
Jakarta pada malam hari (Sumber: Kompasiana)
Quote:
Ahh, Jakarta.
Kota ini memang tidak pernah lelah dengan semua hingar bingarnya. Sejak jaman Sunda Kelapa (pelabuhannya Kerajaan Sunda Pajajaran), kota ini memang ditakdirkan untuk berjalan menuju kemajuan karena lokasinya yang strategis (berada di ujung Selat Malaka dan dekat dengan Selat Sunda). Selama 492 tahun sejak ditaklukkannya sang pelabuhan milik Sang Prabu oleh Fatahillah dari Demak, dia selalu mewarnai hidup seluruh warganya, dari tradisi dan budaya Betawi yang unik, makanan khas yang sulit untuk dilupakan, cerita-cerita rakyat dan jagoan-jagoan silatnya yang heroik, beragamnya latar belakang suku dan ras anak-anak Betawi yang ternyata beragam, hingga semua hal modern yang hanya dimiliki sang ibukota Republik Indonesia ini (dari TransJakarta, MRT, LRT, Simpang Susun Semanggi, GBK, dsb). Tapi tahukah Anda, bahwa sepanjang sejarah, Jakarta sebenarnya menyimpan banyak hal yang jarang Anda ketahui sebelumnya. Berikut ini penulis akan tampilkan 6 fakta sejarah Jakarta yang betul-betul jarang diketahui oleh masyarakat pada umumnya.
1. Sunda Kelapa Diduga Pernah Jadi Bagian Penting Dari Kerajaan Besar Seperti Sriwijaya

Suasana Pelabuhan Sunda Kelapa (Sumber: Wikipedia)
Quote:
Ada sebuah catatan menarik dari sumber literatur Tiongkok yang diterbitkan sekitar tahun 1200, yaitu Chou Ju-Khua, di mana dijelaskan bahwa wilayah barat Pulau Jawa (termasuk Sunda Kelapa) pernah menjadi bagian dari Kerajaan Sriwijaya. Selain itu, catatan tersebut menyebutkan bahwa penguasa kerajaan Buddha dari Palembang berhasil menyulap sebuah pelabuhan di wilayahnya yang ada di Pulau Jawa untuk menjadi pelabuhan yang strategis dan menjadi lokasi perdagangan lada dari tanah Sunda yang saat itu menjadi lada yang sangat berkualitas dan bernilai tinggi. Para penduduknya rata-rata bekerja di pertanian dan rumah-rumah mereka dibangun di atas tiang kayu (diduga itu berbentuk seperti rumah panggung pada suku Melayu). Namun, perampok dan pencuri sering menghantui masyarakat sekitar. Beberapa sejarahwan menduga pelabuhan tersebut adalah Pelabuhan Kalapa yang kelak menjadi Sunda Kelapa.
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Sunda_Kelapa
2. Ternyata Orang Betawi Baru Dianggap Suku Tersendiri Pada Tahun 1930

Silat Betawi (Sumber: IDN Times)
Quote:
Menurut Wikipedia, pada awalnya, sekitar abad ke-17 hingga ke-18, penduduk Batavia diidentifikasi menurut suku asli mereka, baik Sunda, Jawa, Melayu, Ambon, Bugis-Makassar, atau Arab dan Cina. Ini ditunjukkan dalam catatan sensus Batavia yang mencantumkan latar belakang etnis imigran warga Batavia. Mereka dipisahkan menjadi kampung-kampung berbasis etnis tertentu, itulah sebabnya di Jakarta saat ini ada beberapa daerah yang dinamai berdasarkan nama etnis tertentu seperti; Kampung Melayu, Kampung Bali, Makassar dan Kampung Ambon. Kelompok-kelompok etnis ini bergabung dan terbentuk sekitar abad ke-18 hingga ke-19. Baru pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 kelompok itu menyebut diri mereka sebagai "Betawi", yang merujuk pada kelompok etnis berbahasa Melayu kreol yang memiliki budaya campuran pengaruh yang berbeda, yaitu Melayu, Sunda, Arab dan Cina. Istilah "Betawi" pertama kali terdaftar sebagai kategori etnis pada sensus penduduk Batavia tahun 1930.
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Betawi_people (telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia)
3. Ternyata Batavia Jauh Lebih Beragam Daripada Yang Umumnya Diketahui
Suasana Batavia di masa lampau (Sumber: Arsip Nasional RI, Republika)
Quote:
Selain etnis-etnis yang tercatat cukup banyak penduduknya pada catatan Sensus Batavia 1930 yang dimuat pada poin nomor 2, ada juga fakta bahwa Batavia juga cukup banyak ditempati imigran dari Negeri Matahari Terbit, Jepang. Pada tahun 1898, kota ini jugaditempati oleh 614 penduduk migran dari Jepang, dengan rincian yaitu 166 pria dan 448 wanita. Tahun 1909, jumlah ini bertambah menjadi 782 penduduk Nikkei yang tercatat resmi oleh konsulat Jepang di Hindia-Belanda yang baru dibuka pada tahun tersebut, dan diperkirakan juga ada 400 penduduk lagi migran Nikkei yang ternyata tidak tercatat resmi (Jadi, kalau ada orang bermuka seperti orang Jepang yang mengaku orang Betawi, jangan kaget, barangkali ada yang ikut terasimilasi juga bersama-sama dengan penduduk Batavia yang lain). Rata-rata mereka berprofesi sebagai pedagang.
Selain penduduk migran dari Negeri Sakura, ada juga penduduk migran dari India yang telah menetap dengan jumlah yang cukup banyak di Batavia sejak 1930-an. Mereka diketahui awalnya menetap di Pekojan (yang kelak akan ditempati juga oleh pendatang dari Hadramaut yang beretnis Arab), kemudian menetap di sebuah perkampungan di daerah Pasar Baru, Jakarta Pusat hingga saat ini. Oleh orang-orang Betawi, mereka lebih dikenal dengan sebutan orang-orang Bombay. Dari sini lah, kita bisa mengenal istilah bawang Bombay. Sama seperti penduduk migran dari Jepang, rata-rata mereka berprofesi sebagai pedagang.
Mungkin bagi Anda, keberadaan nikkei dan orang Bombay tersebut baru Anda ketahui sekarang, tetapi banyak orang telah mengetahui bahwa di Marunda, ada sebuah perkampungan yang bernama Kampung Tugu yang ditempati dengan jumlah yang juga tidak sedikit oleh sekelompok pekerja kasar dari koloni Portugis di wilayah anak benua India, Afrika, dan Semenanjung Malaya atau biasa disebut orang-orang Mardijker. Mereka awalnya pekerja kasar yang direkrut oleh Portugis untuk melayani di Malaka, yang kemudian mereka didatangkan oleh Belanda dari Malaka ketika Belanda menyerang Malaka-Portugis pada tahun 1641. Pada awalnya, mereka dijadikan pekerja kasar di loji-loji VOC, namun mereka pun dapat dibebaskan dan dijadikan orang-orang merdeka oleh Belanda dengan syarat mereka harus berpindah agama dari Katolik Roma ke Protestanisme. Orang-orang Mardijker ini kelak mendirikan Gereja Tugu yang terkenal sebagai salah satu peninggalan sejarah paling penting di Jakarta. Selain itu, semua juga tahu bahwa ada orang-orang Indo-Belanda yang ikut menghuni Batavia bahkan ikut menjadi pemegang pemerintahan juga di Hindia-Belanda dan di Stadt Gemeente Batavia. Semua ini menambah kebhinekaan yang terbentuk di Batavia hingga kelak ikut membentuk semangat kebhinekaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sumber:
1.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kampung_Tugu
2.
https://republika.co.id/berita/selar...donesia-part1
3.
https://en.wikipedia.org/wiki/Japane..._to_Indonesia
4. Ternyata Jakarta Pernah Menjadi Bagian Dari Provinsi Jawa Barat
Quote:
Yep, Anda tidak salah membaca! Di masa awal kemerdekaan Indonesia, tepatnya setelah Jakarta kembali ke pangkuan Republik Indonesia setelah diduduki Belanda (pada masa Revolusi Nasional Indonesia di tahun 1945-1949) hingga tahun 1959, Jakarta berstatus kotapraja yang dipimpin oleh walikota dan berada di wilayah Provinsi Jawa Barat. Barulah sejak 1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di bawah wali kota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu (Dati I) yang dipimpin oleh gubernur.Yang menjadi gubernur pertama ialah Soemarno Sosroatmodjo, seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung oleh Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status Djakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan gubernurnya tetap dijabat oleh Sumarno.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah...ukota_Jakarta
5. Jakarta Sempat Dikuasai Belanda Kembali Setelah Kemerdekaan Indonesia
Suasana Pasar Tanah Abang, Juni 1946 (Sumber: potongan adegan dari sebuah video di Youtube)
Quote:
Seperti yang sudah disebutkan dalam poin ke 4, Jakarta pernah dikuasai oleh Belanda saat masa Revolusi Nasional Indonesia (1945-1949). Peristiwa jatuhnya Jakarta ke tangan Belanda pasca Kemerdekaan Indonesia itu sendiri pernah terjadi tepat hanya beberapa bulan setelah kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945). Awalnya, pada 29 September 1945, pasukan Belanda dan Inggris (yang merupakan bagian dari pasukan Sekutu) tiba di Jakarta untuk melucuti dan memulangkan garnisun Jepang. Mereka juga berencana untuk menegaskan kembali kendali atas koloni. Pada 21 November 1945, Raden Suwiryo (sang walikota Jakarta pertama pasca 17 Agustus 1945, yang ditunjuk Soekarno sebagai pelaksana Pemerintah Nasional Kota Jakarta saat itu) dan asistennya ditangkap oleh anggota Administrasi Sipil Hindia Belanda. Peristiwa itu menandai jatuhnya Jakarta ke dalam kuasa NICA atau Administrasi Sipil Hindia Belanda. Hal ini menyebabkan peristiwa 4 Januari 1946, yaitu ketika pemerintah Republik Indonesia memindahkan ibukota dari Jakarta ke Yogyakarta. Perang tidak tampak di Jakarta dan perkembangan kota berlanjut di kota itu ketika Belanda berusaha membangun kembali kekuasaannya di Jakarta (guna dapat menguasai kembali Indonesia atau Kepulauan Hindia). Pada tahun 1947, Belanda berhasil menerapkan seperangkat peraturan perencanaan untuk pembangunan perkotaan (yang disebut SSO / SVV (Stadsvormings-ordonantie / Stadsvormings-verordening) atau Ordonansi Pembentukan Kota/Peraturan Pembangunan Kota ) yang telah dirancang sebelum perang. Batavia direncanakan akan diperluas dengan penambahan kota satelit baru 8 kilometer selatan Koningsplein (wilayah Medan Merdeka atau sekitar Monas pada saat ini). Wilayah 730 hektar ini akan kelak menjadi kota satelit Kebayoran, perencanaan kota pertama di Indonesia setelah Perang Dunia II. Baru pada tanggal 27 Desember 1949, bersamaan dengan momen di mana Belanda mengakui Indonesia sebagai negara merdeka dan negara federal berdaulat dengan nama "Republik Indonesia Serikat", Jakarta kembali kepada pangkuan Republik Indonesia. Kemudian, Pemerintah Kota Jakarta dipimpin oleh Walikota Sastro Mulyono.
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Histor...E2%80%931949)
6. Ternyata Dulunya Silang Monas Adalah Jalan Raya Umum Yang Dilewati Kendaraan (plus Foto-Foto Jadul Jakarta Hasil Potret KITLV)
Jalanan di Silang Monas pada tahun 1981, saat itu jalan tersebut masih dibuka untuk umum (dan transportasi) (Sumber:
Mas Bagus Adventure)
Ini adalah Hotel Indonesia di tahun 1969 (Sumber: Foto dari KITLV).
Ini adalah pintu masuk Jakarta Fair di Monas (Sumber: Foto dari KITLV).
Pemandangan di bundaran Pancoran, sebelum ada jembatan tol. (Sumber: Foto dari KITLV).
Potret suasana di daerah Pasar Minggu, Jakarta saat zaman dahulu (circa 19??). (Sumber: Foto dari KITLV).
Quote:
BAGAIMANA? KEREN BUKAN?
TERNYATA JAKARTA SEJAK ZAMAN DAHULU, TELAH MELIBATKAN BANYAK KALANGAN DAN BANYAK HAL DALAM SEJARAHNYA. HAL INILAH YANG MENYEBABKAN JAKARTA MENJADI SANGAT UNIK DARI SISI MANUSIANYA, SISI KEBUDAYAANNYA, SERTA PERKEMBANGAN KOTANYA.
OHH YA, PENULIS SERING MENDENGAR BAHWA JAKARTA SEJAK DAHULU LEBIH TEPAT DISEBUT "KAMPUNG BESAR" DIBANDINGKAN SEBUAH KOTA METROPOLITAN. HAL INI MEMANG TERDENGAR NEGATIF, NAMUN ADA SATU SISI POSITIF YANG MENARIK, SEBAGAI EFEK DARI KEBERADAAN JAKARTA YANG LEBIH MENYERUPAI KAMPUNG BESAR, YAITU LUWESNYA KEHIDUPAN DAN INTERAKSI SOSIAL, SEHINGGA MUDAHNYA BANYAK KALANGAN BERBAUR MENJADI SATU DAN SALING MEMPENGARUHI KEBUDAYAANNYA MASING-MASING. DARI PERISTIWA INILAH LAHIRLAH ORANG-ORANG BETAWI YANG MELAHIRKAN KEBUDAYAAN "CAMPUR ADUK" NAN INDAH UNTUK WARISAN ANAK CUCU KITA. KALAU DAHULU SEJARAH MENCATAT SUKU JAWA, SUNDA, ARAB, TIONGHOA, AMBON, BALI, INDIA, BUGIS, MELAYU, MARDIJKER, MAKASSAR, DAN EROPA (KHUSUSNYA DARI BELANDA) YANG MENJADI TOKOH UTAMA DALAM PEMBENTUKAN ORANG-ORANG BETAWI, MUNGKIN KELAK KITA AKAN MELIHAT IDENTITAS BARU BETAWI ATAU JAKARTA YANG JAUH LEBIH BERWARNA DARI YANG KITA KENAL SAAT INI, SEIRING DENGAN DATANGNYA BUDAYA BARU SEPERTI BUDAYA MINANGKABAU, BATAK, KOREA, DAYAK, MANADO-MINAHASA, TORAJA, DAN SEBAGAINYA DI JAKARTA, SERTA PESATNYA PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN PENDATANG YANG TELAH MENETAP DI JAKARTA DAN TERUS BERKEMBANG HINGGA KINI, SEPERTI YANG TERJADI PADA SAUDARA-SAUDARA KITA ETNIS JEPANG (BAIK KETURUNAN MAUPUN EKSPATRIAT) YANG SAAT INI RAMAI DI SEKITAR BLOK M, ATAU BANYAKNYA EKSPATRIAT DARI NEGERI-NEGERI EROPA SELAIN BELANDA (BAHKAN DARI AMERIKA DAN AUSTRALIA) DI JAKARTA, MISALNYA. SEMOGA TUHAN MEMANJANGKAN UMUR KITA DAN MEMBERIKAN KITA KESEMPATAN UNTUK MELIHAT PERKEMBANGAN JAKARTA, KOTANYA, ORANG-ORANGNYA, DAN KEBUDAYAAN BETAWINYA. AMIN.