Kaskus

Story

selvinofitasariAvatar border
TS
selvinofitasari
Otewe Ijab Sah
#OTW_Ijab_Sah

šŸ’–šŸ’–

Omg, Ibu! Nana nggak mau nikah sama orang yang sama sekali belum Nana kenal. Kenapa keputusannya tiba-tiba?" Aku membanting tas sekolah kesal. Belum juga menerima ijasah, Ibu malah membahas soal ijab sah. Ujian pun hari ini baru usai.

"Dari pada nanti kamu menikah sama pria yang salah? Ibu nggak mau ya kamu nikah sama pria sembarangan," sahutnya santai.

Aku mengulum bibir geram, memperhatikan Ibu yang sibuk dengan mesin jahit di depannya. Kenapa Ibu tidak memberikanku kesempatan untuk membantunya. Setidaknya biarkan aku mencari kerja terlebih dahulu untuk membahagiakannya.

Aku diam saja, tenggorokanku tercekat, mataku sudah digenangi air yang siap tumpah. Kenapa Ibu selalu memikirkan kebahagiaanku tanpa pernah memikirkan dirinya, hidupnya. Aku mengalihkan pandangan, mataku terpejam, luruh juga air mata ini.

"Nduk!" panggil Ibu.

Aku diam saja, duduk di kursi plastik berwarna biru di ruang tamu yang sempit ini. Aku mengatur suara dan napas supaya Ibu tidak mengetahui kesedihanku.

"Kamu nangis?" tanyanya.

"Nggak," sahutku senetral mungkin.

"Namanya Aries, Nduk." Ibu menghentikan kegiatannya. Mendekat dan membelai kepala. Aku diam saja, menarik napas beberapa kali. "Dia anaknya teman karib Ibu waktu SMA, kamu mau lihat fotonya?"

"Nanti saja." Alisku bertaut.

Andai Ibu tahu, aku bertekad ingin menikah di usia matang supaya puas menemani Ibu di sini. Kerja untuk membahagiakannya. Tidak ada pikiran untuk menikah di usia sekarang, bahkan masih jauh dari angan. Ibu memperhatikanku cukup lama meskipun aku tak melihat ke arahnya.

"Yo wes, ganti bajumu dan makan siang sana," parintahnya. Aku hanya berdehem menjawabnya.

Aku menurut, bangkit dari kursi, mengambil tas dan berjalan masuk ke kamar. Sampai di kamar aku menangis sesenggukan. Sungguh aku belum ingin menikah, sangat belum siap.

***

"Kamu kenapa, Na?" Sebuah suara mengagetkanku yang sedang asyik melamun di bawah rimbunnya pohon beringin di dekat kelas.

"Oh, Pak Vito?" Aku tersenyum, melihat sekilas ke arahnya dan menggeser bokongku sedikit menjauh darinya, karena ia duduk cukup dekat.

"Sejak tadi Bapak lihat kamu melamun saja. Udah ada tujuan mau kuliah di mana?" tanyanya. Aku menunduk kemudian tersenyum samar.

"Saya, mau kerja, Pak. Nggak kuliah kayaknya," sahutku.

"Kenapa? Prestasi kamu bagus loh di sekolah. Sayang kalau nggak lanjut kuliah."

"Emm, mungkin bukan tahun ini."

Pak Vito mengangguk beberapa kali tanda mengerti kemudian bel berbunyi, tandanya masuk ke kelas.

"Sudah, masuk. Saya ... duluan, Pak," pamitku seraya berdiri kemudian berlalu pergi.

Namanya Vito, tepatnya Vito Andrean. Guru Penjas di sekolah. Tubuh kekar dan atletis, terlihat jelas bahwa ia rajin berolahraga, wajah tampan, hidung runcing, dan sopan. Ia memeiliki lisung pipi yang dalam.

Jujur, aku adalah pengagum rahasianya. Setiap kali berolahraga aku selalu memperhatikan sosok yang menurutku sempurna dan sangat mengagumkan itu dengan mata berbinar.

Sampai di kelas Putri dan Kesya nyerocos mengajukan banyak pertanyaan. Dari mana, sama siapa, kok nggak ngajak dan lain sebagainya. Aku hanya tersenyum samar duduk di belakang bangku mereka tanpa menjawab satu pun pertanyaan itu.
Mereka tidak tahu, aku sedang pusing memikirkan calon suami yang bernama, Aries....

***

Gemuruh dan petir terdengar bersaut, aku berlari mencari tempat berteduh. Di sebuah ruko berwarna biru tiga lantai aku berteduh bersama beberapa orang lainnya.

Baju basah kuyup. Kilatan dari atas sana cukup membuat tubuhku bergidik takut. Aku berdiri di bagian ujung ruko, masih terkena tetes air hujan, hingga kaki ini melangkah ke kiri agar tak terkena percikan air itu.

Tanpa sengaja lenganku menabrak seorang pria. Aku menoleh lalu mendongak ke atas memperhatikan wajahnya. Garis wajah yang tegas, rahang yang kokoh dan tubuh tegap. Dia seperti bukan orang asli Indonesia, dengan hidung yang runcing dan bola mata kebiruan.

"Maaf!" ucapku mengalihkan pandangan. Dia melirik sekilas kemudian kembali menatap ke depan. Melipat tangan di depan dada, tanpa menjawab kata maaf dariku.

'Sombong banget laki-laki ini,' rutukku dalam hati.

Aku melengos sebal. Andai di dunia ini tinggal 1 pria dan itu dia yang kini ada di sampingku, aku tidak akan mau menikah dengannya.

Tinn ... Tinn ....

Suara bel mobil berwarna putih berhenti tepat di hadapan kami. Pria itu berlari mendekatinya kemudian secepat kilat masuk ke sana.

Huh!

Mengapa di dunia ini masih saja ada orang-orang sombong seperti itu.

***

Pagi-pagi sekali Ibu membangunkanku. Kami harus beberes rumah hari ini karena akan ada temannya Ibu datang bersama keluarga dan pria yang bernama Aries itu bertandang ke sini. Ibu memintaku memakai pakaian rapi.

Entahlah pakaian rapi yang seperti apa yang di maksud Ibu. Aku hanya memakai jins berwarna biru dan kemeja pink. Rambut kukuncir ke atas seadanya.

Brumm ....

Suara mobil berhenti di halaman rumah kami yang sempit. Ibu langsung menyambut mereka dan memintaku ke belakang membuat minuman. Terdengar percakapan mereka yang menyebutkan tidak sabar melihatku.

Gontai aku melangkah membawa empat gelas teh hangat ke depan. Sampai di depan aku berjongkok meletakkan minuman di meja. Kemudian duduk si samping Ibu.

"Oh ... Ini Nana? Cantiknya .... "

Aku tersenyum ke arah wanita paruh baya itu. Mungkin ini teman Ibu.

"Kenalkan satu persatu, Nduk!" kata Ibu. Aku mengulurkan tangan pada wanita di hadapanku.

"Nana, Tante ... " Dia tersenyum. Kemudian beralih ke sampingnya. Sepertinya suaminya. "Nana, Om ... " Om itu juga tersenyum ramah. Namun, saat akan berjabat tangan dengan pria di samping om itu aku tertegun. "Na .... na," kalimatku terhenti.

"Kamu!" kata kami bersamaan.


Bersambung ~
nurulnadlifaAvatar border
NadarNadzAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
1.3K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan