Pertengahan bulan Agustus tahun 2019 ini, hari dimana menjadi kegembiraan seluruh rakyat Indonesia atas perayaan kemerdekaan ke 74 tahun, harus diwarnai dengan terjadinya peristiwa tak mengenakkan yang melukai jati diri bangsa.

Entah bagaimana awal kronologis sebenarnya, tagar rasisme viral dimana-mana. Banyak lini berita mengangkat tragedi "Rasisme di Surabaya". Hingga berlanjut dengan adanya kerusuhan dan demo di beberapa titik kota di Indonesia.
Apa yang terjadi ?

Kata rasisme lebih mudah dipahami sebagai perlakuan berat sebelah atau merasa ras suku sendiri lebih baik dari ras lainnya. Sehingga timbullah "gap" atau pengkotak-kotakan. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi di Indonesia, suatu negara dengan sila ke-3 nya yaitu "Persatuan Indonesia". Dimana persatuan harus dijunjung tinggi oleh seluruh warga negaranya.

Warga negara menjadi bagian penting terciptanya suasana kondusif dari berbagai permasalahan yang ada. Dari tragedi rasisme di Surabaya, kita dapat mengambil suatu pelajaran berharga mengenai bagaimana seharusnya kita sebagai warga negara bersikap dalam mendapatkan sebuah informasi.



1. Positive thinking. Apapun yang terjadi, bagaimanapun permasalahannya, kita harus mampu berpikir positif, menelaah dengan kepala dingin. Jangan serta merta menghakimi.

2. Cross check. Jangan langsung memberikan penghakiman atau label negatif, tapi lakukanlah pemeriksaan, apakah benar seperti yang diberitakan? Bagaimana kronologinya? Siapa saja yang terlibat langsung? Adakah saksi? Sebisa mungkin dapatkan info dari berbagai pihak sebelum bertindak.

3. Musyawarah mufakat. Bila terbukti adanya hal-hal yang tidak sesuai, maka lakukanlah musyawarah, selesaikan dengan cara kekeluargaan terlebih dahulu. Bukankah itu yang diajarkan saat kita Sekolah Dasar dulu gan sist?

4. Junjung rasa persatuan. Bila kita sama-sama merasa menjadi satu, maka sehebat apapun permasalahannya, pastilah akan berujung damai tanpa adanya saling hantam ataupun terlibat percekcokan. Karena seyogyanya kita bersaudara setanah air.