Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

brandalbrutalAvatar border
TS
brandalbrutal
You Don't Know What's Beneath The Surface





Aku tinggal di sebuah kabupaten kecil yang biasa-biasa saja. Sebuah daerah yang tidak memiliki prestasi, walaupun juga tidak memiliki aib keburukan yang membuat para jurnalis haus berita memburu daerah ini. Tidak ada yang bisa dibanggakan dan tidak ada yang bisa diberitakan. Benar-benar kabupaten yang tidak terkenal.

Tapi itu dulu, duluuu sekali saat aku masih anak-anak dan remaja. Empat tahun belakangan, kabupaten ini berubah drastis di bawah pimpinan bupati yang berlatar belakang dunia pendidikan dan wakil bupatinya yang berlatar dunia sipil. Pembangunan jalan di jalur-jalur strategis ditingkatkan hingga tak ada lagi keluhan jalan terjal berbatu-batu dan bolong-bolong yang menimbulkan banyak kecelakaan. Sarana pendidikan diperbaiki, tempat-tempat wisata diperindah dan dibuat instagramable.

Dalam waktu yang tak lama, kabupaten ini mulai banyak dikenal oleh orang-orang luar. Wisatawan semakin ramai mengunjungi kabupaten kami. Sentra-sentra kerajinan dan tempat-tempat kuliner tak pernah sepi saat weekend dan musim liburan tiba. Padahal, dulu, bidang usaha seperti itu selalu lesu. Para jurnalis pun sering memberitakan daerah kami. Bahkan, pak bupati dan wakilnya sudah beberapa kali diundang ke stasiun televisi di Jakarta untuk mengisi talk show dan membicarakan kemajuan daerahnya.

Istri-istri bupati dan wakilnya pun aktif mengikuti berbagai kegiatan di masyarakat. Apalagi wajah keduanya sangatlah cantik dan gayanya fashionable meskipun bukan artis. Tak pelak, penampilan mereka sering menjadi sorotan media massa juga. Hal tersebut sepertinya cukup biaa menyumbang popularitas bagi daerah kami.

Ah, pokoknya warga di sini sangat bangga dengan keberhasilan dan kemajuan kabupaten ini. Secara pribadi, aku merasakan kebanggan yang lebih pada pak bupati. Kalian tahu kenapa? Karena beliau adalah calon mertuaku!

Betapa bahagianya ketika akhirnya aku bisa menjalin hubungan dengan Narulita Haryaningsih, putri cantik dari seorang bupati beken. Meskipun awalnya aku khawatir tidak direstui oleh beliau dan keluarganya, namun nyatanya keluarga mereka sangat terbuka menerimaku. Padahal aku hanya lelaki biasa dari keluarga yang biasa-biasa juga.

Beberapa kali aku bertemu Lita saat bersama keluarganya, mereka tidak membedakan sikapnya antara keluarga dan aku. Aku sudah dianggap bagian dari keluarga mereka sehingga rasa kikuk dan nervous-ku hilang. Betul-betul pejabat yang humble.

Sudah banyak partai politik yang meminang Pak Harya untuk menjadi kadernya atau menjadi calon pemimpin di provinsi. Tapi beliau selalu menolak. Beliau mengatakan bahwa kepemimpinannya di kabupaten ini belum selesai dan beliau berjanji untuk tidak meninggalkan warganya. Lagipula, beliau baru menghabiskan 3 tahun dari 5 tahun masa jabatan yang dipangkunya.

---


Politic is bullsh*t, kata orang-orang yang skeptis dan pesimis. Dan kini, aku menjadi bagian dari orang-orang skeptis itu. Pak Harya, calon mertua sekaligus bupati yang kubanggakan, sekarang telah melanggar janji politiknya. Beliau akhirnya menerima pinangan salah satu partai untuk maju sebagai calon gubernur. Warga sekabupaten kecewa, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Toh, yang dilakukan Pak Harya tidak melanggar aturan. Hanya melanggar janji.

Sebagian warga melampiaskan kekecewaannya dengan menyerang akun sosmed milik Pak Harya dan keluarganya. Lita ikut merasakan penderitaan itu.

"Udah, delete-in aja komentara-komentar gak baik gitu, Ta!" ujarku pada Lita yang saat itu tampak kusut dan lelah melihat akun sosmednya.

Meskipun aku termasuk warga yang kontra terhadap keputusan bupati Harya, tetap saja aku prihatin melihat masyarakat yang seenaknya mengetik komentar-komentar sadis di sosmed. Ada yang mengatakan bahwa Pak Harya mau melanggar janjinya karena dibayar sejumlah uang oleh partai. Mana buktinya? Ada yang menuduh beliau mata duitan karena gaji gubernur lebih besar. Ada yang mencaci menggunakan kata-kata kasar di kolom komentar sosmed anggota keluarga Pak Harya. Sungguh tak punya hati! Toh keluarga Pak Harya juga tidak bisa ikut campur urusan politik beliau.

Teman-teman kuliah Lita di kampus pun tak kalah banyak yang bersikap kurang baik karena ayahnya Lita melanggar janji. Ada yang sekadar ngeyel menanyakan alasan Pak Harya melaju sebagai calon gubernur saat masa jabatannya sebagai bupati belum selesai. Ada yang menyindir, mem-bully, bahkan mendebat segala ucapan Lita. Aku sebagai kekasihnya ikut jengkel mendengarkan cerita-cerita itu.

"Jujur, Ta. Emangnya papa kamu kenapa sih, kok sampe mau melanggar janjinya sama rakyat? Padahal beliau itu orang yang dipercaya committed sama rakyat," tanyaku ingin mengakhiri rasa penasaran.

Lita tidak menjawab. Putri bupati itu malah mengalihkan pandangannya ke kaca jendela mobil yang kami tumpangi.

"Maaf kalo aku ikut campur, Ta. Tapi jujur, aku kecewa dengan keputusan papamu."
Mata Lita masih mengarah pada rintik-rintik hujan yang menerpa kaca mobil.

"Aku pun sebenernya kecewa, Jo," jawab Lita dengan wajah tanpa ekspresi.

"Papa ga bisa nolak tawaran partai, ya?" tanyaku lagi. Masih penasaran.

"Seandainya kamu ada di posisiku, kamu pasti ngerti, Jo. Situasinya sulit."

Aku tahu itu caranya Lita untuk berkelit agar tidak menceritakan yang sesungguhnya. Entah kenapa ia harus menyembunyikannya dariku. Tapi aku juga tidak ingin memaksa. "Ya udah, aku anter kamu pulang, terus kamu istirahat. Jangan bukain sosmed mulu! Di-force closed aja sosmednya. Kalo perlu uninstall sekalian," ucapku mencoba memberikan solusi.

Lita tersenyum.

Sesampainya di depan rumah Lita, aku memarkirkan mobilku.

"Jo!" Lita tiba-tiba memelukku erat. Rintik-rintik hujan di luar membuat udara dingin meski AC kumatikan. Tapi dingin yang menyengat dari pelukan Lita ini berbeda.

"Ta... Kamu kenapa?" Aku yakin ada sesuatu yang salah. Entah aku. Atau situasinya. Tidak biasanya Lita memelukku sangat erat begini. Kubelai rambut panjangnya.

Ia memelukku semakin erat. "Aku capek, Jo...," bisiknya lirih. Suara bisikannya memang menyiratkan kelelahan.

"Everything's gonna be okay, Ta. Ini ujian. Hanya sementara. Kamu pasti bisa melaluinya," ucapku berusaha menyemangatinya.

Perlahan Lita melepaskan pelukannya. Ia tersenyum. "Makasih ya, Jo..."

"Lita...," kusentuh dagunya sambil menatap matanya dalam-dalam. "Kalo kamu butuh cerita atau ada apa-apa, hubungin aku ya. Aku mau nemenin kamu melewati semuanya."

"Iya." Lita mengangguk. "Aku pulang dulu, Jo."

---


Aku tak peduli jika orang bilang lelaki tak boleh menangis. Di pagi yang masih berkabut itu, aku mengemudikan motorku dengan kecepatan tinggi sambil menangis. Baru saja kemarin sore aku menatapa lekat mata Lita, kini aku mendapat kabar bahwa gadis itu tewas setelah menenggak racun serangga di kamarnya. Ini pasti gara-gara bully-an netizen yang tak henti menyerangnya. Kurang ajar memang!

Dalam perjalanan, aku melewati kantor bupati yang sudah ramai oleh polisi, masyarakat, dan wartawan.

Sesampainya di dekat rumah bupati, keramaian itu lebih parah lagi. Aku tidak mungkin menembusnya. Kulihat dari kejauhan, ada garis polisi di sekeliling rumah Pak Harya. Suara sirine patroli polisi yang menertibkan keramaian terdengar meraung-raung.

Kukemudikan motorku ke rumah sakit daerah setelah menghubungi Mario, adiknya Lita, untuk menanyakan di mana jenazah kakaknya berada.

Aku langsung bertemu dengan keluarga Pak Harya di rumah sakit. Tangisan terdengar di sekelilingku. Bu Harya bahkan pingsan dan segera dirawat di rumah sakit yang sama.

"Saya baru saja ketemu Lita kemarin, Pak..," kataku setelah menyalami Pak Harya yang tampak penuh duka. Aku tidak tahu harus berkata apa pada beliau. Aku benar-benar tidak pernah membayangkan ditinggalkan oleh orang yang kucintai. "Saya gak nyangka..."

"Dia cerita sesuatu sama kamu?" tanya Pak Harya berusaha tegar, namun suaranya tetap terdengar sedih.

Aku menatap beliau sambil mengernyitkan dahi. "Sesuatu itu... Maksudnya...?"

Beliau merogoh ponsel dari saku jaketnya. Kemudian ia menyerahkan ponsel itu padaku. "Itu yang ditemukan di dekat jenazah Lita...," katanya sambil mengusap matanya yang basah.

Kulihat foto dalam ponsel tersebut. Ada sebuah surat dengan tulisan tangan.

Quote:


Aku hanya bisa menangisi kepergian Lita. Aku menyesal tidak bisa menolongnya menghadapi semua ini.

THE END

Quote:


Diubah oleh brandalbrutal 09-02-2018 15:03
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.1K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan