Quote:
PROKAL.CO, SAMARINDA - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) diklaim menguntungkan Kaltim. Pasalnya, di Bumi Etam nilai ekspor lebih tinggi dibandingkan impor. Namun, jika kenaikan dolar terjadi cukup lama, tetap akan berbahaya. Berdasar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia pada Jumat (21/9), uang garuda berada di level Rp 14.824 per dolar.
Pengamat Ekonomi Kaltim Aji Sofyan Effendi mengatakan, Kaltim memang belum merasa rugi ketika rupiah sedang melemah. Itu karena neraca perdagangan Bumi Etam yang berjalan, lebih besar ekspor dibandingkan impor. Nilai ekspor Kaltim pada Juli mencapai USD 1,63 miliar sementara nilai impor Kaltim hanya USD 0,38 miliar.
“Kaltim masih untung. Apalagi Kaltim masuk tiga besar provinsi yang memberikan sumbangan utama terhadap ekspor non-migas Indonesia,” ungkapnya, Jumat (21/9).
Saat ini, urutan pertama masih ditempati DKI Jakarta dengan sumbangan 31 persen. Selanjutnya, Jatim dengan 11 persen dan disusul Kaltim 10,8 persen. Tentu bisa disimpulkan Kaltim punya peran yang cukup dominan terhadap ekspor Indonesia. “Itu memperlihatkan dolar yang masuk lebih besar,” imbuhnya.
Dia menjelaskan, di Kaltim tidak terjadi gejolak atau kontraksi ekonomi akibat kenaikan dolar. Dengan asumsi, harga sembako terus terjaga alias tidak inflasi, dan daya beli masyarakat tetap tinggi. Jika inflasi, maka bisa kontraksi. Salah satu pemicu kontraksi itu harga bahan bakar minyak (BBM) naik. “Jadi, jangan sampai harga BBM naik. Jika kenaikan dolar tidak diimbangi dengan inflasi yang meninggi, maka kenaikannya tidak merugikan,” bebernya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Nasional Indonesia (Apindo) Samarinda, Novel Chaniago mengatakan, secara jangka pendek melemahnya nilai tukar memang masih menguntungkan eksportir Kaltim. Karena, produksi dibayar rupiah dan keuntungan dibayarkan dolar.
“Momentum ini juga dimanfaatkan untuk menggenjot produksi. Hanya, meski menguntungkan jika terjadi dalam jangka panjang cukup membahayakan,” tuturnya.
Karena, tambahnya, dampak dolar juga dirasakan pengusaha kecil. Contoh saja, pengrajin tahu tempe, bahan dasar mereka itu impor seperti kedelai. Sehingga harga bahan baku menjadi tinggi. Ini tentunya tidak boleh terjadi dalam jangka panjang.
“Mereka ini yang berpotensi paling merasakan pelemahan rupiah. Sedangkan perusahaan besar, seperti eksportir kayu, batu bara, cukup memiliki dampak positif terhadap pelemahan rupiah,” tutupnya.
adem anyem lur
http://m.kaltim.prokal.co/read/news/340907-ah-masak-sih-pelemahan-rupiah-untungkan-kaltim.html