bunkqAvatar border
TS
bunkq
Sajadah Pemberian Ibu

Namaku Dewi, pernah menjadi gadis rapuh. Ayahku seorang manajer yang cukup sukses di bidang Otomotif. Sangat sibuk . Ibuku seorang ibu rumah tangga sejati yang selalu ada kapan saja untuk anak semata wayangnya ini.

Hari ini adalah hari dimana beberapa jam lagi aku akan dipromosikan menjadi direktur utama disalah perusahaan multinasional tempatku selama ini berkarir.


(pintu di ketuk) 

tok..tok...tok... “permisi bu Dewi” suara sekretarisku Mira dari balik pintu. 

“masuk” kataku. “Bu, nanti jam 7 habis buka puasa ada seremoni dari Dewan Direksi dan Komisaris serta para pemegang saham untuk ibu.” ujar Mira mengingatkanku. 

“Ok Mir, sampai ketemu nanti ya!” sambil melihat jam yang menunjukkan pukul 4 sore. “Mir, kalau kamu sudah selesai semua, kamu boleh langsung pulang ya biar bisa berbuka dengan keluarga dirumah”

“Saya sendiri saja” ucapku kepada Mira. Aku tahu betapa mahalnya buka puasa bersama keluarga bagi seorang asisten yang harus ada setiap saat buatku bila diperlukan. Apalagi untuk perusahaan sekelas tempat aku mengabdi ini. Tempat yang pertama mungkin jadi yang terakhir bagiku kelak ini. 

“Baik bu, terima kasih ya bu”. Sembari keluar dan menutup pintu. “Mir..Mir...oh ya...tolong sekalian kosongkan semua jadwal saya sampai jam 6 nanti ya.” pintaku kepada Mira. 

“Baik bu” sambil mengunci pintu kembali. 

Aku beranjak dari kursiku, merapikan semua file-file yang baru saja ku tandatangani dan menumpuknya di tempat yang akan di ambil Mira besok pagi. Setelah semua rapi, kemudian aku menuju pintu dan memastikan sudah terkunci. 


Sembari menarik napas dalam-dalam, tiba-tiba pikiran dan batinku bertaut, tanpa kusadari hari ini akan berada di puncak karirku. Aku ingat dengan jelas, 30 tahun yang lalu saat aku menginjakkan kaki di tempat ini sebagai orang yang sudah pasrah sepasrah-pasrahnya karena di tolak sana-sini oleh bagian HRD yang menerima surat lamaranku, tanpa kabar ataupun surat pemberitahuan kalau aku belum bisa bergabung dengan mereka. Yaa, karena aku tidak punya pengalaman kerja. Kecewa? Sudah pasti. Huftt... hanya perusahaan inilah yang (akhirnya) memanggilku untuk interview. Dan akhirnya membawaku hingga saat ini. Alhamdulillah. Mungkin saat itu tidak pernah muncul sedikitpun keinginan mencapai posisi top disini. Benar-benar tidak terbayang! Air mataku jatuh mengalir deras mengingat semua hal yang kulalui itu. Kakiku melemah seakan tidak mampu menahan berat tubuhku. “Ya Allah, nikmat Mu mana lagi yang aku dustakan?”beberapa saat lagi aku benar-benar berada di puncak karirku” tanyaku dalam hati.

Entah kekuatan apa yang menggerakkan, aku telah duduk bersimpuh, lemah...berserah...air mataku tumpah tanpa bisa kubendung, tangan ini bergetarrr mengambil sesuatu yang ada di dalam tasku. Ya...sebuah sajadah yang tidak pernah aku tinggalkan sedetikpun di manapun aku berada, sejak aku diterima di perusahaan ini. Aku bentangkan dengan perlahan merapikan setiap sudutnya. Terlihat samar-samar air mataku jatuh mengenai kain sajadah yang warna benang dan coraknya pun sudah mulai memudar. 

Aku menangis sejadi-jadinya, dalam sujudku diatas sejadah itu. Serasa raga ini tertarik ke puluhan tahun yang lalu. Tergambar jelas seorang Dewi muda yang hidup tidak pernah kekurangan, tidak pernah susah. Bahkan rasa cemas pun tidak pernah berani menghampiri hidupku saat itu. Ayah dengan segala hal yang ia punya, mampu memenuhi kebutuhanku sebagai gadis remaja yang selalu ingin terlihat “wah” ini dimata teman-temanku. Apapun yang aku inginkan selalu dipenuhinya. Semua ada, semua materi yang ku inginkan tidak ada yang tidak bisa ku miliki! Semua teman-temanku selalu hadir bila aku  inginkan. Aku benar-benar hidup melesat diatas batas kesombongan sebagai manusia. “Tidak ada yang bisa menahanku” gumamku saat itu. 

Bahkan, nasihat-nasihat dari ibu untuk tetap menjaga solat, rendah hati dan hidup sederhana serta mengingat Allah selalu aku kesampingkan. Tidak pernah aku dengar. Hanya angin lalu!!


Hingga suatu sore di bulan ramadhan menjelang lebaran, aku mendapat kabar dari staff kantor ayah bahwa ayahku meninggal terkena serangan jantung saat sedang memimpin rapat. Peristiwa itu seperti petir disiang bolong yang menyambarku. Menusuk tepat di jantung dan hatiku! Menghentikan aliran darahku! Mencekik jalur napasku! Bagaimana tidak, disaat aku sedang  menyelesaikan tugas terakhirku sebagai mahasiswa, ayah benar-benar pergi dari kehidupanku!!!  Menjelang hari raya!! Artinya aku berlebaran tanpa ayah?! Itulah saat dimana untuk pertama kalinya aku ragu dengan diriku sendiri. Bagaimana tidak, ayah pergi tidak meninggalkan apapun selain rumah dan kendaraan, tabungan habis untuk berobat dan biaya kuliahku. Rumah dan mobil satu-satunya akhirnya pun harus ibu jual untuk memenuhi kehidupan sehari-hari kami berdua. Kami pindah ke kontrakan yang untungnya masih di miliki oleh adik ibu. 

Hidupku berubah! Berbalik 180 derajat!Terpaksa hidup sederhana! Dari hari ke hari aku bersama ibu, hidup dari belas kasihan keluarga dan sahabat ayah ibu. Meski ada juga beberapa kerabat yang tidak peduli dengan kami, setelah kami “jatuh”. Bahkan teman-teman yang dulu hampir setiap hari “hidup” bersamaku hilang satu persatu. Menjauh, mencari kehidupannya masing-masing. Malaikat baikku berbisik “mungkin mereka tidak ingin membuat mu repot”. 

“Ah sudahlah! Aku harus menyelesaikan semuanya” dalam hatiku. Aku putuskan mulai mencari pekerjaan. Menitipkan surat lamaran kepada teman, mengirimkan via pos, atau datang langsung ke perusahaan-perusahaan sudah ku lakukan. Namun, sepertinya keberuntungan belum berpihak kepadaku. Tak kunjung datang berbulan-bulan.


Aku mulai putus asa!

Suatu sore menjelang senja setelah keliling Jakarta dari pagi mengantarkan surat lamaran kerja, aku merebahkan badan letihku di sofa ruang tamu, berusaha memejamkan mata. Terdengar sayup-sayup suara ibu,

“nduk, jangan lupa solat...kirim doa untuk ayahmu sama minta dilancarkan urusanmu” ucap ibu seraya memberikan aku sajadah. Entah kekuatan apa yang mendorongku senja itu, aku bangun...bergegas mengambil air wudhu dan langsung menunaikan salat magrib menjelang adzan isya kumandang. Akupun melanjutkan solat isya, toh masih ada wudhu dalam hatiku. 

“Assalamu’alaikum warahtulahi wabarakatuh..... Assalamu’alaikum warahtulahi wabarakatuh.....” solat ku akhiri dengan mengusap muka dengan kedua tanganku. Itulah solat pertama kali dalam hidupku dimana aku benar-benar “ingin” solat. Selama ini semasa ayah masih ada, aku solat karena takut sama ayah dan ada perasaan terpaksa. Terlebih setelah ayah pergi, ajakan ibu untuk solat sembari membawakan sajadah yang rutin beliau lakukan, tidak pernah aku lakukan. Aku fokus mencari kehidupan, namun lupa dengan yang memberi kehidupan. “Maafkan aku ibu, ayah. Maafkan aku ya Allah” 


“Posss...pos.....” terdengar suara laki-laki dari balik pagar depan kontrakan kami. Sambil membuka tirai...kulihat petugas pos berdiri menghadap kearah pintu rumah kami. Sambil membuka pintu, dan menghampiri petugas tersebut. “Ibu Dewi ada? Tanya petugas tersebut. “ya, saya sendiri pak!” jawabku cepat. “Ada surat untuk mbaknya” balasnya seraya memberikan surat untukku tersebut. Kulihat sepintas logo yang ada di surat tersebut, perusahaan besar yang pernah aku kirimkan surat lamaran pekerjaan. “terima kasih pak!” ujarku setelah membubuhkan tanda tangan sebagai tanda terima. 

Tak lama berselang setelah petugas pos itu pergi, aku membuka surat tersebut dengan perasaan biasa saja, bahkan cenderung datar. Batinku pagi itu tidak memberikan sinyal istimewa apa-apa. Aku mulai membuka surat itu dengan merobek sisinya. Menariknya keluar dari amplop dan mulai membaca kepala surat yang di tujukan kepadaku. Lipatan berikutnya kubuka...............

Aku membacanya perlahan dan berulang, air mata jatuh membasuh pipiku. 

Pecahhhh!!! Tangan ini gemetarrrrr, napasku sesakkkk! 

Aku masuk kekamar meletakkan surat itu, bergegas mengambil air wudhu dan kembali ke dalam kamar. Ku kunci pintu, mengenakan mukena, menghamparkan sajadah pemberian ibu serta mematikan lampu.

“Allahu akbar.......”aku bertakbir.... yaa...aku bertakbir....membiarkan raga ini berserah diri dan bersujud kepada pemilik jasad dan segala pemilik rencana bagi hidupku ini. Tumpahnya air mata di atas sajadah menjadi saksi dalam hidupku bahwa aku tidak di lupakan oleh Allah. “Aku masih di ingat Allah!” Tidak habis-habisnya aku bersyukur, doaku didengar Allah. “Aku tidak ditinggalkan oleh Allah! Allah selalu bersamaku!” dalam sujud pasrahku aku menangis sejadi-jadinya.

“Terima kasih ya Allah...Terima kasih ya Allah... Terima kasih ya Allah...”tidak henti-hentinya aku mengucap syukur sambil bersujud serta larut dalam hening. 

***

Tok..tok..tok.. (pintu ruanganku di ketuk).... “permisi bu” suara wanita dari luar ruanganku. Aku terperanjat kaget. Hah! Apa yang barusan terjadi? tanyaku dalam hati. Mataku bengkak, wajahku sembab dan sajadahku basah tepat di tempat aku bersujud. Sembari merapikan sajadahku, dan riasan wajahku, aku membalas suara tadi “masuk..” sambil aku menuju ke kursi kerjaku. 

“Bu, ibu tidak apa-apa?” tanya Mira. Sepertinya Mira tahu kalau aku habis menangis. Tapi aku yakin dia tidak tahu apa sebabnya.

“Oh, engga apa-apa Mir! Kamu sudah mau pulang Mir?” Aku melihat jam yang ternyata sudah hampir pukul 5 sore.

“Kalau masih ada yang bisa saya kerjakan untuk ibu, saya akan tetap disini bu” ujar Mira dengan sedikit menunduk

Aku mendiamkan dan membuka laciku... mengambil amplop dan menyerahkannya kepada Mira 


“Ini Mir, untuk kamu dan keluarga! Sekarang kamu pulang, buka puasa di rumah dan ajak anak-anakmu beli baju lebaran” kataku dengan sedikit penekanan.

“Apa ini bu?” sambut Mira

“Sudah ambil saja!” perintahku

Mira pun mengambil dan meminta ijin kepadaku untuk membuka amplop tersebut “Bu..saya buka ya?

“Bukanya diluar saja! Jangan lupa tutup pintu lagi ya!” ujarku sambil sedikit menyuruhnya segera keluar dari ruanganku.

“Baik bu, terima kasih ya bu” ucap Mira sambil melangkah cepat kelur ruangan dan menutup pintu.

“Ahhhhhh... lega rasanya..terima kasih ya Allah... terima kasih ayah, terima kasih ibu” senyum penuh syukur mengembang dari wajahku.

“Alhamdulillah....”

Brak!! tiba-tiba pintu di buka.... Mira berlari menghampiriku... memelukku... mencium tanganku berulang-ulang... sembari menangis tersedu-sedu.

“Ibuuu.... ini banyak banget buu....ini 10 juta buuuuu....ini banyak sekali buuu” ucap Mira sambil menangis sesungukan.

“Sudah-sudah anggap saja ini hadiah dari Allah untuk kamu dan keluarga ya Mir...melalui saya... sekarang kamu cepat pulang... biar bisa buka puasa bersama keluarga ya Mir” ujarku kepada Mira.

“Ibu tidak ingin saya temani sampai acara selesai?” tanya Mira

“Tidak usah, ini acara saya... kamu ada kewajiban di rumah. Sudah tidak apa-apa! Sekarang kamu pulang, nikmati libur lebaran sama keluarga. Sampaikan salam dari saya ya Mir! Sampai ketemu setelah lebaran yaa...” ujarku sedikit menyuruhkan bergegas pulang.

“Baik bu, saya pamit ya bu....sekali lagi terima kasih banyak ya buuu. Semoga ibu selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah ya bu. Amiiiin.. Mira pamit ya bu... Assalamu’alaikum.....” ucap Mira sambil menahan tangis dan mengusap air mata berjalan ke luar dari ruanganku. 


Aku mengambil handphoneku, dan mencari nama “Ibu Tercinta”dan menelepon beliau. 

“Hallo, Assalamu’alaikum nduk apa kabar?” terdengar suara ibu dari seberang.

“Wa’alaikumsalam bu, Dewi alhamdulillah baik bu... Ibu sehat kan?” tanyaku

“Alhamdulillah nduk... kamu lagi apa nduk” tanya ibu kembali

“Bu, ijinkan hari ini Dewi memberitahukan sesuatu bu” ucapku kepada ibu

“apa itu nduk?????” ucap ibu penuh tanda tanya dalam hatinya.

Sambil menangis aku membalas pertanyaan ibu

“Bu, hari ini sebentar lagi Dewi di beri amanah jadi Direktur Utama.... acara nya jam 7 nanti bu. Mohon doanya ya bu, semoga lancar semuanya...”

“Terima kasih banyak ya buu...buat doa yang tidak pernah putus untuk Dewi sampai hari ini... terima kasih ya buu... Dewi minta ridho ibu” tangisku tidak terbendung di ujung telepon. Ku dengar ibu mengucap syukur dan mendoakan aku.

“Dewi pamit ya bu, mau bersiap buka puasa dan solat magrib setelah itu langsung ke tempat acara. Terima kasih banyak bu... Dewi sayang ibu” 

ucapku lirih... tak kuasa diri ini menyembunyikan bahagia.

*Adzan magrib berkumandang*

aku membatalkan puasa dan solat magrib diruanganku.. setelahnya

“Bismilahirrohmanirrahiiim” 


Aku melangkah memasuki ruang pelantikan. Pintu di buka.... semua orang sudah berkumpul di meja masing-masing....sumringah semua air wajah mereka...aku memasuki ruangan perlahan... semua yang hadir memberikan tepuk tangan... menghadapku dan menyambut kehadiranku di ruangan itu. Aku berjalan melewati tamu yang hadir diruangan itu menyapa mereka satu persatu dengan penuh senyum....

“Terima Kasih ya Allah”

“Terima Kasih Ayah”

“Terima Kasih Ibu”

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

ucapku dalam hati. Ku panjatkan syukur atas segala nikmat.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh....saya,.. Dewi.... wanita yang pernah melewati batas kesombongan sebagai manusia, hari ini dengan segala kekurangan dan kelemahan serta kekhilafan saya sebagai manusia, saya bersujud dan memohon ampun kepada Allah yang Maha Kuasa, Maha Memiliki dan Makan Pengasih lagi Maha Penyayang....”aku mengeluarkan sajadah pemberian ibu, lalu bersujud mengawali pidato sambutanku didepan seluruh hadirin malam itu.



anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.5K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan