Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

AboeyyAvatar border
TS
Aboeyy
[COC] Jazirah Cinta: Superhero Ala Santri #AslinyaLo


Quote:


Ada 4 langkah dalam meresensi novel, yaitu Pengantar, Sinopsis, Analisis, dan Penutup. Karena itu, Ane akan memberikan resensi terhadap novel Jazirah Cintasesuai langkah tersebut.


1. Pengantar

Novel yang penulis ulas ini memiliki identitas sebagai berikut:

Pengarang : Randu Alamsyah
Judul : Jazirah Cinta
Penerbit : Zaman, Jakarta.
Cetakan ke : 1, tahun 2008.
Tebal : 213 halaman.
Ukuran : 13x20,5 cm.
Font: Celibri 11 pt.

Jazirah Cinta, sebuah novel tentang kisah cinta Islami, menyentuh hati dan memperkaya jiwa. Ditulis oleh Randu Alamsyah, seorang jurnalis di Kalimantan Selatan, dan sekarang menjabat sebagai Redaktur Sastra Harian Radar Banjarmasin.

Penulis yang punya nama asli Muhammad Nur Alam Machmud ini lahir di Manado, Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Juni 1983.


2. Sinopsis

Novel ini berkisah tentang Syamsu, seorang remaja 15 tahun, berasal Sulawesi, dari keluarga broken home. Ia lari dari rumah, dan merantau ke Balikpapan, tanpa tujuan yang jelas, karena tak tahan dengan neraka yang berkobar di dalam rumah tangga orang tuanya.

Tuntutan perut memaksa Syamsu terjun ke lumpur hitam kriminal, sebagai perampok, demi mempertahankan hidup. Ketika diburu polisi, ia bersembunyi di sebuah masjid, lalu diselamatkan oleh seseorang yang bernama Alamsyah. Atas saran Alamsyah, Syamsu pergi ke Banjarmasin dan menjadi santri di Pondok Pesantren.

Selain mengaji di Pondok, Syamsu giat pula mengikuti pengajian di Sekumpul Martapura. Insiden hilangnya selembar sorban ketika pergi ke Sekumpul, lalu diantarkan oleh seorang gadis yang bernama Lula, mulai mengubah cerita hidupnya. Ternyata Lula adalah seorang WTS yang diketahui Syamsu saat ia diundang untuk acara selamatan di komplek pramuriaan km 18.

Syamsu tekun belajar, di samping giat mencari uang, sehingga menarik simpati seorang ustadz untuk menikahkan Syamsu dengan putrinya yang bernama Salwa. Syamsu menerima tawaran tersebut, dan bertekad untuk menghapus nama Lula yang mulai tertulis dalam hatinya.

Tak sempat tamat mengecap pendidikan pesantren, dan belum terucap kata ijab kabul dengan Salwa, Syamsu mendapat fitnah. Ia tak bisa berkelit saat tertangkap oleh ustad Zaid, ketika berduaan di rumah Lula. Ia diusir dari Pesantren. Dari sinilah cerita semakin menarik, sehingga memancing pembaca untuk membaca sampai tuntas.


3. Analisis

Unsur-unsur yang membangun karya sastra itu terdiri dari tema, alur/plot, penokohan, latar/settting, sudut pandang, amanat, gaya/style, dan suasana.


a. Tema


Tema novel ini adalah Pentingnya Pendidikan Anak dalam Keluarga.

Konklusi ini didasarkan atas atas beberapa fakta, di antaranya:

1) Syamsu, tokoh utama dalam novel ini adalah korban dari ketidakharmonisan rumah tangga (h. 23). Orangtua tidak memperhatikan pendidikan anak-anaknya, sehingga anak harus lari dari rumah.

2) Lula terjerumus ke dunia pristitusi adalah akibat kurangnya perhatian dan pendidikan orangtua dalam keluarga (h. 52). Jadi, bukan semata-mata karena faktor ekonomi dan pergaulan bebas.

3) Yunita menjadi putus asa dan depresi dengan penyakit yang dideritanya, karena orangtua tidak bisa memberikan semangat dan motivasi.


b. Alur/plot

Alur cerita novel ini terlihat datar dari awal sampai akhir (plot lurus). Maksudnya, rangkaian peristiwa dikemas secara kronologis. Hanya ada satu flashback pada bagian awal cerita. Hal dapat dilihat saat pengarang memulai cerita dengan kehidupannya di pesantren.

Menurut Abdullah Harahap, semakin minim flashback semakin baik kualitas cerita. Sebab pembaca dapat mengikuti alur cerita dengan mudah, dan memahami isinya. Namun dalam teori modern, semakin banyak flashback, semakin besar manfaat dari membaca. Sebab dengan adanya flashback, otak pembaca bekerja keras untuk memahami dan menemukan hubungan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Hal ini dapat menambah kecerdasan dan daya ingat.

Dari segi konflik, peristiwa yang mengundang konflik dalam novel ini adalah beragam. Tidak fokus pada satu tokoh dengan tokoh lainnya. Ada konflik antara tokoh dengan orangtua, Lula, Salwa, Ustadz Zaid, polisi, dan Kasim. Konflik bermula dari ketidakharmonisan rumah tangga orangtua Syamsu, sehingga ia lari dari rumah. Namun konflik ini tidak digambarkan secara dramatis, sehingga pembaca kurang mencermati masalah ini sebagai hal yang serius. Padahal, menurut penulis, inilah konflik terbesar yang seharusnya dikedepankan.

Puncak konflik (klimaks) Jazirah Cinta adalah saat Syamsu tertangkap sedang berduaan dengan Lula, lalu diusir dari pesantren, dan saat ia ditangkap oleh Kasim. Walaupun setiap konflik dapat diselesaikan (antiklimaks), namun penyelesaiannya tidak fokus pada konflik utama yang menjadi tema.

Selain itu, dalam antiklimaks, meminjam istilah Abdullah Harahap, pengarang selalu mencomot kebetulan dari langit. Saat Syamsu dikejar polisi, ia secara kebetulan ditolong oleh seseorang yang sedang beri’tikaf di masjid. Ketika disekap oleh Kasim, lagi-lagi ia diselematkan oleh orang yang bernama Alamsyah tersebut. Waktu sorbannya hilang, secara tiba-tiba dikembalikan oleh penemunya. Kala ia bingung di Balikpapan, tiba-tiba bertemu Isack.

Dalam karya fiksi, harus selektif dalam menggunakan istilah kebetulan. Sebab pembaca tidak ingin dibohongi secara blak-blakan, atau pengarang didustakan oleh pembaca. Walaupun dalam dunia nyata, kebetulan itu sering terjadi. Namun dalam karya fiksi, harus dijelaskan alasan logis, atau hubungan sebab akibat dari peristiwa kebetulan tersebut. Sebab pembaca tidak mudah menerima kebetulan, jika tidak melihat faktanya.

Antara Syamsu dan Lula tidak berkenalan sewaktu di dalam taksi. Bagaimana mungkin Lula dapat mengembalikan sorban Syamsu yang ketinggalan di angkot tersebut? Walaupun pembaca dapat memahami bahwa mungkin Lula hanya menduga, sebab Syamsu dan kawan-kawan menanti taksi di depan pesantren. Mengapa Lula nekad mau mengembalikan sorban tersebut? Mengapa Lula tidak langsung pulang setelah menyerahkan sorban itu?


Dilihat dari aspek kerapatan plot, novel ini termasuk plot longgar. Maksudnya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya tidak terjalin secara erat. Dengan kata lain, antara satu peristiwa dengan peristiwa lain, diselipi dengan peristiwa tambahan. Sebagai contoh, peristiwa larinya Syamsu dari rumah hanya semata-mata untuk menghindari permasalahan dalam rumah tangga. Syamsu akhirnya nyantri di Pondok Pesantren tidak ada hubungannya dengan konflik dalam rumah tangga tersebut. Hal ini terjadi hanya secara kebetulan. Antara kedua permasalahan ini diselipi dengan konflik Syamsu yang terlibat dalam tindak kriminal yang akhirnya menggiringnya ke Banjarmasin.


c. Penokohan

Dari segi karakter tokoh, menurut penulis semuanya tergambar jelas, kecuali dalam tiga hal.

Pertama, siapa Kiai yang memberikan sorban kepada Syamsu? Hal ini tidak dijelaskan oleh pengarang, siapa namanya, dan apa jabatannya di pesantren tersebut. Karena itu, tokoh ini tidak dapat dibayangkan oleh pembaca dan terus menjadi misteri hingga akhir cerita. Yang jelas, kiai tersebut bukan ustadz Zaid. Dugaan penulis, ia adalah pimpinan Pondok Pesantren itu.

Kedua, apa kelebihan Syamsu sehingga ia menerima kehormatan diberi sorban oleh Kiai? Pengarangnya sendiri menjelaskan bahwa Syamsu bukanlah orang yang lebih rajin beribadah dan alim dibanding teman-temannya (h. 41). Jadi, karakater Syamsu ini belum tergambar jelas, baik bentuk fisiknya, sifat-sifatnya, atau kelebihannya, selain sebagai orang miskin yang terbuang dan pola pikirnya yang dapat dipahami dari berbagai peristiwa. Pengarang tidak mengekspos lebih detil tentang kepribadian Syamsu selama ia berada di pesantren.

Ketiga, tokoh Alamsyah, sang superhero yang masih misteri dan tidak tergambar secara jelas dalam sub judul Misteri Alamsyah. Yang terbayang di benak penulis, ia adalah seorang sufi yang kerjanya hanya beribadah di masjid dan memiliki karomah. Tapi, mengapa orang-orang sekitar tidak mengenalnya, dan mengapa pengarang tidak mengetahui asal-usulnya?


d. Latar/settting

Setting menurut Nurgiyantoro (1995:216) adalah hal-hal yang berhubungan dengan tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial terjadinya peristiwa yang diceritakan.


1) Tempat

Background cerita ini mengambil lokasi di Pondok Pesantren Raudhatus Sama’, yang menurut pengarang berjarak sekitar 1 km dari km 18. Berarti di sekitar km 19, bukan di km 17, sebab ketika Syamsu naik taksi dari arah Banjarmasin, di dalam angkot ada Lula yang kemudian diketahui tinggal di km 18. Km 19 masih termasuk wilayah Kota Banjarbaru, bukan wilayah Banjarmasin seperti yang disebutkan pengarang.


2) Waktu

Tak satupun tercantum tanggal atau tahun peristiwa yang diceritakan di novel ini. Yang ada hanyalah usia Syamsu saat tinggal nyantri, dan lamanya tidak di pesantren tersebut. Syamsu tinggal di pesantren itu saat berusia 15 tahun dan 6 tahun kemudian ia berkenalan dengan Lula dan mengatakan bahwa umurnya 20 tahun (h. 54). Seharusnya usianya saat itu 21 tahun.


e. Sudut pandang

Jazirah Cinta ditulis dari sudut pandang orang pertama, dengan tokoh utama yang bernama Syamsu. Kelebihan gaya ini adalah penulis dapat mengeskspor sisi-sisi batin atau psikologis sang tokoh.

Gaya ini bercerita dengan sudut pandang “aku”. Jadi, seperti orang yang menceritakan pengalaman sendiri. Dengan teknik ini, pembaca diajak ke pusat kejadian, melihat dan merasakan melalui mata dan kesadaran orang yang langsung bersangkutan.


f. Amanat

Setelah membaca setiap kalimat Jazirah Cinta, penulis dapat menangkap beberapa amanat novel ini:

1) Sesuai tema, novel ini berwasiat kepada setiap orangtua untuk mendidik anak-anaknya di rumah, selain menyekolahkannya ke lembaga formal.

2) Apapun profesi seseorang, ia harus diperlakukan sama dengan manusia lainnya (h. 55). Tak peduli ia seorang pramuria, perampok, pembunuh dan sebagainya.

3) Dakwah Islam idealnya dilaksanakan bagi semua lapisan masyarakat, bukan hanya bagi kalangan tertentu saja.

4) Shalat harus dilakukan dalam kondisi apapun selagi masih hidup dan berakal. Ketika disekap dan diikat, Syamsu tetap mengerjakan shalat dengan isyarat kepala (h. 181).

5) Bagaimanapun keadaan orangtua, anak tetap wajib berbakti kepada mereka, selama tidak diperintah berbuat maksiat (h. 43).

6) Barang haram tidak boleh disedekahkan atau diinfakkan di jalan Allah, tapi wajib dikembalikan kepada pemiliknya sebagai salah satu syarat tobat (h. 141).


g. Gaya/Style

Ciri khas gaya kepenulisan Randu, menurut penulis adalah menyembunyikan orang pertama dalam diri orang ketiga, atau sebaliknya. Maksudnya, sekalipun tokohnya adalah orang pertama (aku), namun seolah-olah orang ketiga yang menceritakan tentang orang pertama. Atau ketika menceritakan orang ketiga, seolah-olah orang ketiga itu sendiri yang menceritakan tentang dirinya. Sebagai contoh: Jangan harap kau bisa mendapatkan tempat di dalam musala jika kau datang setelah zuhur... (h. 33) Ungkapan ini kabur dari sudut mana pengarangnya bertutur, walaupun dapat dipahami dari orang pertama karena sudah membaca bagian sebelumnya. Hal ini sangat bagus dilakukan untuk menghindari subjektivitas dan terkesan menggurui.

Gaya seperti ini bagus untuk membangun jiwa yang optimis, penuh semangat dan motivasi untuk bangkit dari keterpurukan. Namun di sisi lain, gaya semacam ini akan mengurangi ruh dari cerita itu sendiri. Pembaca kurang dapat merasakan apa yang dialami sang tokoh.


h. Suasana

Penggambaran suasana dalam novel ini secara umum cukup ekspresif. Hanya saja, ada beberapa suasana yang tidak sinkron dengan kehidupan di pesantren.

1) Di Pondok Pesantren tradisional, sepengetahuan penulis tidak ada ta’zir berupa digundul rambutnya jika melanggar tata tertib. Di Pondok Pesantren modern pun tidak dilaksanakan hukuman seperti ini, kecuali di Al-Falah tempo dulu.

2) Suasana kabut di musim kemarau tidaklah separah yang digambarkan, yaitu jarak pandang hanya sekitar 1 meter. Selain itu, tuh masih ada lampu-lampu yang menerangi di sekitar asrama pesantren.


4. Penutup

Secara umum, novel ini bagus dan enak dibaca untuk menambah wawasan dan membangkitkan motivasi. Bahasanya lugas dan komunikatif. Kelemahannya hanyalah pada sebagian kecil teknik penulisannya, namun tetap tidak mengurangi esensi dan keindahan ceritanya. (*)

Rating: 3,5/5. ***

Ditulis sendiri.
Diubah oleh Aboeyy 10-10-2018 12:47
1
1.4K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan