Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

need.holidayAvatar border
TS
need.holiday
Ketika Buku Menjadi Barang Bukti


Belakangan Indonesia sedang ramai tentang sekelompok orang yang bernamakan Anarko. Mereka diburu polisi karena melakukan vandalismeberupa kalimat provokasi di tempat umum. Tidak perlu waktu lama polisi berhasil menangkap para pelaku beserta barang buktinya. Dan entah kenapa polisi ikut menyertakan beberapa buku sebagai barang bukti yang dianggap sebagai inspirasi pelaku melakukan vandalisme.

Melalui tulisan vandalisme tersebut pelaku ingin menciptakan kerusuhan di beberapa daerah sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintah. Sehingga polisi beranggapan pelaku terinspirasi dari buku-buku tersebut yang dijadikan barang bukti. Namun sepertinya polisi lupa untuk membaca isinya sehingga buku yang bertemakan self help, fiksi dan bahkan sejarah ikut terbawa menjadi barang bukti yang sama sekali isinya jauh dari ajakan berbuat kerusuhan.





Hal ini sangat kontradiktif dengan kampanye pemerintah untuk meningkatkan literasi di Indonesia. Jika aparat penegak hukumnya saja tidak bisa mencerna isi buku-buku tersebut. Dan jika dilihat dari sudut pandang manapun, isi buku yang menjadi barang bukti tersebut tidak mengajarkan bahkan mengajak pembacanya untuk melakukan kerusuhan.

Bahkan buku-buku tersebut merupakan karya seorang penulis terkenal yang namanya sudah tidak asing lagi bagi para kutu buku. Tidak mungkin seorang Mark Mansonmemengaruhi pelaku agar berbuat vandalisme dengan karyanya yang berjudul: The Subtle Art of Not Giving a F*ck: A Counterintuitive Approach to Living a Good Life.



Jika polisi berpikiran buku tersebut mengubah pola pikir pelaku. Maka polisi salah, justru yang ada si pelaku bersikap bodo amat dengan pemerintah bukan memprovokasi berbuat kerusuhan. Mark Manson mungkin akan mempertanyakan hal yang sama jika melihat karyanya menjadi barang bukti.

Buku tidak hanya sebagai sumber ilmu pengetahuan. Buku juga perwujudan sebagai kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berargumen. Artinya buku yang bertemakan tentang ideologi bukan berarti sang penulis ingin memprovokasi pembaca. Tetapi lebih menekankan pembaca agar lebih bisa berpikir kritis bukan anarkis yang dikhawatirkan pak polisi.

Spoiler for buku:


Kembali lagi ke konteks buku yang sebagai perwujudan kebebasan berekspresi, berpendapat, dan berargumen. Bagaimana bisa Indonesia dikatakan negara yang membebaskan warganya berekspresi jika buku saja disita.

Untuk kasus ini entah sang pelaku yang salah memahami isi buku atau sang polisi yang enggan membaca isi buku tersebut. Jika keduanya salah. Maka tidak heran tingkat litersi Indonesia rendah di bandingkan negara tetangga.

Dalam hal ini sama sekali tidak mendukung sang pelaku melakukan ujaran kebencian atau melakukan vandalisme. Tetapi lebih ke menyadarkan polisi agar lebih berhati-hati dalam menyita barang bukti berupa buku, apalagi isi buku tersebut tidak ada kaitannya dengan aksi pelaku. Dan jangan sampai buku dijadikan kambing hitam atas tindakan-tindakan kriminal yang terjadi di Indonesia untuk kedepannya.

Kesimpulan

Buku memang pantas di jadikan barang bukti. Barang bukti bahwa buku bisa menjadikan seseorang mempunyai wawasan yang luas dan mampu berpikir kritis. Dan orang-orang yang menjadikan buku sebagai barang bukti adalah orang-orang yang hanya membaca satu buku.



Salam damai emoticon-Smilie


Quote:


Spoiler for source:
anasabilaAvatar border
sebelahblogAvatar border
infinitesoulAvatar border
infinitesoul dan 4 lainnya memberi reputasi
5
632
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan