Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

iissuwandiAvatar border
TS
iissuwandi
Peluk Aku Sekali Saja


"Tu ... wa ... ga ... pat ... ma ... nam ... ju ... pan ... lan ... luh! Udah, ya!" Winda setengah berteriak.

"Kamu pasti ketemu!"

Winda bergerak lincah, matanya menatap tiap sudut tempat tersembunyi. Berharap menemukan Sinta, teman sepermainannya. Bocah berusia dua belas tahun dengan rambut hitam sebahu, beralis tipis itu terus menyusuri kebun pisang milik H. Sain.

"Winda ... Windaaa!" teriak Lastri, ibu Winda. Wanita tambun dengan rambut cepak, bermata sipit, dan berkulit putih itu pun terus berteriak lantang. Tidak dipedulikannya pandangan iba tetangga. Mereka sudah hapal dengan adegan selanjutnya.

"Dasar anak setan, main enggak kenal waktu, ini udah jam berapa, hah!"

Tangan kanan Lastri sudah mendarat mulus di telinga kanan Winda.

"Ampun ... Bu ... ampun." Gadis kecil itu hanya bisa mohon ampun tanpa berani membantah.

Sinta segera keluar dari tempat persembunyiannya. Ia lalu mendekat untuk memberi penjelasan kepada Lastri. Sebelum ia bersuara, Lastri telah lebih dulu berbicara.

"Sudah, pulang sana! Jangan berani-beraninya ngajak main Winda lagi. Lihat! Karena kamu ajak main, jam segini belum ada yang bisa dimakan."

Sinta tidak berani membalas ucapan Lastri, ia tahu, semua akan berimbas kepada Winda nantinya. Gadis kecil bertubuh tambun itu pun pulang sambil sesekali melirik Winda yang meringis kesakitan.

"Kamu, tu, ya, main terus kerjanya. Udah sore begini, nasi belum dimasak. Cepetan pulang, jangan lupa jemuran juga diangkat!"

Tangan Lastri sudah terlepas dari telinga Winda. Gadis kecil itu hanya bisa menangis dalam diam. Karena jika ia bersuara sedikit saja, maka bagian tubuh lainnya akan menerima akibatnya.

Para tetangga enggan ikut campur, mereka tahu tabiat buruk Lastri. Jika mereka ikut campur, bukannya didengar malah semakin ribut nantinya yang akan berimbas langsung ke Winda.

*****

Winda anak pertama dari tiga bersaudara. Ilham adik lelakinya yang usianya terpaut tiga tahun darinya. Sedangkan Fina adalah adik perempuannya yang tahun ini genap berusia lima tahun.

"Itu ... Ilham sama Fina kamu mandiin dulu! Sudah sore. Sekalian cuci baju yang tadi ibu rendam di kamar mandi!" Lastri memberi perintah. Ia sedang asyik menonton sinetron kesukaannya. Matanya tertuju pada layar TV 21 inchi di depannya.

Winda sudah akrab dengan semua pekerjaan rumah tangga semenjak usianya menginjak delapan tahun. Sebelumnya ia hanya bertugas menemani adik-adiknya bermain ketika Lastri sedang memasak atau membersihkan rumah. Kadang gadis kecil itu berpikir, apa benar ia kandung? Perlakuan ibunya kadang di luar batas nalar. Cacian, makian, hujatan, dan pukulan sering kali melayang ke tubuh ringkihnya.

Winda mengerjakan semua yang diperintah Lastri. Ia memandikan Ilham dan Fina dengan penuh kasih sayang, meskipun gadis berkulit putih itu merasakan ketimpangan kasih sayang yang diberikan oleh ibunya.

"Sudah wangi, Adik kakak yang cantik, yuk, udahan mandinya!"

Ilham dan Fina menurut saja ketika digiring keluar kamar mandi. Fina mulai berlari meninggalkan Winda dan Ilham. Karena kurang hati-hati, ia terpeleset, kepalanya membentur ujung meja makan. Tangisannya terdengar nyaring, Winda spontan berlari menggendong tubuh mungil Fina. Darah mulai mengucur dari pelipis kanan Fina.

"Fina sayang ... cup cup ... Adik manis jangan menangis, nanti kakak obatin, ya." Winda menenangkan adik perempuannya. Ilham terdiam terpaku melihat darah yang mengalir di pelipis adiknya. Meskipun lelaki, Ilham paling takut melihat darah. Mukanya pias.

"Winda, kamu apakan Fina, hah!" Lastri yang mendengar tangisan si bungsu menghampiri Winda. Amarahnya memuncak ketika dilihatnya darah segar mengalir deras. Bukannya menenangkan Fina, ia malah mengambil paksa dari pelukan Winda, lalu meletakkannya di kursi makan.

"Kamu, disuruh mandiin adik sendiri aja, enggak becus! Bisa enggak sehari saja bikin ibu tidak emosi, dasar anak setan!" Lastri mulai mendorong Winda hingga terjerembab. Wanita tambun itu mengambil sapu yang terletak di samping pintu kamar mandi. Winda sudah meringkuk ketakutan, tangisan Fina semakin keras, disusul Ilham.

Diayunkannya gagang sapu ke badan Winda. Dipukulnya gadis manis itu hingga kulit putihnya membiru.

"Ampuun ... Bu ... ampuun ... sakiit, Bu." Lastri hanya bisa memohon ampun, karena percuma saja melawan, akan memperburuk keadaan. Lastri kalap, ia terus memukul anaknya, sepertinya hatinya sudah mati melihat jerit kesakitan Winda.

"Cukup Lastri!!!" teriak Baskoro, suami Lastri, ia baru saja pulang dari tempat kerjanya.

Seketika ayunan sapu terhenti. Winda hanya bisa menangis sambil meringkuk memegangi kepalanya.

"Mau kau bunuh, anakmu! Ibu macam apa kamu!"

Lastri melengos melihat kedatangan Baskoro, ia lalu menggendong Fina, dan menuntun Ilham masuk ke dalam kamar meninggalkan suami dan anak sulungnya.

"Maafkan bapak, Nak, karena tidak bisa mendidik ibumu," ucap Baskoro sambil memeluk Winda.

"Sini, Bapak obati lukamu, tolong jangan benci ibumu, biar bagaimanapun, ia adalah orang yang melahirkan kamu ke dunia.

Winda hanya bisa mengangguk lemah, ia sudah bosan mendengar nasihat bapaknya. Kadang ia berpikir untuk mengakhiri semua penderitaannya. Namun ia masih punya bapak dan adik-adik yang amat ia sayangi. Akankah ada kesempatan untuknya mendapat pelukan hangat dari Lastri, ibunya?


Bersambung

Jepara, 28 Oktober 2019
Diubah oleh iissuwandi 28-10-2019 14:19
indahmamiAvatar border
tata604Avatar border
lina.whAvatar border
lina.wh dan 13 lainnya memberi reputasi
14
3.4K
42
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan