aaminroidaAvatar border
TS
aaminroida
[COC] Pecahan Kaca Itu Masih Ada, Trauma Itu Masih Terasa


Assalamu'alaikum wr wb
Selamat semangat pagi semua
Pas tahu ada Lomba Thread Bismania Kaskus dengan tema tentang pelayanan bus, seluk-beluk kehidupan di "belakang roda", dan konektivitas Transjawa, dengan cepat otak ini merespon mengenai pengalaman traumatik hampir 1 tahun yang lalu.

Naik bis? Dipastikan belum ada setengah jam perjalanan, perut akan mual dan keluarlah muntahan. Namun, hal itu sudah tidak berlaku lagi untuk 2,5 tahun kebelakang. Semua berkat kekuatan pikiran positif dan keadaan yang mengharuskan naik bis.

Setiap jum'at sore atau sabtu pagi, pastilah kalau bukan Jaya Utama, Indonesia, Sinar Mandiri, Widji, ataupun Restu jurusan Semarang-Surabaya akan aku naiki. Begitu juga di hari Minggu sore, setelah kegiatanku selesai. Satu dari bis-bis itulah yang akan membawaku kembali ke Semarang dari Kota Bangkit bagian timur.




Alhamdulillah berkali-kali naik bis, tak ada kejadian fatal meski ada beberapa supir bis yang saling "kebut-kebutan" setoran. Tapi sore di bulan April tahun lalu itu memang berbeda. Setelah mendapat tempat duduk, aku berencana untuk memejamkan mata sebentar demi menghilangkan lelah seharian. Dari Rembang rintik-rintik gerimis sudah berjatuhan. Bis dikendarai secara ugal-ugalan, saling salip menyalip dengan bis keluaran PO lain dengan jurusan trak yang sama.

Beberapa meter dari gapura selamat jalan kabupaten Rembang, aku terbangun dengan kaget karena bis berasa "nggronjal". Ternyata, bis melaju di luar batas aspal alias tanah pinggir jalan dan tentu saja dengan kecepatan tinggi. Saat itupun beberapa penumpang sudah berteriak ketakutan. Setelah beberapa menit bangun, aku berencana untuk memejamkan mata kembali. Namun, tak ada 10 menit dari tidurku, aku kembali terbangun karena teriakan-teriakan kencang para penumpang disertai takbir bersahut-sahutan.

Saat aku membuka mata, hal yang masih bisa kulihat adalah bis menyalip truk berisi muatan kawatan besi dari sisi kanan truk. Belum selesai menyalip, dari arah berlawanan terdapat truk berisi bahan bakar yang memang beristirahat di luar aspal. Namun, karena kecepatan bis yang tinggi dan kemungkinan supir yang kaget karena tak mengetahui adanya truk. Akhirnya bis beraksen merah yang kutumpangi menabrak bagian depan truk bahan bakar. Seketika itulah, teriakan para penumpang membahana.

Kaca depan dan samping bis berhamburan mengenai supir dan penumpang yang duduk dibagian depan. Salah satunya aku, karena duduk di bangku kedua belakang supir. Sontak saja, setelah bis berhenti, semua penumpang berhamburan keluar dengan langsung disambut air hujan. Begitupun aku. Karena lokasi kejadian bukan berada di pemukiman penduduk, kami semua para penumpang hanya bisa berteduh di sebuah gubuk warung yang tutup.

Beberapa penumpang sibuk menghubungi keluarga masing-masing untuk minta dijemput. Saat itulah, ada yang teriak sambil menunjuk wajahku. "Mbak, wajahnya berdarah", "Ada darah yang ngalir".
(Sumpah demi apa, aku paling anti kalau harus lihat darah. Namun sekarang aku yang berdarah. Rasanya......)

Seakan pikiran tidak sinkron dengan perbuatan. Pikiran ingin kembali ke rumah nenek dengan menghubungi saudara yang ada di Rembang, tapi perbuatanku malah lari-lari menghampiri bis Surabaya-Semarang lain. Hal tersebut kulakukan karena mendengar teriakan bahwa sudah ada bis lain yang lewat. Begitu naik bis, beberapa penumpang yang di dalam langsung menunjuk-nunjuk wajahku. Mereka langsung mencarikan tempat duduk, mencarikan tisu, dan memberiku minum sambil ada yang mengelap jilbab dan bajuku. Sungguh, disitulah aku benar-benar bersyukur masih ada orang-orang baik yang begitu perhatian. Sampai-sampai kondektur bis sebentar-sebentar melirik melalui kaca spion memastikan bahwa aku baik-baik saja.



Sampailah aku di terminal Terboyo Semarang. Meski om, tante yang tinggal di Semarang menelponku akan menjemput di terminal. Aku menolaknya karena aku butuh waktu sendiri untuk menenangkan hati, maka aku memilih naik BRT Trans Semarang. Sampai di kontrakan, tak berselang lama om, tante, dan adikku mengunjungiku untuk memastikan bahwa aku baik-baik saja dan mengabarkannya ke orang tuaku.

Weekend berikutnya dan berikutnya lagi, aku tetap harus naik bis untuk ke Rembang. Meski deg-degan dan tak tenang saat supir bis mulai meninggikan kecepatan ataupun hanya membunyikan klakson. Aku mematuhi nasihat orang tua untuk tidak duduk di depan dan samping jendela bis. Nasihat itu kulakukan selama beberapa kali. Namun, hanya di depan dan samping jendela lah aku bisa melakukan hal yang kusuka yaitu menulis. Karena di posisi itulah, ide-ide mengalir dengan lancar. Maka, kembalilah aku memilih duduk di kursi depan.



Hampir 9 bulan berlalu dari tragedi, semua baik-baik saja. Hingga awal bulan Januari kemarin, entah kenapa saat dalam perjalanan kembali ke Semarang, aku menggigil ketakutan saat bis melaju dengan kencang. Seakan-akan di otakku memutar potongan-potongan kejadian 9 bulan silam. Karena tak kuat menahan rasa takut meski berkali-kali aku mencoba berpikir positif, akhirnya aku turun meski belum ada 30 menit dari aku naik bis.

Hingga sampai tulisan ini kubuat, aku belum ada rencana untuk naik bis Semarang-Surabaya kembali. Semoga saja, saat pertengahan bulan Maret mendatang yang mengharuskanku kembali bolak-balik Semarang- kota Bangkit, rasa ketakutan itu sudah benar-benar hilang.

Terima kasih atas kesediaan agan-agan semua yang telah membaca habis cerita pengalamanku. Dan terima kasih untuk BiMaKUS yang menyelenggarakan event COC ini, karena melalui event inilah aku dapat menuangkan kisahku mengenai "Kehidupan di Belakang Roda".

Semoga kita semua selalu berada dalam lindungan Tuhan YME.
Wassalamu'alaikum wr wb.

Quote:
Diubah oleh aaminroida 28-02-2019 13:48
1
864
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan