Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

wariar17Avatar border
TS
wariar17
Tentang Perempuan Bernama Puteri


Cerita ini bermula disuatu pagi penghujung agustus 2014. Tepatnya tanggal 29 Agustus 2014. Matahari masih malu-malu menampakan pesonanya waktu itu. Kabut-kabut mengambang di daerah dekat pelabuhan kota itu. Semburat merah silau membuat siapa saja terpesona. Pagi itu, rasanya syahdu. Bukan, bukan karena suasana sepi dan laut mencekam, namun karena seorang puteri terbaik daerah tersebut akan pergi, merantau ke kota orang, berkuliah di Jakarta. Jakarta, kota yang menarik siapa saja untuk datang kesana, menarik dengan magnet mimpi-mimpinya, menarik dengan magnet title nya sebagai ibu kota, pusat pemerintahan negara dan pusat ekonomi.

Apa di daerah itu tidak ada kampus negeri? Apakah di daerah itu kurang menarik dibanding Jakarta? Apa di daerah itu tidak menarik bagi mimpi-mimpinya? Bukan. Bukan karena itu. Pariaman adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Barat. Dulu kota ini bagian dari Kabupaten Padang Pariaman. Berjarak 56 km dari kota Padang dan berjarak 25 km dari Bandara Internasional Minangkabau.

Dulunya kawasan sangat ramai karena terdapat pelabuhan penting di kawasan barat Sumatera. Pedagang-pedagang India dan Eropa datang berdagang emas, lada, dan berbagai hasil perkebunan lainnya. Di Sumatera Barat juga terdapat banyak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) seperti Universitas Andalas, STAIN Batusangkar, STAIN Bukittinggi, Universitas Negeri Padang, Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, dll.

Bukan. Bukan karena alasan di daerahnya tidak ada kampus negeri, bukan pula karena di daerahnya tidak menarik bagi mimpi-mimpinya. Ini berkaitan dengan perasaan, ini berkaitan dengan kenangan, ini berkaitan dengan sepotong hati yang baru.

Ini kisah tentang perjalanan. Perjalanan merantau ke kota yang jauh dimata. Perjalanan meninggalkan kenangan-kenangan kelam, perjalanan meninggalkan sosok orang yang amat di hindari. Dan sebagaimana lazimnya sebuah perjalanan, selalu disertai dengan pertanyaan-pertanyaan.

Puteri memang sosok wanita yang mempunyai perasaan yang amat dalam. Setiap permasalahan sekecil apapun tidak sederhana baginya. Termasuk tentang perasaan, dia rela meninggalkan orang tua, adik, dan kawan-kawannya untuk meraih impiannya di Jakarta. Yaa selain untuk menjauh dari ‘masa lalunya’.

“Elok-elok lah kau disano, Baa akal budi nan elok, sopan dan santun tak babateh, pagang bana pituah Buya, Tibo Nampak Muko, Pai Nampak Punggung.” Pesan Buya kepada Puteri sebelum berangkat.

Lalu berangkatlah Puteri menggunakan mobil Elf beserta rombongan pengantar ke Bandara Internasional Minangkabau. Semua melepas kepergiannya dengan tangis haru. Tapi tidak bagi Puteri, dia melakukan perjalanan ini dengan tatapan kosong, hati yang kosong, entah apa keputusan yang ia buat ini sudah benar atau salah. Dia ingin cepat pergi, meninggalkan potongan-potongan episode masalalu, kemudian memulai kembali episode terbaik hidupnya. Jika lembaran kertas putih hidupmu sudah penuh dengan coretan. Hal terbaik yang perlu kamu lakukan bukanlah menghapusnya, karena bila kau hapus pun pasti akan ada bekas goresan atau noda-noda yang tak bisa terhapus bersih. Cara terbaik adalah membuka halaman baru yang masih bersih, lalu kau ukir kembali dengan kisah-kisah hidupmu yang baru.

Didalam pesawat, tatapan puteri kosong menatap sepucuk surat yang diberikan oleh sosok ‘masalalunya’ yang diselipkan dalam sebuah buku terbaik yang pernah ia baca.

“Puteri, sekarang Jakarta gerimis, lalu hujan, dan kemudian cerah lagi. Cepat sekali berubah. Sama seperti hatimu. Ku harap pengertianmu makin bertambah, pemahamanmu makin tinggi, kesabaranmu makin berlapis, dan kau dapat menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan hidupmu. Ku tunggu kau disini untuk memulai kisah yang abadi , tak seperti cuaca Jakarta, jika tidak disini, mungkin di surga.”

*****

Awal dari kerumitan kisah ini adalah saat pertemuan pertama perkuliahan, saat itu matakuliah Bahasa Inggris mengharuskan seluruh peserta didiknya membentuk kelompok belajar. Dimana kelompok belajar itu permanen dari awal semester sampai akhir semester itu. Jumlah siswa dikelas itu berjumlah 35 orang dan harus dibagi menjadi 12 kelompok sesuai dengan jumlah materi yang akan dipelajari. Ini berarti 11 kelompok beranggotakan tiga. orang dan 1 kelompok beranggotakan dua orang. Undian pun dilakukan dan naasnya, Puteri kebagian kelompok yang tunggal, hanya beranggotakan dua orang, dan lebih naas lagi, satu orang lagi anggota kelompok itu adalah Putera. Puteri harus siap berkelompok dengan Putera dalam banyak tugas Bahasa Inggris dari awal semester hingga akhir semester itu.
Tugas pertama: membuat video Citizen Journalism tentang Building. Dan mereka sepakat memilih Museum Bank Indonesia sebagai objek observasi mereka.

Dua orang mahasiswa itu masuk ke kereta Commuter Line, memulai perjalanan ke tempat observasi. Puteri tidak terlalu antusias dengan tugas itu. Kereta penuh sesak dengan penumpang, karena saat itu hari libur. Putera yang melihat ada satu kursi kosong mempersilahkan Puteri untuk duduk disitu. Puteri hanya membalas dengan senyuman lalu duduk khusyuk sambil membaca buku tanpa mempedulikan sedetik pun Putera yang lama berdiri di depannya.

Putera adalah sosok laki-laki periang. Ia sebenarnya amat tidak bisa diam sebentar saja. Karena bagi Putera, diam itu amat membosankan. Namun kali ini berbeda, Putera tak tega mengajak bicara Puteri. Puteri nampak khusyuk dalam bacaan, sepanjang pertemuan mereka pun, Puteri tak banyak bicara, hanya menjawab seperlunya saja bahkan kadang hanya menjawab dengan senyuman.

“Maaf kalau kereta ini penuh sesak, pasti di daerahmu tak ada kereta macam ini.” Putera mencoba memecah kebuntuan. Perjalanan masih sangat jauh, amat membosankan jika ia hanya berdiri bengong memperhatikan Puteri.

Puteri memang sangat pendiam, ia lagi-lagi enggan berbicara, hanya menjawab dengan anggukan kepala.

Blesss..... seketika buku yang ada ditangan Puteri diambil oleh Putera. Puteri yang sangat jengkel mencubit dan menatap tajam wajah Putera. Kau berani macam-macam, belum berasakan cubitan ku yaa. Puteri berbicara lewat tatapan matanya.

“ahhh ahhh” Putera yang kesakitan langsung ciut nyalinya ketika cubitan Puteri seperti merobek pahanya dan tatapan Puteri tajam menciutkan jiwa. Ahhsudahhlahh, kenapa tatapan wanita itu manis sekali saat ia sedang marah. Dan kenapa cubitan itu malah terasa amat menyenangkan jiwa. Putera hanya terdiam, menatap kosong ekspresi marah Puteri.

*****

Suasana kawasan Kota Tua semakin remang-remang. Satu-dua lampu mulai dihidupkan. Matahari elok hendak beristirahat di kaki langit, menyisakan semburat jingga di kaki langit. Gradasi lukisan senja yang amat menakjubkan, dipadu klasiknya arsitektur bangunan tua jaman Belanda, lukisan teramat indah dari sang Maha Kuasa. Suasana menyenangkan. Menenangkan.

Saat itu sebenarnya observasi Putera dan Puteri sudah selesai, tinggal beberapa tahap editing. Namun jika mereka langsung pulang saat itu, pasti kereta penuh sesak oleh penumpang yang hendak pulangi setelah bekerja. Maka mereka memutuskan untuk menunggu sambil menikmati sunset dan suasana malam Kota Tua berdua.

“Kau tahu, malam ini, banyak hal yang kutunggu telah ku dapatkan. Tentang sepotong hati yang kembali, tentang luka yang terobati, tentang suasana yang ku tak ingin akhiri.” Putera menatap indah rembulan. Mulutnya begitu pandai merangkai kata saat situasi seperti ini.

Puteri hanya tersenyum, ikut menikmati rembulan sepotong, mungkin menandakan telah kembalinya sepotong hati mereka. Putera mencuri-curi pandang, dan Puteri pun entah kenapa menengok ke arahnya. Sekejap mata mereka bersitatap. Dan Puteri menengok lagi ke rembulan. Putera tetap asyik memandai Puteri, malah merasa semakin bebas. “Ohh Tuhan, tatapannya begitu berarti. Hatiku berdetak kencang. Apakah ini cinta?” Puteri berdesir dalam hati. Apakah yang ia rasakan? Kenapa Putera sosok laki-laki yang begitu menyenangkan? Mungkinkah dia sepotong hatiku yang baru? Ahh urusan ini begitu rumit.

*****

Sejak malam itu, sempurna di hati Puteri selalu ada Putera. Di langit-langit kamar ia bisa membayangkan betapa manisnya senyuman Putera. Di bak air kamar mandinya ia bisa merasakan betapa ada pelangi ditatapan tajam Putera. Puteri adalah sosok wanita yang mempunyai perasaan yang dalam, ia mudah jatuh cinta, ia pun mudah patah hati dengan hal yang sepele. Urusan perasaan memang tak ada teori yang pasti benar. Setiap orang mempunyai masalah perasaan yang berbeda, dan tentu cara mengatasinya juga berbeda. Andai urusan perasaan ini seperti komputer, yang jika bermasalah maka kau akan mudah menemukan solusinya di internet atau dibuku-buku komputer. Andai urusan perasaan ini seperti televisi yang jika kau mengalami kesulitan, kau bisa membaca buku panduannya.

Dan sejak malam itu pula, hati Puteri berbinar-binar. Setiap selesai kuliah, ia selalu menyendiri di perpustakaan kampus, tenggelam dalam bukunya. Dan Putera entah apa yang merasuki tubuhnya, ia diam-diam mengikuti Puteri masuk ke perpustakaan. Sempat salah masuk pintu, karena ia sebelumnya tidak pernah ke perpustakaan kampus. Lalu duduk sambil berpura-pura membaca buku, walau sebenarnya bukan buku yang ia lihat, tapi menatap Puteri dari kejauhan. Puteri sebenarnya menyadari hal itu, namun ia cuek saja. Walau dalam hatinya amat bergejolak. Astaga, apa yang ia lakukan. Salah tingkah.

Kau satu dalam fokus. Seperti ada yang ingin bermain dalam hati. Pemuda itu ingin menjadi bagian dari hati. Izinkan kah? Atau biarkan saja hingga sepanjang jalan membuntu dengan sendirinya? Tulis Puteri dalam bukunya. Perasaan di hati mereka sudah saling tumbuh. Lalu tunggu apa lagi?

*****

Buat apa cinta jika kau tak percaya. Buat apa sayang jika terus berprasangka yang bukan-bukan. (Tere Liye)

Kau tahu, puncak dari kerumitan cerita ini justru datang disaat mereka sedang dalam puncak cintanya. Datang disaat mereka sudah mengetahui perasaan masing-masing. Datang disaat mereka telah mengutarakan cintanya satu sama lain. Semua janji masa cinta itu tidak terwujud. Hancur berkeping-keping. Terbang diterpa angin ketidakpercayaan.

Putera dan Puteri lebih banyak diam saat mereka bersama. Salting. Itu biasa. Namun tidak bagi Puteri, ia menganggap itu pertanda bahwa Putera tak terlalu nyaman dengannya.Perasaan Puteri pun diliputi kekhawatiran jika teman sekelas mereka tahu. Runyam urusannya. Sikap Puteri yang dulu ceria kini berubah, diliputi ke khawatiran, ketidakpercayaan, kecurigaan.

Puteri selalu merasa bahwa janji-janji manis, puisi-puisi, rayuan-rayuan, dan semua hal yang telah dilakukan Putera untuknya hanyalah modus belaka. Ia terjebak oleh masalalunya yang kelam. Masalalu yang mendorong ia untuk pergi jauh-jauh merantau. Hari gini masih mau percaya sama kata-kata manis cowok, kan bodoh. Bulshit doang itu mah. Ketidakpercayaan itu justru timbul disaat cinta dihatinya telah tumbuh, disaat Putera sudah mengutarakan isi hatinya. Disaat selangkah lagi mereka merangkai kisah indah bersama.

Dan Putra? Kau tahu, dalam urusan perasaan laki-laki lebih simple dari wanita. Bagi Putera, jika Puteri sudah tak mempercayainya, buat apa ia perjuangkan. Kau beri aku kepercayaan maka akan aku balas dengan kesetiaan. Itu prinsipnya. Baginya semua amat sederhana, jika ia masih diberi kepercayaan, maka ia akan bahagiakan Puteri dengan semaksimal mungkin. Dan jika tidak diberi kepercayaan, maka ia siap pergi. Jika satu menyerah, maka dua yang kalah. Jika satu yang sakit, maka dua yang harus disembuhkan. Cinta tak bisa sendiri. Berdua memberi arti.

Kisah Puteri dan Putera ini berakhir begitu saja. Menyedihkan. Bagaimana mungkin kisah cinta yang sejatinya indah bisa berakhir menyedihkan? Ahh aku tak tahu. Yang aku tahu, cinta yang besar tanpa disertai komitmen dan kepercayaan, maka ia akan menelan diri sendiri. Mereka akhirnya saling menjauh. Hanya berhubungan disaat diperlukan, seperti tugas kuliah. Dan entah sampai kapan mereka saling memendam perasaan cinta mereka.
Kau tahu, kisah mereka bagaikan labirin. Labirin merupakan sebuah sistem jalur yang rumit, berliku-liku, serta memiliki banyak jalan buntu. Mereka telah memasuki sistem itu, namun tidak ada komitmen dan kepercayaan, hingga mereka terpencar. Terjebak dalam perasaan yang berliku-liku, bahkan sulit untuk keluar. Andai mereka berkomitmen dan saling percaya, labirin itu pasti sangat seru untuk dilewati.
Kau tahu, komitmen dan kepercayaan bagaikan pondasi dari rumah. Tanpa pondasi yang kuat, rumahmu pasti akan roboh. Bagaikan pohon, ia adalah akar, jika akarnya pendek, maka takan tinggi pohonnya. Bagaikan kendaraan, ia adalah rodanya, tanpa roda, kendaraan kau takan bisa berjalan.

****

Mungkin aku bukan pujangga yang pandai merangkai kata
Ku tak slalu kirimkan bunga tuk ungkapkan hatiku

Mungkin aku tak kan pernah memberi intan permata
Mungkin aku tak selalu ada didekatmu

Ku ingin kau tahu isi dihatiku
Ku tak akan lelah jaga hati ini
Hingga dunia tak bermentari

Satu yang kupinta, yakini dirimu, hati ini milikmu
Semua yang kulakukan untukmu lebih dari semua kata cinta untukmu
Ini diriku
(Bukan Pujangga – Base Jam)
someshitnessAvatar border
someshitness memberi reputasi
1
330
0
Thread Digembok
Thread Digembok
Komunitas Pilihan