Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

zafinsyurgaAvatar border
TS
zafinsyurga
[CerpenReligi] Mengharu Shubuh




Pagi turun. Daun-daun berembun. Hujan sudah sedari tadi berhenti. Meninggalkan jejak tanah yang basah. Becek. Adzan shubuh masih bertalu. Seperti genderang perang bagi siapa saja yang tidurnya merasa terganggu. Bangun untuk menggerutu, menarik selimut ke seluruh tubuh, kemudian meringkuk lagi. Mendengkur kembali.

Seorang perempuan berjalan sendiri. Langkahnya gontai. Muka dan pakaiannya lusuh. Hatinya keruh. Ketika lewat di depan sebuah musholah, langkahnya agak bergegas. Dia menengok sekilas ke arah musholah. Sholat shubuh sedang berlangsung. Dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa tak ada yang melihatnya. Sampai di depan rumah kontrakan yang ia tinggali, cepat-cepat ia membuka pintu. Masuk dan kemudian menutup kembali pintunya, tak lupa juga menguncinya.

Tas yang berisi peralatan make-up diletakkannya begitu saja di atas meja rias. Dia lalu berbaring di atas kasur lantai yang sudah tiga bulan tak diganti sepreinya. Lamat-lamat ia mendengar suara doa-doa yang dipanjatkan dari musholah depan rumah. Ada yang menjalar dalam hatinya. Mengaduk-aduk perasaannya. Risau. Pikirannya kacau.

Sholat shubuh sudah usai. Jama'ah banyak yang sudah kembali ke rumah masing-masing. Menyiapkan diri untuk bertebaran di muka bumi. Mencari setitis rezeki. Ada juga yang masih berdiam diri. Melangitkan dzikir dalam hati atau membaca Kalam Suci.

Perempuan itu masih berbaring. Seruan adzan dan doa-doa masih tetap terdengar di telinganya padahal sholat shubuh di musholah itu sudah selesai sedari tadi. Dia coba memejamkan mata.Tapi semakin ia terpejam semakin jelas seruan dan doa-doa itu terdengar. Mengiang-ngiang menubruk gendang telinganya. Ada apa dengan dirinya? Ini bukan pertama kali dia mendengar suara adzan, bukan pertama kali dia mendengar doa-doa dipanjatkan, tapi entah kenapa untuk kali ini ada yang terasa berbeda. Apa karena ini bulan Ramadhan? Bulan suci. Entahlah. Yang jelas suara adzan dan doa-doa itu terus menggedor gendang telinganya. Masuk meresap ke dalam hatinya. Tak terasa ada yang mengalir di sudut kedua matanya. Bahunya terguncang, menahan tangis. Seperti ada kekuatan yang mendorongnya agar bangkit. Dan dia pun bangkit menuju kamar mandi. Mengguyur seluruh tubuhnya. Membersihkan noda-noda dosa yang menempel di tubuhnya. Bahunya masih terguncang, ada isak tangis yang tertahan. Air mata bercampur dengan siraman air yang mengguyur.

Selesai ritual bersuci di kamar mandi, dia mengambil mukenanya yang entah sudah berapa lama hanya tersimpan rapih di tumpukan paling bawah lemarinya. Menyebabkan ia harus bersimpuh untuk mengambilnya. Sebelum dikenakan, mukena itu diciumnya, membangkitkan rasa rindu pada waktu dahulu ketika dia masih menjadi perempuan desa yang lugu, yang masih taat kepada ajaran agama yang ditanamkan oleh orangtuanya sejak kecil. Sampai pada suatu ketika, dia merasa tersakiti oleh pria pujaan hatinya yang ia berharap lelaki itu menjadi pendamping hidupnya. Cinta perempuan lugu yang menggebu dimanfaatkan oleh lelaki yang tidak bertanggungjawab dan tak tahu malu. Hancur hatinya, hilang kehormatannya. Seorang kawannya menunjukan jalan terbaik melampiaskan dendamnya pada laki-laki, pada keadaan yang kejam terhadapnya. Dan hari-harinya pun dilalui dalam pelukan laki-laki yang berbeda, silih berganti.
Quote:

Dipakainya mukena berwarna putih itu dan dia mulai berdiri. Berdiri untuk menyatakan diri bahwa hanya DIA lah yang Maha Besar dan dia begitu kecil. Dalam sujud yang dalam dia terpaku, isak tangisnya lirih, selirih doa mohon ampunnya kepada pemilik jiwanya. Di luar mentari mulai meninggi, memberikan energi kehidupan dengan sinarnya yang hangat. Perempuan itu masih bersimpuh, melangitkan selaksa doa-doa. Pipinya basah. Mukenanya basah. Hatinya basah.


Wahai Tuhanku..., aku bukanlah ahli syurga
tapi aku tidak kuat dalam neraka
maka berilah aku taubat dan ampunilah dosaku
sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dosa yang besar

Dosaku bagaikan bilangan pasir
maka berilah aku taubat duhai Tuhanku yang memiliki keagungan

Umurku ini setiap hari berkurang
sedang dosaku selalu bertambah
bagaimana aku menanggungnya

Wahai Tuhanku...
hambaMu yang berbuat dosa telah datang kepadaMu
dengan mengakui segala dosa
dan telah memohon kepadaMu

Maka jika Engkau mengampuni
maka Engkaulah yang berhak mengampuni
jika Engkau menolak
kepada siapakah lagi aku mengharap selain kepada Engkau?*


The End



Cerita ini terinspirasi dari lagu Adzan Shubuh Masih di Telinga - Iwan Fals

Sumber gambar : google image

*Terjemahan Lirik Al I'tiraf (Syair Abu Nawas)
Diubah oleh zafinsyurga 24-05-2018 10:35
swiitdebbyAvatar border
swiitdebby memberi reputasi
1
2.6K
19
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan