Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

sekottkAvatar border
TS
sekottk
Gunung Salak Dan Hidangan Sayur Lodeh


“Mari silahkan duduk dulu ya.” 

Beliau mempersilahkan aku duduk dengan ramah. Terlihat senyumnya yang mengembang dari raut wajahnya yang keriput. Penerangan di rumahnya memang cukup temaram. Namun cukup jelas untuk aku melihat dan memperkirakan umurnya sudah diatas 70 tahun.

Aku kemudian duduk bersila diatas selembar tikar. Kusapukan pandanganku ke sekitar. Rumah nenek ini memang sudah sangat usang. Bahkan bisa dikatakan tempat ini sebuah gubuk dibandingkan sebuah rumah. Kemana ya anak-anaknya, kenapa tidak ada yang memperhatikan nenek sebaik ini. Kenapa tidak ada anaknya yang mengajak nenek ini turut ikut serta tinggal dirumahnya, begitu pikirku. Kasian rasanya melihat si nenek tinggal sendirian di tempat seperti ini, yang juga pastinya jauh dari keramaian.



“Nenek tinggal kedalam dulu ya ambil makan dan minum.” Si nenek berkata ramah kepadaku.

“Oh tidak usah repot-repot nek. Saya masih ada minuman kok ini di botol.” Jawabku sopan dan penuh terimakasih.

“Ya kan kamu pasti lapar. Kebetulan nenek sedang masak sayur lodeh dan juga daging. Tunggu sebentar ya.” Sahut si nenek sembari tersenyum dan melangkah pelan masuk ke dalam.

Aku hanya bisa mengangguk pelan. Kuakui, aku juga lapar. Namun rasanya bukan menjadi hal yang penting buatku. Saat ini yang terpenting aku sudah berada di sebuah rumah, tidak lagi berjalan tanpa arah diluaran sana.

Kusandarkan tas gunung di sampingku. Lalu aku keluarkan smartphone milikku dari saku celana jeans ku. Jelas tidak ada sinyal disini. Kulihat jam menunjukkan pukul 2.55 pagi. Mereka ada dimana ya sekarang, pasti mereka sedang kebingungan mencariku. Pikiranku melayang jauh.

Aku memang baru sekali mendaki Gunung Salak. Dan ini adalah pendakian yang kedua bagiku. Aku menyesal rasanya, padahal aku bisa dibilang bukan seorang pemula dalam hal mendaki gunung. Kenapa aku tidak bisa mengontrol emosiku. Kenapa aku lebih memilih berjalan sendirian, meninggalkan teman-temanku hanya karena sebuah perselisihan kecil.

Perselisihan yang aku tau awalnya hanyalah sebuah bercandaan belaka. Yah, mungkin karena memang aku punya banyak pikiran, yang membuatku bisa mudah tersinggung hanya karena sebuah bercandaan sepele. Namun sebagai pendaki yang bukan lagi pemula, harusnya aku tidak boleh melakukan itu. Harusnya aku tau bahwa pada saat mendaki, semua permasalahan haruslah ditinggalkan. Harusnya pada saat mendaki, kita mencari sebuah ketenangan batin, bukan malah memperkeruhnya.

Tadinya aku berjalan bersama 4 orang temanku. Ada Bayu, Bima, Nabila, dan juga Andre. Kami mendaki lewat jalur Curug Nangka, yang berada di sebelah utara gunung. Kami memang berniat untuk menuju Puncak II. Namun di tengah perjalanan saat kami sedang beristirahat, ada sebuah insiden kecil. Awalnya hanyalah sebuah lelucon, biasalah namanya juga teman-teman sebaya. Tapi entah kenapa aku bisa jadi terlalu kekanak-kanakan dan menganggapnya sebagai hal yang serius.

Aku juga heran, biasanya aku yang paling bisa bersikap dewasa. Tapi tadi kuakui aku menjadi sangat childish. Aku bahkan sempat memaki Andre, karena saking emosinya. Namun kini aku menyesalinya. Di gunung memang kita harus berhati-hati. Apa yang kita lakukan bisa mendapatkan balasan yang instan.



Dan inilah yang sedang terjadi kepadaku. Aku tersesat, berputar-putar tanpa arah yang jelas selama kurang lebih hampir dua jam. Hingga akhirnya aku melihat sebuah pemukiman warga dari kejauhan. Dan sebelum sampai ke pemukiman tersebut, aku bertemu nenek baik hati ini. Nenek ini kemudian mengajakku berjalan ke rumahnya. Rumah yang saat ini sedang aku singgahi.

“Ayo nak Rangga dimakan dulu!” Suara sang nenek tiba-tiba mengagetkanku dan membuyarkan lamunanku.

Mungkin aku terlalu lelah hingga tidak menyadari kehadiran si nenek yang saat ini sudah duduk disampingku. Di hadapanku sudah ada periuk nasi, dua kuali yang berisi sayur lodeh dan juga sop daging, satu piring kosong, serta segelas air putih.



“Ayo dimakan dulu, kamu pasti lapar kan.” Si nenek berkata dengan lemah lembut seraya mengelus-elus pundakku.

“Ah iya Nek, makasih banyak ya.” Jawabku pelan seraya mengamati hidangan yang ada di depanku.

Aroma masakan tersebut sangat menggugah selera. Aku memang cukup lapar, tapi entah kenapa aku merasa agak ragu untuk makan.

“Ayo mumpung masih anget Nak Rangga!” Si nenek kembali berkata ramah.

Akupun coba mengambil gelas tersebut. Dan ketika aku hendak meminumnya, terdengar suara ketukan yang cukup kencang pada pintu rumah.

“Assalamualaikum! Permisi ya, saya mau jemput Rangga pulang.” Terdengar teriakan dari bapak-bapak dengan suara yang parau.

“Pergi! Jangan ganggu!” Si nenek tiba-tiba marah dan mengeluarkan suara yang berat.

Akupun langsung menoleh ke samping. Dan kulihat nenek itu sudah berganti rupa. Satu bola matanya terjulur keluar. Rambutnya yang putih memanjang hingga menyentuh tikar. Dari telinganya keluar banyak darah yg sangat berbau anyir. Aku sangat kaget dan ketakutan. Hingga akhirnya aku hilang kesadaran.

***


Aku terbangun. Kucoba membuka mataku yang terasa berat. Kulihat di sekelilngku, ada teman-temanku dan juga ada beberapa orang lainnya.

“Alhamdulillah Rangga!” Nabila memelukku. Terdengar ada isak tangis di suaranya.
Aku kebingungan dan tak bisa berkata-kata.

“Untung aja Bro, kamu bisa dibawa pulang. Coba kalo gak ada Pak Heri ini, mungkin lu gak bakal balik selamanya.” Bayu berbisik pelan kepadaku.

“Elu tadi kesasar di alam lain. Pak Heri ini orang pintar yang nyariin lu.”

“Beliau tadi bermeditasi. Kemudian mengarahkan kita untuk nyari ke arah selatan”

“Dan akhirnya elu ketemu lagi pingsan di deket bibir jurang.”

“Nyaris aja Bro!”

Aku masih kebingungan. Setelah kucoba mengingat kembali, baru aku teringat wajah si nenek. Akupun tersadar, bahwa yang kujumpai bukanlah manusia. Aku juga jadi teringat, bagaimana bisa si nenek tahu namaku, padahal aku belum pernah menyebutkannya.

Tapi apapun itu, aku bersyukur kini sudah berada di samping teman-temanku lagi.

“Sudah jangan dipikirkan. Sekarang kamu istirahat dulu ya..” Seorang bapak-bapak yang ada disampingku berbicara. Aku ingat dengan suaranya.

“Terimakasih banyak ya Pak.” Aku coba berkata dengan sisa tenagaku.

Beliau tersenyum, dan mengelus lembut tanganku.

TAMAT

Quote:





Tetap Semangat, Tetap Bernafas, dan YNWA
Diubah oleh sekottk 27-09-2019 10:33
nona212Avatar border
eja2112Avatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
4K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan