kehadiranmu, Mbak."

Wanita itu tetap saja kukuh dan tidak mau menunjukkan wujudnya. Ya, sudah aku tinggalkan dia di sana. Untuk apa juga berurusan dengan makhluk dari dunia lain.

Selepas Maghrib, baru dia menunjukkan wujudnya tepat di hadapanku ketika aku mengetik tugas. Dia berdiri tepat di sebelah kanan. Bau kamboja sangat menusuk indera penciumanku. Saat yang lainnya sibuk dengan tugasnya masing-masing, aku berhenti mengetik dan melihatnya secara langsung.

"Aku tidak akan mengganggu yang lain dan kamu. Jangan usir aku. Ini rumahku."

Suaranya bergema di telinga ini dengan rintihannya. Saat kalian bertanya, apakah aku terkejut melihat wujudnya? Tentu saja tidak. Wanita yang kuperkirakan berusia 25-an itu tidak memiliki lengan kiri, pakaiannya agak kecokelatan dan panjang hingga mata kaki. Wajahnya tidak seram walau pucat sekali, tidak terdapat luka serius di bagian tubuhnya.

Sekilas dari tatapannya, kulihat masa lalu wanita itu. Dia meninggal karena sakit. Sakit yang tidak diketahui oleh dokter. Ya, kalian tahu maksudku, bukan? Tidak perlu aku ceritakan.

"Baiklah ... Mbak. Selama kamu tidak mengganggu. Tetaplah di sini."

Percuma membuatnya pergi atau mengusir secara kasar, dia akan marah dan mengundang makhluk lainnya. Berhadapan dengan wanita ini saja merepotkan apalagi jika dia mengundang 'teman-teman lainnya'.

Perkataannya memang ditepati, selama satu tahun setengah, aku kerja di sana. Dia tetap berada di dapur dan tidak mengganggu siapa pun. Saat kami berpapasan, dia hanya tersenyum ke arahku.

Tibalah aku pindah tempat. Bukan berhenti melainkan pindah divisi ke lantai atas dan tugas. Dulunya admin purchasing. Ketika membereskan barang-barang, dia datang menghampiri dengan kaki yang melayang.

"Terima kasih sudah mengijinkan aku tinggal di sini. Sekarang waktunya aku pergi, Hana."

Dia berpamitan untuk pergi, katanya urusan dia di dunia sudah selesai. Aku tidak mau ikut campur, itu bukan hakku. Akhirnya dia benar-benar pergi dari ruangan pantri itu keesokkan harinya. Aku bisa merasakannya karena suasana di ruangan itu terasa lebih hangat.

Hingga sekarang, jika lewat gedung kantor tempat bekerja dulu. Aku jadi ingat dengan wanita tersebut. Aku berharap dia sudah damai di atas sana.

=Tamat=

Surabaya, 21 Mei 2020

Cerita di atas merupakan kisah nyata dari adik ane sendiri, GanSis. Nanti Ane lanjutkan lagi, ya. Yuk ... beri cendol, komen dan share. Terima kasih
indrag057Avatar border
str901Avatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
1.2K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan