pog94Avatar border
TS
pog94
[CERPEN] Biarkan Aku Yang Mengalah

pixabay.com


Ting tong…suara pemberitahuan whatsapp muncul. Rizki buru-buru membukanya, kemudian menarik nafas panjang.

Dia menyalakan satu batang terakhir rokok mild-nya. Sedari pagi tadi, Rizki duduk sendirian di Kopma sambil menunggu balasan dari dosen pembimbingnya. Kalau saja, dia tak ingin segera lulus dari kampus ini, kegiatan menunggu tanpa kepastian ini pasti takkan dia lakukan. Sayang, memasuki tahun ke-enam kuliahnya, jangankan lulus, seminar proposal pun belum.

Sambil memainkan rokok di tanganya, Rizki bertukar pesan dengan Aira.

"kamu di mana? Aku bentar lagi pulang” Aira memberi tahu Rizki

Setiap hari, Rizki mengantar-jemput Aira. Selama enam bulan, hubungan mereka bertahan dengan rutinitas antar-jemput ini. Di tengah perjalanan pulang, Aira dan Rizki menceritakan bagaimana mereka melewati hari-harinya.

Rizki melihat jam yang tertera di layar ponselnya sebentar, kemudian membalas chat Aira. “aku kesana sekarang. Mau nitip ga?”
“nanti aja bareng ya”
“ok”

Besok aja lagi deh gue hubungin bapak-super-sibuk, semoga besok bisa ketemu.

Rizki pergi ke parkiran, mengambil motor hitam miliknya dan berangkat menuju kantor Aira.

“Aku udah di depan” Rizki menghubungi Aira lewat telfon whatsapp-nya.
“Tunggu dulu bentar ya, ini masih nyelesein kerjaan dikit lagi” Aira mengangkat telfon Rizki sambil di-loudspeaker.
“Aku nunggu di warung sebrang kantor mu ya, sekalian ngerokok”

BODO AMAT!

Selesai membereskan meja kerjanya, Aira buru-buru turun ke bawah. Mengamati sekitar sambil mencari Rizki di warung-warung. Di sebrang jalan, Rizki sedang main game dan menghisap sebatang rokok. Aira mempercepat langkah kakinya.

“udah, matiin rokoknya” ucap Aira sambil menarik paksa rokok di mulut Rizki
“hehehe, sorry tadi lagi maen game jadi gak sadar kamu udah keluar kantor”
“bodo. Hayu pulang, bentar lagi magrib.” Jawab Aira, sinis.
“siap nyonya!” Balas Rizki sambil nyengir dan memberikan hormat kepada Aira seperti tentara.

Rizki dan Aira sama-sama menikmati saat mereka bersama seperti ini. Selama enam bulan ini mereka sudah menciptakan zona nyaman, saling berdiskusi, memberikkan motivasi, bercanda, memecahkan masalah bersama. Everything is beautiful.

***


Satu minggu beralu, Rizki masih belum bertemu juga dengan dosen pembimbingnya. Hari ini, dia kembali menunggu dosen pembimbingnya di kampus.

Puntung rokok berserakan di sekitar tempat duduknya, satu gelas kopi dan sepiring batagor sudah habis dia lahap. Kabar dari dosen belum datang juga. Sambil menunggu balasan chat whatsapp dari dosennya, Rizki membuka instagram di ponselnya. Di menu story, dia melihat ada foto Aira di paling kiri. Tumben banget dia bikin story jam segini.

Lalu Rizki menekan foto profil Aira, di story nya Aira sedang berkumpul bersama teman-teman kelasnya di café langganan mereka. Suasananya terlihat menyenangkan, kemudian Rizki mengambil headset di ranselnya untuk membantu mendengarkan percakapan Aira dan teman-temannya.

“Cieee yang mau nikah” salah satu teman Aira membuka percakapan dengan sesuatu yang aneh bagi Rizki.

Siapa yang mau nikah? Aira? Ah gak mungkin, gue dan dia belum pernah ngomongin masalah nikah.

Sambil menyimpan kembali headset ke dalam ransel, Rizki menjawab pertanyaannya sendiri. Mungkin tadi buat si Ica kali ya, dia kan udah lama pacaran.

Tapi entah kenapa, rasa gelisah masih tetap menghantui pikiran Rizki. Dia memikirkan kemungkinan terburuk untuk hubungannya dengan Aira.

Menjelang ashar, dosen pembimbing Rizki memberi kabar. Akhirnya, judul yang diajukan Rizki di-acc dosen pembimbingnya.

Sambil keluar dari ruangan prodi, Rizki menghubungi Aira.

“kamu pulang jam berapa?” Tanya Rizki
“gatau nih, kerjaan lagi banyak banget” Aira menjawab dengan cepat, tangannya sibuk membalik-balikan dokumen di mejanya.
“mau aku jemput ga?”
“kayak nya engga deh, takut kemaleman soalnya. Kasian kamu, aku minta jemput bapak aja ya.”
“ok deh.Jangan lupa makan sama sholat ya”
Tanpa memberkan jawaban, Aira langsung memutuskan sambungan telfon whatsapp-nya itu.

Aneh. Baru sekarang Aira gamau dijemput. Biasanya mau pulang jam berapapun pasti minta gue jemput. Dari kampus sampai rumah Rizki masih belum menemukan alasan kenapa Aira enggan dijemput olehnya.

***


Pukul sembilan malam Aira tiba di rumah. Dia baru saja turun dari motor Renaldi, teman satu kelasnya dulu. Hari ini, sepulang dari kantor dia berkumpul bersama teman satu kelasnya. Tadi siang waktu istirahat pun Aira makan bersama Ica dan Kiki. Sialnya, Aira tak mengetahui Kiki membuat story di instagram miliknya saat dia meminjam ponselnya.

“apaan sih si Kiki?! Ngapain pake ngomongin nikah-nikah segala sih!!” gerutu Aira saat dia melihat lagi story yang dibuat Kiki tadi siang.

Di antara Ica, Kiki dan Aira memang tak ada rahasia. Apalagi tentang percintaan. Weekend kemarin, Aira curhat tentang Renaldi yang mengajaknya untuk berhubungan serius dan tentang kelanjutan hubungannya bersama Rizki.

“udah deh, gausah banyak mikir lagi. Udah jelas kan si Renaldi mau ngajakin lo serius.” Kiki menimpali curhatan Aira
“ya… tapi kan gue masih sayang sama si Rizki. Gue nyaman hubungan sama dia.” Sahut Aira
“iya gue tau, tapi coba lo pikir lagi. Berapa umur lo sekarang? Mau sampai kapan lo ngabisin waktu buat nungguin si Rizki yang bisanya Cuma maen DOTA dan kerja serabutan gitu?”
“gue udah usaha buat maksa dia nyelesain skripsinya, kalian tau kan gimana Pak Andri orangnya?” Aira masih mempertahankan perasaannya pada Rizki.
“Aira Anggraeni Putri, lo udah gede. Lo tau mana yang baik dan buruk buat lo sendiri, kita di sini Cuma bantu ngasih masukan yang menurut kita berdua terbaik buat lo. Dan menurut gue sama Kiki, Renaldi adalah pilihan paling tepat buat lo sekarang.” Ica menengahi perdebatan antara Aira dan Kiki
“nah, dengerin si Ica tuh” Sahut Kiki

Obrolan bersama dua sahabatnya masih jelas di ingatan Aira. Perkara cinta dan kenyataan memang tak pernah sejalan. Tapi mau tak mau, Aira harus mengambil keputusan secepatnya. Sebelum semuanya menjadi lebih rumit lagi.

Paginya, Aira bekerja seperti biasa di kantor. Bedanya, dia berangkat sendirian. Naik angkutan online. Aira masih belum mau menemui Rizki, belum waktunya.

“kamu kenapa?” Pak Iin, bos Aira di kantor tiba-tiba menghampiri Aira
“saya baik-baik saja pak” sahut Aira sambil memaksakan senyumnya
“kalau kamu lagi gak enak badan, istirahat di rumah. Jangan dipaksain ya”
“baik pak”

Gawat nih, sampai di tegur pak Iin segala.Apa gue terlalu mikirin masalah ini ya?

Waktu makan siang, Aira duduk di kantin sendirian sambil melihat-lihat aplikasi belanja online di ponselnya. Sudah ada 3 misscall dari Rizki dan 5 pesan yang belum Aira buka. Dia masih belum mau berhubungan dengan Rizki atau Renaldi.

Maaf, buat sekarang gue lebih memilih diam dulu.Sampai nanti gue punya jawaban yang tepat.

***


Di malam hari yang cerah, Rizki membuka laptop miliknya di café milik temannya. Semangatnya sedang menggebu-gebu, dia ingin menyusul Aira dan mewujudkan mimpi-mimpi mereka.

Baru dua kalimat dia menulis skripsinya, tiba-tiba Aira menghubunginya.

“Aku mau cerita sesuatu sama kamu” ucap Aira di ujung telfon
“Yaudah kamu cerita sekarang aja, aku lagi santei kok” sahut Rizki sambil membereskan laptopnya
“Engga sekarang, besok aja ya”
“Oh... ok deh.Kamu baik-baik aja kan?”
“Alhamdulillah, aku gapapa kok. Yaudah aku tidur ya”
“Iya sayang…”

Semua semangat untuk mengerjakan skripsi hilang, tak ada yang tersisia. Sekarang Rizki sedang menatap ke arah lampu taman di sebrang jalan. Tatapannya kosong, pikirannya melayang kesana-kemari, memikirkan apa yang akan dibicarakan oleh Aira.

Setengah bungkus rokok dan satu gelas kopi habis, malam semakin larut dan besok Rizki harus bangun pagi-pagi untuk bertemu dosen pembimbingnya.

Rizki baru sampai di depan rumahnya.

“mau kemana lo?” Nizar menghampiri Rizki
“gue baru pulang abis ngerjain skripsi. Lo mau kemana?”
“biasa, push rank dulu lah. Ikut ga?” Ajak Nizar
“IKUT LAH.Gue udah seminggu ga megang mouse. Takut kaku lagi nih jari-jari tangan”

Setelah main DOTA sampai subuh, seharian Rizki tidur di rumah. Bangun waktu adzan ashar berkumandang, Rizki mandi dan makan sambil melihat-lihat notifikasi di ponselnya.

Tring….Tring…
“Hallo Ki, kamu di mana?”
“Di rumah, kenapa? Mau aku jemput sekarang?”
“engga, aku mau bilang kalo nanti pulang kantor aku mau kumpul sama anak-anak. Kamu gausah jemput, aku bareng Ica berangkatnya”
“oh yaudah, kalo mau diantering pulangnya nanti malem kasih tau ya.”

***

Malam ini Aira bertemu lagi dengan Renaldi. Selama satu minggu ini Renaldi menggantikan tugas Rizki antar-jemput Aira kerja.

“Kamu udah punya keputusan belum?” Renaldi bertanya pada Aira yang sedang duduk di sampingnya, melihat butiran air hujan di kaca samping mobilnya.
Aira kaget, kemudian menjawab. “gatau, aku masih bingung.”
Renaldi menarik nafas panjang. “aku ngedukung apapun pilihan kamu, asal kamu bahagia. Tapi tolong, jangan terlalu lama mencari jawaban. Sebelum semuanya semakin rumit.”

Aira tak mengacuhkan Renaldi, dia kembali tenggelam dalam lamunannya ditemani rintik hujan dan suara disk jokeycuap-cuap dari radio mobil Renaldi.

Pukul sepuluh malam Aira, Kiki, Ica dan Renaldi pulang dari café langganan mereka. Aira menolak ajakan Renaldi untuk pulang bersama.
“Aku mau pulang bareng Rizki aja ya.Sorry” ucap Aira pada Renaldi sambil berjalan keluar dari café.
Di samping pintu gerbang café, Aira menghubungi Rizki.

***


“Ki lagi di mana? aku mau pulang sekarang”
“otw, tungguin bentar”

Firasat kuat datang menghampiri Rizki, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dia merasa apa yang menjadi kekhawatirannya akan terjawab malam ini.

Ya Tuhan, tolong jangan buat semuanya berakhir malam ini.

Sepanjang perjalanan pulang, Rizki terus memikirkan bagaimana kelanjutan hubungan mereka. Tak seperti biasanya, perjalanan pulang malam ini begitu sunyi. Tak ada percakapan antara mereka, hanya ada tatapan yang sesekali bertemu lewat spion motor hitam milik Rizki. Entah kemana perginya cerita-cerita tentang hari ini yang biasa mereka lakukan saat perjalanan pulang. Di tengah kesunyian, tiba-tiba Aira berbicara. Dengan nada lirih, Aira berkata “Maaf ya”

Enggak, jangan sekarang Tuhan. Tolong.

“Maaf kenapa?” Rizki mencoba tetap tenang, meski firasat sudah mengatakan bahwa ini akan berakhir.
“Maaf, aku harus memilih satu di antara kalian.”
“Maaf, karena aku menghianati impian kita”
“Maaf, aku egois.”
“Maaf, karena cerita kita harus berakhir di sini. Aku sekarang sedang dekat dengan Renaldi, kamu pun tau siapa dia. Kamu tau, di umurku yang sekarang sudah tak ada waktu yang bisa kuhabiskan untuk cinta-cintaan. Aku mencari seseorang yang siap menjadi imam untuk aku dan anak-anak ku. Dan aku belum menemukan hal itu padamu.”
“Meski kenyamanan lebih terasa saat aku bersamamu, tapi itu saja gak cukup. Sekali lagi maaf” ucap Aira sambiil terisak-isak.

Rizki masih belum menjawab permintaan maaf Aira, dia hanya sedang merasakan sakit yang luarbiasa. Pertama, karena dia merasa kalah. Kedua, karena Aira menangis.

Saat tiba di depan rumah Aira, Rizki turun dari motor lalu menghampiri Aira yang sedang menangis di atas jok motornya.

“Aku memaafkan semua kesalahanmu, meski tanpa kamu minta”
Perlahan, Rizki menggenggam tangan Aira. “Raihlah masa depanmu dengannya. Kejar semua mimpimu bersama orang yang tepat menurutmu. Karena kamu berhak mendapatkan yang terbaik untuk dirimu sendiri. Jika kamu merasa dia adalah orangnya, jangan lepaskan dia. Rangkailah mimpi-mimpi kalian bersama, seperti yang kita lakukan dulu. Aku mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua.”

Tak ada kata yang terucap dari mulut Aira. Dia hanya menangis. Rizki menatap mata Aira lamat-lamat

“Maaf, jika aku mengecewakanmu.”
“Maaf, jika kamu harus menanggung beban yang berat karena diriku”
“Maaf karena perjuanganku belum maksimal, tapi setidaknya aku sudah berjuang. Terima kasih untuk kesempatan yang kamu berikan.”
“Terima kasih untuk waktumu yang kamu sisihkan untuk ku”
“Terima kasih untuk motivasi-motivasi yang kamu berikan.”
“sekarang, bangunlah.” Rizki menarik Aira dari motornya

Pandangan mereka bertemu. Tak ada lagi kata yang terucap, mereka sama-sama memberikan kesempatan terakhir untuk menikmati momen perpisahan ini. karena nanti tak ada lagi Rizki dalam hidup Aira, begitupun sebaliknya.

Sampai akhirnya, tiba-tiba Rizki menarik Aira ke dalam peluknya. Pelukan terakhir yang dia berikan untuk wanita yang dia cintai. Aira tak kuat lagi menahan kesedihnnya, di dalam pelukan Rizki dia menangis, sekali lagi.

Aira masih menangis, pelukan Rizki sudah tak erat seperti sebelumnya. Mereka hanya berdiri, diam, dan saling memandang satu sama lain. Lalu perlahan bibir mereka bertemu, untuk yang terakhir kalinya.
Diubah oleh pog94 21-03-2019 11:46
0
1.2K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan