ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
Pengalamanku Di Tempat Kerja


#Cerpen

Sudah hampir satu tahun lebih, aku bekerja di sebuah tempat penyewaan kaset dvd/vcd ternama di kotaku. Karena toko ini buka sampai malam, kami bekerja dibagi menjadi dua shift. Pagi dari pukul 09.00 hingga pukul 16.00, sedangkan kalau malam,dari pukul 15.00 sampai 22.00. Hari ini, aku mendapat jatah shift pagi.
.
"Berangkat, Yah."
.
Kucium punggung tangan ayahku yang selalu mengantar dan menjemputku setiap hari. Langkah yang penuh semangat ini, membawaku masuk ke sebuah apotik yang memang terhubung dengan toko tempatku bekerja. Ada 4 bangunan berjejer, diapit sebuah tempat bilyard dan warung makan. Di depan bangunan ini, ada ruko kosong dan sebuah bank swasta.
.
"Pagi, Mas Eka ...." sapaku sambil membuka pintu samping toko tempatku bekerja.
Rolling door di depan tokoku memang agak sulit dibuka dari depan, jadi setiap hari kami lewat apotik untuk masuk ke toko, dan membuka rolling door di depan toko dari dalam.
.
"Pagi juga, Mba. Sendirian aja?"
.
"Iya, Mas. Mba Novi libur hari ini," tuturku mengembangkan senyum lalu masuk ke dalam.
.
Gelap.
Keadaan toko masih gelap, hanya ada penerangan dari lampu paling belakang. Aku terus berjalan masuk ke office room yang letaknya ada di belakang sendiri.
.
Tak.
Tak.
Tak.
.
Langkah kakiku menggema memenuhi ruangan yang banyak tertempel poster film dalam negeri maupun luar negeri. Rak panjang berjejer di tengah ruangan, sebagai sekat dan tempat meletakan cover film. Sekilas aku merasa seperti ada seseorang tengah berdiri di sisi sebelahku. Jantungku berdegup makin kencang. Aku tetap bergeming dan terus melangkah masuk sambil menggumam nyanyian untuk pengusir takut. Sampai office room, aku segera masuk dan menyalakan sakelar lampu. Seluruh ruangan kini terang.
.
Tak.
Tak.
Tak.
.
Kutajamkan pendengaranku, seperti ada suara langkah kaki di luar. Kulepas sepatu, dengan pelan mengambil sapu, lalu dengan hati-hati berjalan ke luar office room. Sekalipun keadaan toko sudah terang, tetap saja suasana sunyi masih terasa. Kuedarkan pandanganku ke segala arah, mencari asal muasal suara yang baru saja kudengar tadi.
Hening.
Karena rolling door di depan belum kubuka, kuputuskan untuk membukanya terlebih dahulu. Butuh beberapa langkah agar sampai ke pintu depan. Lagi lagi aku merasa seperti ada seseorang di sisi sebelahku. Di sisi lain samping rak. Di ujung ekor mataku memang ada bayangan berdiri. Karena penasaran, aku pura-pura menjatuhkan sapu yang kupegang.
"Ya ampun," kataku seolah kesal.
.
Aku menundukan kepala, lalu jongkok untuk mengambil sapu itu. Kurendahkan lagi tubuhku hingga menyentuh lantai dan menoleh ke samping yang memang terdapat lubang sehingga aku dapat melihat ke sebelah. Aku melihat ada sepasang kaki tengah berdiri di sisi sebelahku. Tanpa memakai alas kaki, kaki itu nampak kotor. Perlahan ada cairan merah kental menetes dari atas. Aku ketakutan. Kugigit bibirku agar tidak berteriak. Dengan merangkak, aku segera berjalan ke arah pintu. Tentunya agar sosok pemilik kaki itu tidak melihatku.
.
Kraaatak!
Kraaatak!

Terdengar bunyi aneh, hingga memaksaku menoleh ke belakang. Sosok tadi tengan berjalan pelan di belakangku. Seorang wanita dengan pakaian putih lusuh. Berjalan sambil terus menundukan kepalanya. Rambutnya yang panjang menutupi sebagian wajahnya. Aku terus beringsut mundur, dengan memeluk sapu di dadaku.
Tidak ada satu patah kata pun yang ke luar dari mulut, hanya tangisan tertahan yang membuat ruangan tidak lagi sunyi. Tentunya itu berasal dari mulutku sendiri. Aku terus berjalan mengesot di lantai, sampai ke dekat pintu samping, yang terhubung dengan apotik.
.
"Loh! Mba? Kenapa?" jerit Mas Eka lalu berlari mendekat padaku.
Badanku yang masih lemas lalu menunjuk ke arah dalam. Sepertinya keadaan di dalam sunyi. Tidak ada apapun yang aneh, seperti yang kulihat tadi. Mas Eka membantuku berdiri, lalu mendudukan ku di kursi tunggu apotik. Beruntung suasana masih pagi, sehingga keadaan apotik masih lenggang. Di sodorkannya segelas air minum padaku. Mba Olie ikut mendekat dan menatapku bingung.
"Kenapa sih, Mas Ek?"
.
"Nggak tau ini."
.
Bahuku di belai lembut oleh Mba Olie, dia mencoba menenangkanku. Mas Eka membantuku membuka rolling door toko sekaligus menyapukan lantai toko.
"Kalau ada apa-apa, teriak aja, Mba." suruh Mas Eka.
.
Aku hanya mengangguk. Mulutku seakan terkunci sedari tadi. Pertanyaan mereka tak ada yang kujawab. Beruntung, mereka seakan mengerti posisiku dan apa yang kualami tadi.
.
.
.
Ini sudah satu minggu sejak kejadian aneh yang kualami kemarin. Hari ini, aku mendapat giliran shift malam bersama Ermi. Sambil menunggu Ermi yang sedang makan di office room, aku duduk saja dibelakang komputer kasir. Iseng memainkan game sambil sesekali melihat kaca sampingku. Keadaan jalan Raya sudah agak lenggang. Karena sudah pukul 21.00. Mas Tile, satpam yang bertugas patroli di semua ruko, kini masuk dan berdiri di depanku.
.
"Ngapain, Si?"
.
"Biasa, Mas. Main plant vs zombie," tuturku tanpa mengalihkan pandangan dari layar di depan.
.
"Tumben sepi?"
.
"Iya nih. Tapi lumayan kok, omzet hari ini," dengusku lalu mundur dan beralih menatap ke arah rak. Di saat seperti ini, tidak terasa menyeramkan. Apalagi aku tidak berjaga seorang diri seperti tempo hari.
.
"Si ...."panggil Mas tile yang sedang menatap ke arah luar.
.
"Apaan?"
.
"Itu siapa ya?" tunjuknya ke ruko kosong di depan toko ini.
.
Netra ku beralih ke arah yang Mas Tile tunjuk. Ada seorang wanita ada di balkon ruko kosong itu. Ia seperti sedang melambai lambaikan tangannya meminta bantuan.
.
"Emangnya ada orang ya? Di sana?" tanyaku heran.
.
Mas Tile segera melangkahkan kakinya ke luar. Ia terus menatap wanita itu. Tengok kanan kiri, dan segera menyebrang ke sana.
Aku terus melihat pergerakan Mas Tile. Ia mengobrol dengan satpam yang menjaga bank di depan. Mereka berjalan ke depan ruko kosong itu dan terlibat percakapan serius. Sedangkan wanita tadi, sudah tidak lagi terlihat.
.
Mas Tile kembali berjalan ke arahku.
.
"Aneh banget, Si. Kamu tadi lihat kan? Perempuan di sana?" tunjuk nya dengan wajah kebingungan. Aku hanya mengangguk dengan terus menatapnya, menunggu penjelasan lain dari mulutnya.
.
"Emangnya kenapa, Mas?"
.
"Masa kata Bani, satpam bank. Nggak ada orang di sana. Tapi bukan itu yang aneh, Si." Mas Tile makin serius sambil mendekatkan kepalanya padaku.
.
"Apalagi?"
.
"Kata Bani, kemarin malam, Apri, juga lihat perempuan yang teriak - teriak di balkon itu," tunjuknya ke tempat yang di maksud, "Katanya, perempuan tadi bilang, ada kebakaran. Akhirnya Apri nyari tangga buat naik ke sana, kan?"
.
"Terus?" aku makin penasaran.
.
"Pas Apri udah di atas, perempuan itu, hilang. Bahkan Apri sempet nyari ke dalam. Tapi, tetep aja nggak ada siapapun di sana," tuturnya serius.
.
"Jadi? Perempuan tadi ...."
.
"Kemungkinan perempuan yang sama, yang Apri lihat kemarin."
.
Obrolan kami terhenti saat Mas Eka datang mensejajari Mas Tile. Ia akan pergi membeli makan malam.
.
"Hah? Serius, Mas?" pekik Mas Eka sambil menarik resleting jaketnya.
.
"Kalau nggak percaya tanya Apri besok!" membahas hal seperti ini adalah hal yang menyenangkan untuk mengisi kekosongan dan kejenuhan dalam pekerjaan memang. Tiba-tiba Mas Eka melirik padaku.
.
"Mba, udah nggak pernah diliatin lagi?" tanyanya tiba-tiba.
.
Aku menggeleng dan sontak teringat sesuatu.
"Masya Allah!"
.
"Kenapa, Si?"
.
"Aku baru inget, perempuan yang tadi, sama kaya perempuan yang waktu itu, Mas Eka!"
.
"Perempuan yang waktu itu?" tanya Mas Tile penasaran.
.
"Mas Tile, nggak tau? Kemaren kan Mba Osi ngesot sambil nangis di sini," entah kenapa pernyataan barusan malah membuatku ingin menjitak kepalanya.
.
"Kamu kenapa, Si?"
.
"Aku baru inget, kalau perempuan yang tadi kita liat, iti sama kaya perempuan yang waktu itu nongol di sini, Mas." ucapku sambil menunjuk tepat di mana wanita tempo hari muncul.
.
"Jadi?" tanya Mas Tile diiringi dengan listrik yang tiba-tiba padam.
.
"Aaaarrrgggh!" teriak Ermi dari belakang sambil berlari ke arah kami. Mas Eka segera menuju belakang apotik menyalakan genset.
.
"Kenapa, Er?" tanyaku yang kini tengah memeluk Ermi yang menangis ketakutan.
.
"Tadi kaya ada yang megang kakiku!"
.
Aku dan Mas Tile hanya saling beralih pandang. Kuisyaratkan Mas Tile untuk memeriksa office room kami.
.
"Nggak mau ih. Aku mending ngadepi preman daripada setan, kamu aja, Si. Kamu kan biasa ngadepin ginian." suruhnya.
.
"Idih, ogah!"
.
.
Sampai pukul 22.00 dan saat toko kami akan tutup, keadaan aman terkendali. Mas Tile dan Mas Eka kami paksa menemani kami hingga tutup toko.
Diubah oleh ny.sukrisna 21-01-2019 05:32
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
3
2.5K
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan