Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kenzie16465Avatar border
TS
kenzie16465
Akar Rimang Saat Mendaki Di Gunung Ungaran, Semarang




"Yesss, akhirnya kita berangkat juga ke Gunung Ungaran.", ucap Kurniawan dengan penuh semangat dan bertingkah konyol seperti biasanya.

Melihat tingkah Kurniawan membuatku tertawa. Begitupun dengan Andre yang tertawa sambil memukul-mukul lengan Kurniawan.





Yaa, kami bertiga memang sudah jauh-jauh hari berencana untuk mendaki Gunung Ungaran setelah Ujian Akhir Nasional selesai. Siapa tau bisa mengurangi beban pikiran kita dan menjadikan pikiran kembali fresh.

Sebenarnya, kami bertiga belum pernah mendaki gunung sama sekali. Jadi, pengalaman ini adalah pengalaman pertama bagi kami bertiga. Itulah mengapa kami memilih untuk mendaki Gunung Ungaran saja, yang sampai saat ini terkenal dengan sebutan Gunung ramah pendaki. Selain itu, karena tempat tinggal kami pun masih berada di Semarang, jadi tidak begitu jauh.


***************


Hari Sabtu sekitar pukul 1 siang, setelah berkemas-kemas dan mempersiapkan semua kebutuhan mendaki, dengan menggunakan motor kesayangan, aku pun berangkat ke rumah Andre yang kebetulan lebih dekat dari rumahku.

Kurang lebih 15 menit perjalanan, akhirnya aku sampai di depan rumah Andri.

"Permisi buk, Andri nya ada?", tanyaku kepada seorang ibu yang kebetulan itu adalah ibu-nya Andri.

"Itu, Andri nya ada di dalam sedang berkemas-kemas, tunggu di dalam saja!", jawab ibunya Andri.

"Bentar bro, lagi berkemas nih. Masuk aja!", teriak Andre dari dalam rumah.

Akhirnya, saya pun masuk dan menunggunya di ruang tamu. Sambil menunggu, aku mengirim pesan ke Kurniawan lewat whatsapp. "Wan, udah berkemas apa belum? Bentar lagi aku sama Andre berangkat ke rumahmu.", demikian isi pesan whatsapp yang ku kirim ke Kurniawan.

Tak lama kemudian, Andre muncul dari dalam dan mengajak aku untuk berangkat ke rumah Kurniawan. Kami berdua pun berpamitan ke ibunya Andre dan langsung ke rumah Kurniawan. Sekitar 30 menit perjalanan aku dan Andre tiba di depan rumah Kurniawan. Ternyata, Kurniawan sudah menunggu kami di depan rumah.

"Lama banget sih kalian, habis dandan ya?", ucap Kurniawan setelah melihat kami berdua.

"Enak aja, Andre tuh yang kelamaan berkemasnya", jawabku membela diri.

"Dari pada kelamaan debat, yuk kita berangkat! Ntar kesorean.", kata Andre sambil turun dari motorku.

"Yaudah ayook! Ini motorku taruh mana Wan?", tanyaku kepada Kurniawan yang kebetulan rumahnya berada di lereng Gunung Ungaran.

"Masukkin ke dalam aja Ko, ntar kunci motornya taruh di kamarku!", kata Kurniawan.


***************


Setelah memasukan motor dan minum segelas teh yang sudah di siapkan Kurniawan, kami bertiga melakukan perjalanan dengan berjalan kaki dengan penuh semangat. Karena selama perjalan kami bertiga sangat menikmatinya, tak terasa sampai juga di daerah kebun teh atau peromasan. Karena sudah hampir tiba waktunya maghrib, kami memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu di daerah peromasan tersebut dan melanjutkan perjalanan setelah isyak. Kami pun ikut sholat berjamaah di salah satu masjid yang ada desa peromasan tersebut.





Sesuai dengan rencana kami tadi, setelah sholat isyak, kami melanjutkan perjalanan. Sebelumnya, kami bertanya kepada salah seorang yang tinggal di desa tersebut.

"Permisi pak, kalau mau ke puncak lewat jalur mana ya?", tanyaku kepada salah seorang penduduk.

"Lewat jalur itu dek, ikuti saja jalan itu, sekitar 30 menitberjalan kaki kalian akan tiba di puncak.", kata beliau sambil menunjuk jalur yang di maksud.

"Baik pak, terima kasih.", jawabku.

Setelah mendapatkan informasi, sekitar pukul 8 malam kami bertega pun berkemas dan bergegas melanjutkan perjalanan kembali. Tak ada rasa aneh dan takut sedikitpun diantara kami bertiga. Kami berjalan menyusuri jalur sambil ngobrol tentang berbagai hal.

Tiba-tiba, aku merasa ada yang aneh dalam perjalanan kami. Aku mengambil ponsel yang ada di sakuku dan melihat jam yang tertera. Aku kaget begitu melihatnya, jam menunjukan pukul 9 malam.

"Hah, kok bisa? Pantes saja aku merasa perjalanan kok lama sekali dan gak nyampai-nyampai.", ucapku dalam hati.

Tanpa memberi tahu kedua sahabatku, aku mencari sesuatu yang mungkin bisa menjadi patokanku. Akhirnya aku menemukan salah satu pohon, dan meminta kedua temanku untuk berhenti dulu.

"Wan, Ndri. . . .tunggu sebentar, kita berhenti dulu disini!", kataku supaya mereka berhenti dan menungguku.

"Kenapa, ko? Kok berhenti, capek?", kata Andri.

"Iya nih, kaki ku pegel banget.", jawabku supaya mereka juga berhenti.

Kami pun berhenti dan duduk sambil menghidupkan sebatang rokok yang kami bawa dari rumah. Dalam istirahat, tanpa sepengetahuan kedua temanku, aku mengambil batu kecil yang ada di dekatku. Dengan batu tersebut, aku menggores pohon yang ku jadikan senderan duduk dan menulis huruf depan nama ku yaitu 'E' (Eko).

Setelah huruf 'E' terbentuk, aku mengajak kedua temanku untuk melanjutkan perjalanan.

"Udah gak pegel nih, yukk kita lanjutin!", ucapku mengajak kedua temanku.

"Ayokk....", jawab Kurniawan dengan penuh semangat.


***************


Benar saja, setelah berjalan lumayan lama, aku kembali melihat pohon yang mirip dengan pohon yang tadi aku beri tanda huruf 'E'.

"Woy, bentar dulu deh!". Teriakku menghentikan Andri dan Kurniawan.

"Ada apa lagi Ko, mau berhenti lagi? Nanggung, paling bentar lagi juga udah nyampe kok.". Kata Andri memotong kalimatku.

"Nyampe kepalamu? Kalian ngerasa ada yang aneh gak sih?". Kataku meneruskan kalimatku yang terpotong.

"Iya sih, kayaknya kok lama banget ya perjalanannya? Bukannya kata bapak-bapak tadi sekitar 30 menit berjalan kaki nyampe di puncak?". Jawab Kurniawan yang juga merasakan hal yang sama denganku.

"Coba sekarang lihat jam di ponselmu!". Kataku menyuruh Kurniawan melihat ponselnya.

Kurniawan pun kaget karena melihat jam yang menunjukkan pukul 9 lewat 17 menit.

"Lohh, udah jam 9 lewat kok kita belum nyampe juga ya?". Kata Andri keheranan.

"Aku merasa kok kita udah melewati jalan ini lebih dari 2 kali ya?". Ucapku terhadap kedua temanku.

"Masak sih, kamu yakin Ko?". Jawab Andri.

"Yakin, kalian ingat gak tadi waktu aku meminta kepada kalian untuk istirahat? Bukannya kita istirahat di sini? Tadi sewaktu istirahat, tanpa sepengetahuan kalian aku membuat tanda huruf 'E' di pohon itu.", kataku sambil menunjuk salah satu pohon.

"Untuk memastikannya coba kita lihat bersama, bener ada tanda yang kamu buat atau tidak.", jawab Kurniawan.

Setelah sampai di pohon tersebut, kami semua kaget. Benar saja, pohon tersebut terdapat tanda huruf 'E' yang tadi aku buat.

"Wahh, ada yang gak beres nih, berarti dari tadi kita hanya muter-muter di sini saja.", kataku

"Duhh, gumana nih? Kata Kurniawan panik.

Dalam suasana yang gelap gulita dengan keadaan panik yang luar biasa, tiba-tiba Andri berkata, "Udah, tenang, jangan panik. Karena jika kita panik, kita tidak akan bisa berfikir jernih. Mending kita berdoa saja!", berusaha menenangkan kami.

Karena diantara kami bertiga Andri lah yang paling pinter soal agama, akhirnya Andri memimpin doa sedangkan aku dan Kurniawan yang mengaminkan.

Tetap dalam suasana yang panik, setelah berdoa kami bertiga melanjutkan perjalanan. Alhamdulillah kami bertiga sampai di puncak sekitar pukul 10 malam.

Setibanya di puncak, kami melihat ada satu tenda yang sudah berdiri yang ternyata itu adalah tenda milik 4 orang yang sudah tiba lebih awal dari kami.

Sambil di bantu dengan 4 orang tersebut, kami pun mendirikan tenda tepat di samping tenda nya. Setelah tenda berdiri kami berbincang banyak hal. Dari perbincangan tersebut, akhirnya kami mengetahui bahwa mereka tiba di puncak sekitar pukul 4 sore tadi dan berasal dari Desa Kahuripan daerah Mijen. Cukup dekat dengan tempat tinggalku.

Tak lupa juga, kami menceritakan semua pengalaman aneh yang menimpa kami selama perjalanan. Menurut mereka, kami mengalami hal yang disebut dengan akar rimangkarena sebelum melakukan perjalanan kami tidak berdoa.

Memang benar, karena terlalu bersemangat, kami lupa berdoa sebelum berangkat. Mereka menasehati kami untuk berdoa sebelum melakukan pendakian. Karena, meski pun Gunung Ungaran ini adalah gunung ramah pendaki, tetap saja menyimpan hal-hal mistis dan misteri yang tidak kita ketahui.

Setelah berbincang cukup lama, akhirnya kami pun tidur di tenda masing-masing. Paginya setelah menikmati sunrise dan sarapan, kami semua mengemas barang-barang kami dan pulang. Kami turun bersama-sama dengan 4 teman baru tadi.





Begitulah pengalaman saya pribadi saat mendaki di Gunung Ungaran Semarang bersama kedua sahabatku yang tak akan terlupakan sampai kapanpun.


Spoiler for TS:
sebelahblogAvatar border
infinitesoulAvatar border
zafinsyurgaAvatar border
zafinsyurga dan 8 lainnya memberi reputasi
9
896
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan