GkaerthAvatar border
TS
Gkaerth
pembakaran cakrawala
fiksi

episodik

tanpa urutan chapter

pertarungan antar penjuru angin

percabangan cahaya

antek kekacauan



- - - - - - - -

      <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-familyemoticon-Swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-520092929 1073786111 9 0 415 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} .MsoPapDefault {mso-style-type:export-only; margin-bottom:10.0pt; line-height:115%;} @page WordSection1 {size:595.3pt 841.9pt; margin:70.9pt 70.9pt 70.9pt 70.9pt; mso-header-margin:35.45pt; mso-footer-margin:35.45pt; mso-paper-source:0;} div.WordSection1 {page:WordSection1;} -->
Gunung Anomalia


Di suatu negeri antah berantah, sebutir embun teruntai turun dari angkasa. Semut hitam yang baru saja berpapasan dengan semut hitam lainnya terhenti sejenak untuk kedua kalinya saat kemudian embun itu menghantam kepala semut itu.

Tak berapa jauh dari tempat semut itu berada, puluhan buldoser terlihat sedang diparkir di suatu pinggiran daerah pegunungan. Pagi itu masih terlalu dini bagi pengendali mesin atau kendaraan itu untuk kembali mempergunakannya. Ada sebuah mega proyek yang sedang berlangsung saat ini yang tak diketahui dan tak sedikitpun berkemungkinan untuk disadari bahkan sampai kapanpun oleh semut tersebut. Semut itu hanya melangsungkan apa yang dapat dilakukannya tanpa pertanyaan.

Sementara itu di suatu kediaman di pusat ibukota, seorang kepala dan pemimpin negeri itu sedang menimbang-nimbang sesuatu
“Sudah lama aku berada di suatu koordinat di masyarakat ini, walau jika ternyata tak kukehendaki sepenuhnya, tetapi kenapa aku masih disini?.”
Kerendahan hatinya menghendaki untuk berada di tempat itu selama yang dia bisa. Tetapi masih ada pula yang membuat dia kurang berkehendak sehingga pada akhirnya nanti dia akan melakukan langkah yang berbahaya.

Manusia tersebut bernama Wagiman. Dia terpilih menjadi pemersatu masyarakat setelah beberapa tahun lalu pemilihan kepala negara tak lagi masuk akal bagi warga negara tempat ia berdiam saat ini.
Wagiman adalah seorang pengembara. Seluruh hidupnya dihabiskan untuk berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya sebagai bukan siapa-siapa.
Tetapi di daerah tempat ia berdiam untuk sementara waktu memang selalu terjadi perubahan pada alam, entah menjadi  muncul tanaman baru atau anak sungai yang memancar entah darimana.
Masyarakat setempat-pun tak banyak mengenal Wagiman. Tetapi satu dan dua orang mengingatnya dan menjadikannya legenda setempat walau secara tertutup dan tak ada keinginan bagi mereka yang mengetahuinya untuk menyebarkan keberadaan Wagiman.
Hingga pada suatu ketika terjadi perpecahan masyarakat yang memaksa tiap kelompok untuk bermusyawarah mencari jalan keluar akan sesuatu yang harus mereka tentukan tentang apa yang dimaksud pemimpin. Mereka masyarakat mulai mempertanyakan apakah mereka selama ini memang sudah memilih pemimpin ataukah mereka hanya dipilihkan sesuatu untuk dipilih. Maka dari pertanyaan tersebut terjadi pencarian yang sebenarnya. Belum lagi saat pencarian itu ternyata membuahkan hasil.
Ratusan kabupaten, ribuan kecamatan, puluhan ribu desa bermusyawarah ternyata 70% dari mereka menyadari kesamaan yang pernah terjadi di daerah mereka masing-masing yang terjadi beberapa saat sebelumnya dalam rentang waktu yang berbeda-beda.
Sesuatu yang tidak mungkin terjadi bila ditimbang dari rasio antara usia manusia dan jarak yang dapat ia tempuh dalam rentang waktu usia tersebut. Kecuali manusia yang diperbincangkan tersebut dapat membelah raganya. Selain itu, bukankah Tuhan bisa apa saja.
Suatu kebetulan pula saat ternyata mereka-mereka yang bermusyawarah adalah mereka yang ternyata mengingat keberadaan Wagiman.
Hingga pada pertemuan ketujuh belas dari para masyarakat. Kabar demi kabar mulai menyeruak ke khayalak ramai. Dari kabar tersebut mulai dicari letak dan pola terakhir pada suatu daerah yang terjadi perubahan aneh dengan lingkungan mereka, dalam artian positif.
Dari data dan pengalaman-pengalaman yang diproses oleh masyarakat tersebut, maka dapat diketahui bahwa tempat terakhir yang terjadi perubahan adalah Kabupaten Kanigara. Tepatnya naru saja terjadi sesuatu beberapa minggu lalu. Maka beberapa orang yang sebelum-sebelumnya mengenal Wagiman langsung menuju tempat tersebut.
Tepat 309 orang berangkat untuk melakukan pencarian keberadaan Wagiman. Selama 2 minggu lebih mereka berkeluyuran di lokasi tersebut. Hingga pada suatu siang, salah seorang dari mereka, yang sedang memperhatikan pekerjaan pembongkaran suatu bangunan yang sudah hancur memanggil beberapa temannya untuk memastikan. Disitulah mereka menemukan  Wagiman yang memang sedang menghancurkan bangunan
Wagiman tidak kaget ataupun heran saat puluhan hingga ratusan orang datang mengerumuninya, karena samar-samar memang wajah-wajah yang mengerumuninya sudah pernah ia lihat sebelumnya.
“Mau apa kalian kemari menemuiku?”
Maka orang-orang itupun menjelaskan maksud kedatangannya dan berniat mengajak Wargiman ke suatu tempat walaupun bukan pusat kota, tetapi menurut orang-orang tersebut adalah tempat yang lebih baik daripada ia harus berpindah-pindah dan dapat digunakan untuk pertemuan pertemuan bila diperlukan.
Berhubung Wagiman memang tidak punya tujuan yang pasti dalam waktu panjang kecuali menolong orang sebisanya, diapun menyetujui ajakan tersebut.
Di tempat itu mulailah dia disibukkan dengan musyawarah-musyawarah tentang berbagai hal pada suatu daerah yang dikemukakan dengan tak henti-hentinya oleh siapa saja yang datang sebagai perwakilan suatu daerah pada hari itu dan setiap hari.
Untungnya, walaupun dari pandangan orang yang tidak mengetahui siapa dirinya dia sama sekali tidak terlihat seperti orang yang memiliki kapasitas untuk melakukan pencarian solusi dari musyawarah-musyawarah yang terus berlangsung itu, tetapi masih saja solusi ternyata dapat ditemukan satu persatu sejak dia berada di tempat itu.
Mau tidak mau jangkauan permusyawaratannya semakin meluas dari daerah kecil, ke daerah yang lebih padat penduduk. Mau tidak mau sesuatu yang ditanganinya pun meningkat ke tahap yang lebih serius.

Hingga pada suatu siang hari, setelah dia mempertanyakan bertahannya dia di tempat itu, dia memutuskan untuk berjalan-jalan pada suatu taman. Di taman itu dia mencuri dengar sepasang pemuda dan pemudi berbincang bincang.
Seorang pemuda memegang bungkusan sampah di tangannya dan menanyakan pada perempuan di sebelahnya.
“Kamu tahu gak kira-kira ini berakhir di mana?
Perempuan di sebelahnya hanya menggeleng sambil melihat wajah pemuda itu dengan penuh tanya.
“Benda ini akan selalu ada dan tidak akan berakhir, laju produksinya di bumi kita terlalu kencang untuk bisa diatasi lagi.” Lanjut pemuda itu  sambil menyalakan api dengan korek gasnya dan membakar benda itu dan meletakkannya di tanah.
Perempuan di sebelahnya kemudian menutupi hidungnya dengan tangan kanannya sambil mengeluh karena bau pembakaran yang mulai diciumnya dan meminta kepada si pemuda untuk memadamkannya. Tetapi si pemuda tidak menurutinya.

Wagiman yang mendengar percakapan itu langsung seperti mendapat inspirasi. Dilangkahkannya kakinya untuk kembali ke kediamannya. Kenyataan akan keberadaan sampah hasil produksi memang benar adanya. Walau belum terlalu mengkhawatirkan, tapi tetap harus dicarikan solusi untuk permasalahan tersebut. Ditambah dengan permasalahannya sendiri, walau tidak terlalu tepat untuk dianggap sebagai masalah, dia ingin berhenti dari jabatannya saat ini dan kembali hidup bebas kesana-kemari.
Apalagi di penghujung perjalanan terakhirnya di Kanigara dia menaruh hati pada seorang perempuan. Perempuan yang walaupun bukan seorang guru, tetapi selalu dapat dia dapati sedang menemani anak-anak di bawah pohon di sekitar lapangan setiap hari. Anak-anak sekolah dasar itu pun senantiasa mendatangi perempuan yang itu tanpa perempuan itu pernah memanggil. Entah apa yang tengah mereka lakukan. Belum sempat dia mencari tahu, dia sudah harus pergi mengikuti ajakan pada saat itu.
Maka kemudian dikirimlah undangan pada perwakilan-perwakilan yang biasa bermusyawarah dengan Wagiman di tempat itu. Ketika mereka datang beberapa hari kemudian, maka diajukannya sebuah gagasan tentang permasalahan yang menyelimuti pikirannya untuk beberapa waktu lamanya itu.
Maka dijelaskanlah oleh Wagiman keinginannya untuk mencari solusi akan permasalahan mengenai sampah-sampah yang sudah tidak terkendali lagi dan untungnya para perwakilan memiliki kapasitas yang mencukupi untuk mewujudkan gagasan Wagiman tersebut.
Sejak saat itu maka mulailah tersusun rencana pembangunan sekaligus penghancuran yang sudah tidak dapat diganggu gugat lagi keberlangsungannya. Walaupun ada beberapa yang dengan pasti menolak dan bersikeras untuk mengupayakan penghentian proyek tersebut, tetapi lama-kelamaan mereka pun mereda setelah ditemui langsung oleh Wagiman dan mendapat penjelasan secara detail tentang struktur awal proyek tersebut.
Hingga pada suatu pagi, mesin yang telah terparkir di suatu pegunungan mulai dinyalakan dan mulai mengolah tanah di depannya untuk membuat suatu cekungan yang sangat besar. Sangat besar jauh melebihi kelebaran dan diameter pegunungan itu sendiri.
Selain itu, memang mungkin bisa dianggap ketidaksengajaan pula bila ternyata di seluruh permukaan pegunungan itu tidak dapat ditemukannya satupun aliran sungai yang memancar. Tetapi bukan suatu kebetulan bila ternyata sebuah gunung di pegunungan tersebut ternyata adalah sebuah gunung berapi yang aktif, karena memang hal tersebutlah yang dicari oleh Wagiman dan yang sedang diusahakannya untuk dapat difungsikan dengan cara yang sama sekali baru.
Dalam benak Wagiman, bila laju produksi entah dari bahan apa dasar apa saja ternyata pada akhirnya sudah tidak dapat ditemukan lagi solusi pendaurannya, maka jalan satu-satunya adalah menghancurkannya. Tetapi bila penghancuran ternyata membutuhkan sumber energi yang tidak sepadan dengan hasil penghancurannya, maka jalan menghancurkan tersebut terpaksa dirubah atau lebih tepatnya didaur menjadi proses pengembalian ke alam. Dan satu-satunya unsur alam yang hadir saat ia memikirkan hal tersebut adalah keberadaan gunung berapi dan kawah abadi yang berada di tengah-tengah pulau di mana dia tinggal saat ini.
Walaupun sebenarnya sebelum dia mengajukan gagasan ini, dia sangat berharap para perwakilan berupaya menghentikannya dan bahkan “memecat” dan “mengusirnya” dari jabatannya sebagai pemimpin atau entah apapun sebutannya itu, sehingga pada akhirnya dia dapat untuk tidak berada di tempat itu lagi, tetapi kenyataan berkata lain dengan persetujuan para perwakilan yang berharap banyak padanya.

Sesampainya di suatu hari,atau lebih tepatnya beberapa tahun kemudian, disaat proyek tersebut sudah selesai sepenuhnya, Wagiman sedang membaca koran pagi di kediamannya. Sedangkan di gunung yang telah diratakan kini terlihat kawah yang sangat besar dengan pipa-pipa besar yang mengalirkan berbagai jenis sampah yang memang ditujukan ke kawah itu untuk dileburkan, walau tentu saja tidak bisa dipastikan apakah semua sampah tersebut dapat dileburkan seutuhnya atau menyatu menjadi kawah dengan paduan yang berbeda.

Hingga pada suatu malam gempa bumi melanda pegunungan itu. Pipa-pipa tetap berdiri sempurna, tetapi lahar mulai naik perlahan-lahan serta asap hitam membumbung tinggi. Wagiman belum tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Gunung berapi yang meletus dalam keadaan bukan gunung lagi adalah suatu hal yang sama sekali baru bukan hanya untuk dia, tetapi juga untuk semua manusia yang hidup di muka bumi ini. Dalam hatinya dia masih berharap terjadi sesuatu yang buruk dan diluar kendalinya, supaya dia memiliki alasan yang kuat untuk lepas dari hiruk pikuk persoalan sehari-harinya dan kembali menjadi dirinya yang lama.

--
 
 
 
 


0
426
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan