Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ebipoAvatar border
TS
ebipo 
Pintu Hati Yang Terbuka Kembali



Hingar bingar dunia malam ditambah kerlap kerlip lampu disko serta ditemani beberapa alunan nada bit musik yang di mainkan oleh DJ menemaniku hampir tiap malam. Diskotik yang penuh dengan pakaian seksi menggoda syahwat nafsu pria menjadi kehidupan keduaku untuk melepas stres hanya sekedar bersenang-senang bersama sahabat.

Bicara mengenai virgin, entah kenapa aku belum pernah sekalipun terbujuk rayuan semua pria. Ada sesuatu hal yang mengganjal di hati untuk mempertahankan virginitas, apakah itu? Aku masih bertanya dalam hati kecilku.

Kenalkan aku Vania Mahardita, seorang mahasiswi baru Fakultas Bisnis dan Manajemen di salah satu Universitas di Bandung. Anak bungsu dari dua bersaudara yang paling suka membuat khawatir. Orang tuaku merupakan seorang pengusaha yang terbilang sukses di Bandung.

Kehidupan yang glamour di tambah pergaulan yang bebas membuatku jauh dari suatu kewajiban tanggung jawab sebagai wanita muslimah. Aku selalu hampir tak pernah sujud syukur menghadap Allah Swt.

Hari ini aku hanya bersantai di rumah dimana hari sabtu kemarin sudah keliling di sekitar kawasan wisata Jogja. Melihat Papah dan Mamah sedang santai di ruang keluarga. Akupun menghampiri mereka.

"Pah..." Panggilku.

"Ada apa sayang?"

"Semua administrasi dan kelengkapan buat besok kuliah sudah beres?"

"Sudah sayang, anakku yang paling manja tinggal datang besok ya."

"Ahh makasih Papahku yang paling ganteng." Kataku senang sembari duduk di sofa.

Lemon tea hangat yang ku ambil dari dapur, aku minum setelah duduk di samping Papah.

"Van.." Panggil Papah.

"Anak sahabat bisnis Papah juga masuk Universitas yang sama loh Van, satu Fakultas juga."

"Hmmm.." Gumamku.

"Namanya Juna Mahendra, seorang anak yang memiliki pemikiran serta pandangan ke depan dimana sudah masuk ke dalam tahap lebih dewasa dari kamu yang suka hura-hura." Kata Papah menjelaskan.

"Papah harap kamu berteman baik dengan Juna, terlebih menjadikannya jodoh kamu." Ucap Papah yang membuatku terkejut.

"What??? Jodoh." Sahutku kaget.

"Mamah juga setuju loh Van." Mamah ikut menanggapi.


Suasana pagi hari yang tak biasa menurutku. Papah bukan tipikal orang yang suka bercanda, jadi apa yang Papah jelasin ini pasti ada sesuatu rencana. Tapi apa masih pantas jaman sekarang ada perjodohan seperti Siti Nurbaya.

Gawat ini beneran gawat. Kalau mereka berdua sudah kasih ultimatum seperti ini, fix pasti ada sesuatu yang membuat mereka begitu yakin. Juna Mahendra, aku penasaran seperti apa dia sebenarnya yang bisa merebut hati Papah dan Mamah.

Malam minggu, malamnya anak muda. Itulah yang sudah direncanakan malam ini buat bersenang-senang bersama geng cantik. Ruangan yang penuh dengan full musik, berbagai macam tampilan khas barte yang melayani minuman yang sudah bercampur alkohol. Inilah nikmatnya dunia yang selalu membuatku melepas stress beban pikiran.

"Nah sampai nih tempatnya gengs." Ucapku.

"Wah kaga salah nih Van?" Tanya Diandra.

"Ini terlalu mahal loh Van harga minuman disini." Kata Dea.

"Parah nih mana uang kurang." Ucap Gita yang duduk paling belakang.

"Van, yakin nih mau masuk?"

"Ahhh please geng, hari ini khusus aku yang traktir." Ucapku seketika membuat mereka tersenyum.


Satu per satu dari geng cantik keluar dari mobil yang sudah terparkir, semua pakaian mereka seksi terkesan mewah apalagi pakaianku yang sengaja kasih belahan lebih di bagian dada. Masuk ke dalam diskotik disambut beberapa musik yang khas terdengar biasa di telingaku, kerlap kerlip lampu disko dan banyak pasang mata yang melihat lima bidadari seksi ini melangkahkan kaki menuju bar tempat minuman berada. Sampai disana langsung ku suruh pesan sesuai yang mereka mau.

"Glen, biasa tapi tambahin dikit panas ya."

"Tumben neng pesen yang panas?"

"Pengen nyoba." Ucapku senyum.


Minuman sloki kecil langsung ku minum mengalir deras masuk ke dalam tenggorokan, panas iya sensasi pertama yang di rasakan badan menjadi hangat. Malam ini menjadi malam bahagia melepas lagi sensasi mood yang naik turun.

***

Pagi hari berkumandang adzan subuh, aku rebahkan tubuh yang penuh dengan bau alkohol di kasur yang empuk. Terdengar sayup-sayup langkah kaki menuju ke kamarku.

"Astaghfirullah Vania." Ucap Mamah terkaget.

"Apa Mah? Vania baru nyampe, ini juga masih ngantuk berat." Sahutku setengah sadar.

"Mamah mau ngajakin sholat subuh." Kata Mamah sembari mendekatiku. "Bau alkohol!!!" 


"Malas Mah."

"Ini sudah keterlaluan Vania."

"Apaan sih Mah"

"Ingat! Kamu harus ketemu sama Juna hari ini." Kata Mamah sembari keluar kamarku.

"Juna, Juna, Juna??" Gumamku terlelap tidur.


Entah kenapa minggu pagi terasa Mamah sudah marah dan kesal, apa aku salah? Bukannya ini seperti yang biasa ku lakukan setiap akhir malam minggu pulang pagi buta. Arghh... Kenapa aku bingung dengan cowok yang bernama Juna? Shitt!!!

Pagi menjelang siang, aku terbangun dengan kondisi tubuh yang masih mengeluarkan bau alkohol di tambah rambut panjang yang berantakan. Aku yang langsung teringat hari ini mau ketemu Juna langsung menuju ke kamar mandi.

Ahh... Segar memang selepas mandi, sudah wangi dan bau alkohol hilang. Tampil casual di tambah rambut panjang yang sengaja ku kuncir belakang. Menuruni tangga lantai dua menuju ke lantai bawah ruang keluarga, aku melihat Papah dan Mamah yang sedang asik bercanda gurau.

"Papah, Mamah." Panggilku sembari melangkahkan kaki.

"Mah.. Coba lihat  Vania tumben  bangun jam segini?" Tanya Papah.

"Mamah yang nyuruh Vania ketemu Juna hari ini." Jawab Mamah.

"Hayo, Vania denger loh."

"Mamah sudah di kasih info Bundanya, sekarang Juna lagi ada di kampus."

"Juna ngapain Mah ke kampus? Bukannya ini hari minggu?"

"Sudah di bilang pemikiran Juna sama kamu itu beda jauh. Foto sama nomor hp sudah Mamah kirim ke kamu ya." Ucap Mamah sambil tersenyum.

"Mamah ihhh. Ya sudah, Vania mau pamit ke kampus." Kataku pamit melangkahkan kaki keluar rumah menuju mobil.


Perjalanan menuju ke kampus sekitar sepuluh menit, sampai disana aku arahkan mobil masuk ke selasar depan untuk parkir. Hanya ada mobil berwana merah dan beberapa motor yang parkir disini.

"Hufft... Harus ya ketemu langsung sama Juna disini." Kataku sembari melangkahkan kaki masuk ke dalam kampus.

Melihat ke sekeliling hanya menemukan ruangan yang masih kosong, aku langkahkan kaki mencari seorang yang bernama Juna. Entah sudah berapa lama melewati lorong ruangan, aku belum menemukannya. Kesal perasaan pertamaku hari ini dimana kampus masih kosong sepi.

"Apa aku coba tanya sama senior yang lagi main basket tadi ya." Batinku.

Aku balik menuju tempat dimana beberapa senior sedang bermain basket.

"Permisi.." Suara lembutku yang mengalihkan mereka.

"Eh cewe cantik tuh." Mereka saling berbisik.

"Iya teh ada apa?" Salah satu dari mereka bertanya.

"Cuma mau tanya bang, ada yang melihat cowok yang bernama Juna?" Tanyaku memastikan.

"..." Mereka semua saling pandang.

"Juna maba baru ya mbak."

"Iya bang, bener Juna Mahendra maba baru disini. Ada yang tahu dia sekarang dimana?"

"Barusan sih disini, tapi dia langsung pamit bilangnya mau ke perpustakaan."


Dapat info tentang Juna, aku langsung pamit sama mereka. Bukan mau basa-basi lagi namun aku risih dengan pandangan mata mereka yang melihatku.

"Ngapain ke perpustakaan coba? Apa dia kutu buku ya." Batinku.

Dengan terpaksa masuk ruangan sunyi ini dan apa yang di dapat pertama kali masuk. Hanya ada beberapa mahasiswi yang sedang membaca.

"Huffft... Tuh kan dia tidak ada." Kataku kesal.

Kalau bukan Mamah sama Papah yang nyuruh kesini mana mau coba, tapi mana sih orangnya. Aku buka tas lalu mengambil hp yang sudah banyak notif dari geng cantik, baca satu persatu dengan sedikit tertawa.

"Permisi mbak, boleh duduk disini ya?" Tanya seorang cowok yang mengagetkanku.

Diam tak bersuara hanya anggukan kepala yang menandakan boleh. Eh.. Aku baru sadar setelah meliriknya, cowok ini kan yang sama persis dengan foto yang di kasih Mamah. Ya ampun jadi ini alasan Mamah suruh ketemu langsung.

"Juna.." Ucapku lirih.

Hei Vania, kamu kenapa seperti tak mampu berucap? Ini seorang cowok yang belum kamu kenal loh. Tapi perasaan ini beda, jujur baru kali ini melihat sorotan mata seseorang beda dengan cowok biasanya.

Sebelum ku putuskan buat sekedar basa-basi, dia seperti menerima panggilan telepon lalu keluar ruangan. Aku lihat tadi dia sedang fokus membaca buku bersampul biru.

"Ambil ahh.." Pikirku santai.

Aku putuskan keluar ruangan yang sunyi ini, Melihat dia di luar masih menerima telepon. Aku langkahkan kaki dengan cepat menuju ke tempat parkir mobil. Perasaan hati yang khawatir kalau dia tahu bukunya di ambil. Beribu maaf ya Juna.

Suara mesin mobil yang sudah di nyalakan, aku putuskan untuk langsung pulang ke rumah. Pada hal tadi ada janji keluar sama geng cantik tapi entah mengapa aku harus pulang ke rumah sekarang.

"Papah, Mamah." Panggilku sembari melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah.

"Tumben nih anak Mamah pulang jam segini." Kata Mamah menyindirku.

"Iya nih Mah, gimana sudah ketemu Juna?" Tanya Papah.

"Belum lihat Pah, tadi Vania sudah keliling di kampus tapi masih belum ketemu." Jawabku berbohong.

"Terus kenapa sudah pulang duluan, tungguin Juna sebentar kan bisa."

"Ya ampun Mah, disana itu sepi banget tahu ishh. Makanya Vania langsung pulang dulu."

"Udah ahh, Vania mau ke atas. Masih ngantuk mau tidur."


Maaf ya Mah, bukannya tak mau jujur mengenai pertemuanku dengan Juna. Tapi aku malu mengakui pilihan Mamah yang sekarang membuat hati yang gelap ini perlahan ada setitik cahaya yang menerangi.

Di dalam kamar, aku menikmati kata per kata yang sudah tertulis menggunakan tinta berwarna biru menjadi sebuah kalimat yang terdengar seperti curhatan perasaan hati seorang wanita.

"Ini bukannya buku diary?" Gumamku.

Halaman terakhir buku ini, aku menemukan sebuah foto seorang wanita cantik yang mempunyai rambut panjang terurai dengan nama yang sudah tertulis di bagian bawah foto "Vena Octaviana Raesma Avrillia".

"Ceweknya Juna cakep juga, tapi kok wajahnya mirip aku ya?" Batinku.

Sebelum menutup buku diary milik Vena, Aku menemukan sebuah goresan pena yang berbeda menggunakan tinta warna hitam.

Quote:


Aku tak sanggup membayangkan betapa beruntungnya mereka berdua yang saling mencintai dengan tulus, berbeda denganku yang hidup masih terasa kelam.

***

Sinar mentari menyambut pagi hari, suasana di hari senin yang menyebalkan. Aku bergegas mandi dan harus mempersiapkan ini itu untuk keperluan kuliah. Hari pertama masuk kuliah, aku awali dengan terlambat haha bodoh amat.

"Permisi Pak, maaf terlambat." Ucapku santai.

Beruntung aku masih di maklumi hari ini karena baru pertama kali masuk, aku di persilahkan memperkenalkan diri di depan seperti mahasiswi pindahan karena kemarin ijin tidak masuk waktu ospek berlangsung.

Pesonaku hari ini buat menarik hati Juna, aku sengaja membuat rambut ini terurai panjang seperti Vena. Benar saja Juna yang sedari dari mendengarkan musik lewat headset, langsung teralihkan ketika pertama kali melihatku.

"Salam kenal, Vania." Ucapku sambil mengulurkan tangan.

"Sudah tahu di depan tadi, panggil Juna."


Ahh senang rasanya duduk di samping Juna, tunggu dulu tapi kenapa dia dari tadi mencuri pandangan ke arahku. Argh... Ingat Vania, dia sudah ada yang punya? Kamu tidak bisa seperti Vena yang sudah sempurna di mata Juna.

"Huft... Akhirnya selesai juga hari ini." Gumamku.

Sebentar, aku baru ingat tadi dapat notif pesan dari geng cantik. Mereka mengajakku malam ini untuk bersenang-senang di tambah Diandra yang mengajak beberapa kenalan cowok mahasiswa baru.

Gelapnya malam, aku pamit ke Papah dan Mamah mau pergi seperti biasanya dan tak lupa juga memberitahu banyak yang ikut. Awalnya mereka tidak setuju setelah mengetahui ada beberapa cowok yang ikut, tapi dengan bujuk rayu akhirnya luluh juga.

Pergi sendirian di malam hari sudah terbiasa buatku, mengarahkan mobil sesuai arahan dari Diandra menuju ke suatu tempat yang biasa. Sampai tempat tujuan aku langsung mencari tempat parkir, perlahan melangkahkan kaki menuju arah masuk.

Disana aku lihat mereka semua sudah sampai tak terkecuali para cowok yang ikut. Sebenarnya ada suatu perasaan di hati yang kurang enak, kenapa mereka harus membawa para cowok itu? Entahlah bingung.

"Nah tuh Vania."

"Van...." Ucap Diandra melambaikan tangan.

"Nah ini yang namanya Vania guys." Kata Dea yang langsung memperkenalkanku.

"Hai semua." Ucapku sedikit malas setelah melihat pandangan mata mereka.


Masuk ke dalam sebuah diskotik yang penuh dengan bau alkohol, aku langsung melangkahkan kaki menuju tempat pelayan bar yang sudah biasa melihatku disini.

"Don, biasa tapi panasin dikit."

"Siap non."

"Ahhh.." Sensasi hangat minuman.

"Van, kita karaoke yuk di ruang sebelah?" Ajak Diandra.

"Iya nih mumpung ada banyak orang yang ikut." Tambah Dea.

"Para cowok juga setuju loh Van." Ucap Gita.

"Kuy langsung guys kita masuk ke dalam." Jawabku semangat dimana inilah yang menjadi suatu kejadian yang tak mungkin terlupakan.


Masuklah kita kedalam ruangan yang khusus karaoke, bayangkan lima orang cowok dan lima orang cewek satu ruangan karaoke yang lumayan besar. Menyanyikan lagu satu per satu yang sudah kita minta tadi dengan senangnya, sempatku melihat satu diantara para cowok berbisik dan salah satu dari mereka keluar ruangan.

"Ahhhh capek nih mana haus lagi." Ucapku.

"Iya nih sama juga." Tambah Diandra.

"Nih udah kita pesenin tadi." Sahut seorang cowok yang kasih minuman.

"Makasih ya." Ucapku tersenyum.


Lanjut karaoke lagi nih walaupun suara kita semua fals namun tetap hajar semua lagu. Selang berapa lama aku merasa pusing hebat hampir pingsan, entah apa yang ku rasakan kali ini berbeda dengan biasanya.

"Pusing arghh.." Keluhku.

"Sama nih." Sahut mereka berempat.

"Ini kenapa semua cewek merasa pusing hebat seperti orang teler." Batinku.

"Kamu kenapa Van?" Tanya seorang cowok.

"Pusing." Sahutku yang sudah setengah sadar.

"Kita anter kalian semua balik ya?"

"Boleh." Ucapku tak kuasa melangkah kaki.


Terhuyung langkah kakiku menuju ke arah parkiran mobil. Tapi aku yang masih setengah sadar merasa aneh, ini bukan jalan menuju mobil yang terparkir di depan. Aku tak bisa melawan karena merasa pusing berat dan hanya bisa pasrah kemanapun mereka membawaku.

Di hempaskannya tubuhku masuk ke dalam mobil oleh seorang cowok, aku melihat samar-samar wajah mereka yang sedang tersenyum jahat.

"Aku mau turun minggir." Ucapku protes tapi apa daya mereka hanya tertawa.

"Haha, malam ini kita akan bersenang-senang." Tawa jahat mereka semua yang menghalangiku turun mobil.


Aku terdiam takut dengan perasaan hati yang berkecamuk dengan posisi keadaan yang sama sekali tidak menguntungkan. Mana mungkin aku seorang diri bisa melawan mereka? Suara mesin mobil yang sudah siap melaju entah kemana, kesadaranku perlahan mulai menghilang. Sayup-sayup lirih terdengar suara seseorang yang tak asing sebelum aku benar-benar pingsan malam itu. 
***

Ayam berkokok yang menandakan pagi hari yang cerah. Perlahan membuka mata, aku tersentak kaget sekarang ada dimana. Hanya teringat kejadian malam itu seperti apa tapi kenapa sekarang aku terbangun di atas sebuah tempat tidur dengan dinding berwarna putih. Tak terasa bulir air mata turun mengingat kejadian semalam.

"Maafin Vania Mah." Sebuah rasa penyesalan di hati.

Terdengar suara pintu yang terbuka, masuklah seorang ibu paruh baya membawakan makanan beserta minuman.

"Alhamdulilah Mbak sudah sadar."

"Eh... Ibu siapa dan sekarang aku sekarang ada dimana?"

"Mbak sekarang ada di rumahnya Juna."

"Hahh.. Juna? Kok bisa."

"Juna yang bawa Mbak kesini dalam keadaan pingsan."


Aku masih tak percaya, rumahnya Juna. Dia yang menyelamatkanku?

Menyantap makanan bubur yang di buatkan ibu tadi yang ternyata salah seorang pembantu rumah tangga. Sekuat tenaga ku coba melangkahkan kaki ke luar kamar dengan kepala yang masih pusing. Aku melihat Juna yang sedang duduk di sofa sedang menerima panggilan telepon.

"Juna.." Panggilku.

"Eh Van, sudah bangun ya."

Aku langsung memeluknya, tak kuat menahan air mata ini. "Hiks hiks."

"Sudah Van sudah, anggap saja kejadian ini sebagai cobaan."


Derai air mataku yang masih mengalir deras di dalam pelukan hangat dari Juna. Aku masih takut dengan kejadian semalam, tak di sangka mereka melakukan tindakan keji tersebut.

"Terima kasih Juna."

"Berterima kasihlah sama mamah kamu."

"Mamah?"

"Iya, bersyukurlah perasaan hati dari seorang Ibu yang sudah menyelamatkan kamu malam itu."


Penjelasan dari Juna membuatku diam tak berkutik, sebelum pamit aku memang sedikit berdebat dengan Mamah. Berawal dari itulah Mamah menelponnya untuk meminta bantuan, Juna yang baru sampai di tempat melihatku sempoyongan masuk ke dalam mobil bersama beberapa pria. Juna akhirnya berhasil menghentikan mobil tersebut.

"Van, perlu kamu tahu jika manusia melakukan suatu hal yang salah tapi membuat mereka hanyut dalam kesenangan maupun kebiasaan yang di anggap benar. Kita akan di buat terus melakukan kesalahan tersebut sampai suatu saat di tunjukkan bahwa apa yang dilakukannya selama ini keliru. Kamu sudah masuk tahap seperti itu, dari kejadian inilah seharusnya membuatmu berpikir. Pintu taubat masih terbuka lebar Van, apalagi kamu sebagai seorang wanita yang beragama islam.

Sudah kewajiban setiap muslim saling mengingatkan, Allah Maha Pengampun dan Pemaaf segala perbuatan yang termasuk dalam dosa kecil maupun besar. Apa kamu tidak mempunyai rasa malu kepada calon imammu nanti jika kebiasaanmu masih seperti ini? Kalau surga ada di bawah telapak kaki Ibu, apa mungkin masih ada surga di bawah telapak kaki seorang wanita yang akan menjadi Ibu seperti kamu. Maaf Van jika menyinggung perasaanmu."


Bergetar seluruh hati dalam diriku, aku terdiam malu tak sanggup berkata apapun lagi mendengar perkataan dari Juna.

"Maaf.."

"Minta maaf lah sama kedua orang tua yang sudah melahirkan dan merawatmu. Coba kamu lihat kebelakang." Junapun tersenyum.


Berat hati menoleh, Aku dapati Mamah dan Papah terdiam sedang menyeka air mata di belakangku.

"Maafin Vania Mah, maafin Vania Pah." Aku langsung memeluk Papah dan Mamah serta meminta maaf segala kesalahan yang pernah ku buat selama ini.

"Mah, Pah. Aku berjanji akan menjadi seorang wanita muslimah sesungguhnya mulai sekarang dan untuk Juna terima kasih banyak telah membuka pintu hatiku yang selama ini tertutup gelapnya dunia malam."


Pagi menjelang siang, aku langsung kembali mengucapkan dua kalimat Syahadat yang menandakan keseriusanku dalam berhijrah kembali ke jalan Allah.

Quote:


Alhamdulilah ya Allah, terima kasih telah menunjukkan jalanku kembali. Aku akan menjadi calon Ibu yang baik buat anakku kelak nanti dan calon istri yang baik untuk kamu seorang pria yang bernama Juna Mahendra.

Bulan puasa Ramadhan 2019 merupakan bulan puasa ke 8 buatku, walaupun awalnya ada banyak cobaan silih berganti tapi alhamdulilah aku masih memegang teguh sebuah janji yang dulu terucap. Terima kasih untuk kamu wanita yang bernama Vena Octaviana Raesma Avrillia telah menitipkan Juna, aku akan selalu berdoa untukmu yang sudah berada di sisi-Nya.


simsol...Avatar border
istijabahAvatar border
anasabilaAvatar border
anasabila dan 20 lainnya memberi reputasi
21
5.3K
115
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan