Aku dirimu dirinya
Tak akan pernah mengerti
Tentang suratan
Aku dirimu dirinya
Tak resah bila sadari
Cinta takan salah
Malam itu, aku berada dibarisan utama, menyaksikan dengan seksama kebahagiaan seorang laki-laki yang sedang merayakan hari ulang tahunnya. Randai. Disampingnya dengan mesra mendampingi Randai sebagai seorang kekasih, dialah Maharani. Gadis cantik itu dengan setia selalu mendampingi Randai dalam setiap acara yang Randai hadiri, mereka begitu serasi dan romantis.
Dan malam ini adalah malam yang sangat istimewa bagi mereka, dihari ulang tahun Randai ini, dia memutuskan untuk melamar Maharani, cincin berlian disematkan dijari manis Maharani, menambah anggun gadis cantik itu. Mereka mengumumkan akan menikah dalam waktu cepat, dihadapan semua teman-teman dan kerabat mereka, termasuk aku. Yaa, aku. Aku pernah bersama Maharani dalam satu masa. Mengukir sebuah harapan. Menafsirkan bahasa cinta. Walau berujung tafsir yang salah.
***
Sore itu, di Pelabuhan Sunda Kelapa, kapal-kapal besar tua yang pada jamannya sangat berjaya bersandar di bekas pelabuhan utama kolonial Belanda itu. Suara peluit angin tanda kapal akan bersandar memecah sore. Suara peluit itu terdengar gagah, memanggil puluhan petugas pelabuhan untuk bersiap. Perlahan pelabuhan yang tadinya sepi mendadak ramai, perlahan bagai seekor angsa, kapal itu telah berhasil berlabuh dengan sangat anggun. Para petugas angkut barang (porter) mengerumuni kapal, siap menerima perintah untuk mengangkut berbagai macam barang.
Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang penuh dengan sejarah, pelabuhan ini menjadi cikal bakal terbentuknya sebuah kota besar, Jakarta. Pelabuhan ini terletak di kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Kala itu pelabuhan ini sangat berjaya, karena merupakan pelabuhan utama Kerajaan Pajajaran yang beribukota di Pakuan (Bogor).
Pada masa kolonial Belanda, pelabuhan ini dijadikan sebagai pelabuhan utama kapal-kapal dari Tiongkok, Jepang, India, dan Timur Tengah yang membawa porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, dsb, yang ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu. Karena sangat strategisnya pelabuhan itu, pemerintah kolonial Belanda membangun pusat pemerintahan di dekat pelabuhan tsb agar mudah dalam mengelola perdagangan, kawasan gedung-gedung pusat pemerintahan itu sekarang terkenal dengan sebutan Kawasan Kota Tua.
Karena lautan sekitar pelabuhan mengalami pendangkalan, pelabuhan ini tidak lagi difungsikan sebagai pelabuhan utama, melainkan hanya kapal-kapal antar pulau dan barang yang relatif kecil, kebanyakan kapal bergaya jaman tradisional. Pelabuhan ini pula difungsikan sebagai kawasan wisata mengingat begitu besarnya sejarah pelabuhan ini, dan disitu pula terdapat Museum Bahari.
Itulah yang membuat aku dan Maharani mengunjungi tempat bersejarah itu. Kami memang sering ke tempat-tempat yang menarik di berbagai wilayah untuk melakukan observasi, untuk kemudian kami tuliskan dalam sebuah karya jurnalistik.
Quote:
Aku dan Maharani memang memiliki banyak hobi yang sama; menulis, traveling, berburu buku, observasi, bahkan kami menilai kami memiliki banyak kesamaan sifat; mandiri, pekerja keras, senang belajar, dan suka berdebat. "Kita satu pemikiran, satu pemahaman, semoga bisa satu hati." Ujar Maharani seraya tertawa, dalam hatiku bergetar, telah terukir sebuah harapan, dan tafsiran yang manis akan kata-kata itu.
"sedang apa kau?" Maharani mendekatiku, aku masih khusyuk memandang senja di Pelabuhan Sunda Kelapa ini. Aku tetap diam, hanya menoleh serasa senyum kearahnya.
"kau ini, kalau sudah khusyuk sulit sekali diajak bicara" lanjutnya kesal.
Aku menarik nafas perlahan, "hanya menerka-nerka, siapa gerangan yang akan menjadi jodohku." Maharani hanya terdiam, dia ikut khusyuk bersama lamunanku menatap matahari yang sinarnya mulai redup bersiap tenggelam.
"kau lihat kapal tua yang sedang bersandar itu? BLITAR HOLLAND, kapal uap Belanda yang dulu begitu gagah mengantar ribuan jama'ah haji asal Indonesia. Melakukan perjalanan selama sembilan bulan mulai dari mengelilingi pulau-pulau besar di Indonesia, lalu melakukan perjalanan ke Jeddah dan menurunkan jema'ah haji disana, selanjutnya kapal itu berlayar ke Rotterdam, setelah itu kembali ke Jeddah menjemput jama'ah haji dan mengantarkannya kembali ke Indonesia." Lagi-lagi Maharani bercerita mengenai sejarah, dia memang ahli dalam bercerita apa yang telah ia pelajari dari hasil observasi. Aku menoleh ke arahnya, dia tak mempedulikan tatapanku, asyik bercerita.
"tapi bukan mengenai kegagahan kapal itu yang ingin aku ceritakan, ini tentang cerita yang luput dalam buku sejarah, aku mendapatkan cerita ini dari kakek dan nenek ku yang ikut dalam perjalanan itu." Maharani menarik nafas perlahan, lalu memulai ceritanya.
"Dahulu, kapal itu di dipimpin oleh seorang kapitein kapal bernama Kapten Phillips. Dia merupakan kapten kapal yang gagah, muda, cerdas, serta bijaksana. Karena prestasinya, ia diangkat menjadi kapitein kapal saat usianya masih 23 tahun. Didalam kapal itu juga ada seorang perempuan kepala koki asal Indonesia yang bernama Chef Marinka. Kapten Phillips sengaja merekrut Chef Marinka karena dia muda, cantik, masakannya begitu menggugah lidah, dan yang paling penting adalah dia orang Indonesia sehingga mengerti selera makan para penumpang kapal yang mayoritas orang Indonesia. Chef Marinka mengantarkan secara langsung masakan khusus yang disajikan untuk Kapten Phillips dan dari situlah Kapten Phillips mulai jatuh hati pada Chef Marinka."
"singkat cerita Kapten Phillips mulai menyusun berbagai rencana, dan akhirnya ia membuat sebuah misi penting, 30 Hari Mengejar Cinta Chef Marinka. 10 hari pertama Kapten Phillips melakukan modus operandi dengan amat sering memanggil Chef Marinka ke ruang kerjanya, dengan dalih membicarakan perihal makan para penumpang.
Di saat itulah Kapten Phillips melakukan PDKT dosis tinggi kepada Chef Marinka. 10 hari kedua Kapten Phillips rajin membuat puisi serta memberikan bunga yang dibelinya selama berlabuh di beberapa tempat, lalu mengantarkannya ke ruang kabin Chef Marinka. Lalu 10 hari ketiga adalah tahap eksekusi, Kapten Phillips menyiapkan berbagai ceremonial, dia menyiapkan banyak karangan bunga, spanduk, bahkan membuat teks khusus yang akan disampaikan pada tahap eksekusi nanti. Ia merencanakan eksekusi akan dilaksanakan pada jam makan malam saat para penumpang sedang ramai di kantin yang sangat besar." Maharani tersenyum lebar, dia mengisyaratkan bahwa cerita ini akan berakhir bahagia. Aku pun dapat menebak alur ceritanya. Happy Ending.
"Kau tahu, sepersekian detik, sebelum Kapten Phillips melaksanakan eksekusinya, selemparan batu saat ia berjalan ke ruang eksekusi, langkahnya langsung terhenti ketika seorang kelasi kapal biasa, sebut saja Ruben si Boatswain, tengah melakukan eksekusi melamar Chef Marinka, tanpa ceremonial, tanpa karangan bunga, tanpa spanduk, tanpa teks, dan disaksikan banyak penumpang yang sedang makan malam di kantin itu. Dan kau tau apa jawaban Chef Marinka? Dia menerimanya dengan wajah sangat senang, ia terlihat begitu bahagia. Dan Ruben mengumumkan akan membawa Chef Marinka untuk dikenalkan ke keluarganya nanti di Rotterdam, saat kapal berlabuh disana. Kapten Phillips langsung meninggalkan arena eksekusi yang telah ia persiapkan, berlari ke arah kabin kemudinya. Misi 30 Hari Mengejar Cinta Chef Marinka gagal total." Maharani tertawa lebar, ia tak mempedulikan tatapanku yang terheran-heran akan ending ceritanya. Maharani amat menikmati ekspresiku itu.
"Kau tahu, bagi wanita, laki-laki gentle itu lebih dihargai. Wanita lebih menghargai laki-laki yang berani menyatakan perasaannya secara langsung lalu memberikan kepastian akan arah hubungannya. Bukan laki-laki yang pandai membuat kode-kode seperti puisi, surat cinta, gombalan dusta, namun tidak berani menyatakan perasaannya secara langsung dan memberikan kepastian arah hubungannya." Maharani seperti membuat cerita dan kesimpulan ini untuk mengejekku, lagi-lagi aku hanya terdiam.
"Jadi tak usahlah kau risau siapa yang akan menjadi jodohmu, pilih saja wanita yang kau sukai, lalu nyatakan langsung perasaanmu, dan beranikan dirimu untuk memastikan arah hubungan kalian. Cinta itu sederhana broo." Tangan kanannya menepuk pundakku. Hatiku berdesir, apakah ini kode dari dia? Apakah aku harus menyatakan cinta ke dia lalu memberikan kepastian hubungan kami? Ahh dia kembali mengukir sebuah harapan. Membuatku harus menafsirkan bahasa cinta. Semoga tidak berujung tafsir yang salah.
Langit bersih tanpa awan membuat pemandangan saat matahari bundar merah perlaham masuk dalam permukaan laut di kaki langit barat nampak menakjubkan. Kami termenung disitu sampai matahari sempurna tenggelam.
***
Quote:
Malam harinya, Cafe Batavia, Kawasan Kota Tua.
"Masih adakah celah dihatimu yang masih bisa tuk kusinggahi?" aku membuka percakapan. Gelombang rasa dalam hatiku tengah bergejolak, cerita Maharani sore tadi jelas mengisyaratkan bahwa aku harus segera menyatakan perasaanku dan memberikan kepastian kepadanya.
"Masih, mau masuk nominasi? Hahaha" jawabnya dengan senyum lebar. Dia seperti mentertawakan mental pengecutku yang semakin gugup saat itu.
"Aku mau mengatakan sesuatu." Lidahku seketika kelu tuk mengatakan perasaan itu.
"Katakanlah saja bila kau benar cinta jangan kau ragu-ragu karena ku sungguh-sungguh. Katakanlah saja bila kau benar sayang jangan kau buat aku terlalu lama menunggumu."Alamakk~ dia malah menyanyikan lagu Kahitna, skakmat. Dia tertawa puas. Lagi-lagi dia seperti mentertawakan aku.
"Maharani, kau dengan Randai pasangan yang serasi. Aku mendukung kalian." Kata-kataku kali ini diluar skenario. Maharani hanya diam tercengang, tak mengerti apa yang ku katakan.
"Yaa, kau pantas dengan dia. Dia begitu mencintaimu. Maafkan aku yang selama ini memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Kau mengenalku karena Randai, kau pun dekat denganku karenanya. Cerita cinta kalian begitu manis di awal, jalan menuju kebahagiaan pun begitu mulus. Namun ketika diakhir perjalanan, onak dan duri justru berserak belukar, dia telah susah payah menyingkirkan onak dan duri itu. Namun saat ia kehabisan tenaga, aku malah mengambil kesempatan untuk membawamu menyelesaikan perjalanan yang seharusnya kau lalui dengannya. Kini aku sadar akan kesalahanku, dan kau harusnya menggenggam erat tangan yang berhasil mematahkan duri dan onak itu. Berjalan bersama bergandengan menuju kebahagian kalian." Ujarku. Aku tundukan kepalaku, tak berani menatapnya.
Maharani menarik nafas sebentar. Lalu melebarkan senyumnya, menatap ke arahku. "bukankah kau mencintaiku?"
"Cinta tidak harus memiliki, namun aku memiliki cinta itu. Percayalah Maharani." Aku habiskan segelas kopi, lalu bergegas meninggalkan Maharani.
***
Wajah Maharani terlihat cantik, busana yang ia gunakan sangat membuatnya anggun, senyum selalu ia pancarkan, menerangi wajah-wajah yang memberi ucapan selamat padanya dan juga Randai. Randai pun terlihat begitu bahagia sekali, dia memang pantas memiliki Maharani. Malam ini mereka bagaikan King and Queen yang paling berbahagia seantero istana. Aku pun menyalami keduanya, mengucapkan selamat, dan tak lupa pula mendoakan keduanya.
Kau tau, cinta tak harus memiliki, tapi aku memiliki cinta itu. Aku memiliki cinta untuk Maharani, namun ku sadar, cinta Maharani lebih tepat untuk Randai. Aku mencintai Maharani dalam sudut berbeda, kami bersahabat, dan aku pun bersahabat dengan Randai. Kami tetap sering menulis, traveling, berburu buku, observasi, bahkan kini semakin menarik, bersama Randai pula.
Cinta, dikatakan atau tidak, itu tetap cinta.
Apalah arti memiliki bila kia sendiri bukanlah milik kita.
Apalah arti kehilangan, bila sebenarnya kita menemukan banyak saat kehilangan, dan kehilangan banyak saat menemukan.
Apalah arti cinta, bila kita menangis dan terluka atas perasaan yang seharusnya indah.
Bagaimana mungkin, kita terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apapun. (Tere Liye)