- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
[SFTHCHALLENGE] "CERITA DI BALIK BILIK PESANTREN"


TS
fafakons
[SFTHCHALLENGE] "CERITA DI BALIK BILIK PESANTREN"
![[SFTHCHALLENGE] "CERITA DI BALIK BILIK PESANTREN"](https://s.kaskus.id/images/2018/01/28/8170708_201801281143090722.jpg)
Quote:
"CERITA DI BALIK BILIK PESANTREN"
![[SFTHCHALLENGE] "CERITA DI BALIK BILIK PESANTREN"](https://s.kaskus.id/images/2018/01/29/8170708_201801291223360914.png)
![[SFTHCHALLENGE] "CERITA DI BALIK BILIK PESANTREN"](https://s.kaskus.id/images/2018/01/29/8170708_201801291223360914.png)
Quote:
ASSALAMUALAIKUM WR WB
:terimakasih:terimakasih
SELAMAT PAGI, SIANG, SORE, DAN MALAM AGAN DAN SISTA
Salam sejahtera untuk kita semua
Berkaitan dengan event dari subforum tercinta kita ini, SFTH
Fafakons ingin berpartisipasi dengan membuat stories yg menceritakan sisi lain dari pondok pesantren
Disini Fafakons tidak menjelek2an tau mendiskritkan, tapi hanya ingin menceritakan sisi lain dari pesantren
Cerita ini fiksi.. Jadi jangan diseriusin
Happy reading agan sista
:monggo:monggo
:terimakasih:terimakasih
SELAMAT PAGI, SIANG, SORE, DAN MALAM AGAN DAN SISTA
Salam sejahtera untuk kita semua
Berkaitan dengan event dari subforum tercinta kita ini, SFTH
Fafakons ingin berpartisipasi dengan membuat stories yg menceritakan sisi lain dari pondok pesantren
Disini Fafakons tidak menjelek2an tau mendiskritkan, tapi hanya ingin menceritakan sisi lain dari pesantren
Cerita ini fiksi.. Jadi jangan diseriusin
Happy reading agan sista
:monggo:monggo
Quote:
Nafasku sudah mulai tak beraturan, keringat dingin menetes dengan derasnya ke seluruh tubuh. Huuhh.. Aku menyeka wajahku yang sudah penuh dengan peluh.. jemariku basah oleh keringat
“ayo jal.. Jangan kebanyakan berhenti.. Kita sedang diburu oleh waktu.. Acaranya sebentar lagi dimulai dan aku gak mau kita terlambat” katanya tegas.. terdengar ada sedikit bentakan disana
aku mengangguk lemah.. kemudian mendesis pelan.. perut dan dadaku rasanya sakit sekali, bukan karena efek lapar ataupun mulas tapi karena jantung ini memompa darah secara tak beraturan..
mendekati tempat tujuan debaran dadaku semakin tidak terkontrol… dugdugdugdugdug
“sial” gumamku pelan
“kaki ku rasanya lemas sekali zen”
“jal, kita sudah sangat terlambat sekali. kalau sampe ketinggalan AKU GAK AKAN PERNAH MEMAAFKAN KAMU SEUMUR HIDUP” dia melotot kemudian menarik tanganku dengan kasar agar aku bisa menyamai langkahnya
dugdugdugdug.
aku menggigit bibir bawah yang terasa sedikit dingin. mataku mulai berkunang2.. dengan langkah yang sedikit terseok2 akhirnya kedua kaki ku sampai di depan gerbang utama lokasi tujuan
melihat ribuan orang yang sedang khusyu’ memanjatkan doa membuat kepalaku sedikit pusing.. ratusan karangan bunga berjejer sepanjang jalan menuju pesantren
bruk…
akhirnya aku jatuh terduduk.. kakiku bersimpuh tepat di pelataran pesantren.. kepalaku reflek menunduk, rak terasa kedua mataku meneteskan cairan hangat yang berwarna bening.. hatiku ngilu bak disayat oleh ribuan belati, bibirku gemetar sambil menggumamkan kalimat Istirja “Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un, Abah”
hatiku benar2 begetar hingga membuat kedua bibirku tak kuasa mengucapkan sepatah katapun. aku menghampiri zen yang sudah bersiap melaksanakan shalat jenazah, kemudian ikut bergabung menyolati dan mendoakan almarhum Abah.
Pukul 14:00 tepat. proses pemakaman pun dimulai. terdengar lantunan sholawat ya Rosulullah salamun alaik dari para ikhwan. dan tidak lama setelah itu lantunan sholawat yang bergema tersebut berubah menjadi kalimat tahlil secara berulang-ulang. sebagai santri kesayangan abah, aku diberi kehormatan untuk menyangga keranda. aku menghela nafas sejenak, suaraku mulai parau dan gak lama setelah itu tangisku pecah “Abah, semoga khusnul khotimah”
Quote:
![[SFTHCHALLENGE] "CERITA DI BALIK BILIK PESANTREN"](https://s.kaskus.id/images/2018/01/29/8170708_20180129124824.jpg)
***
8 tahun lalu, aku pernah hidup disini bersama dengan zen dan ikhwan2 lainnya untuk menimba ilmu agama. berbekal beberapa pasang baju, sarung, songkok, dan tekat yang kuat aku berangkat ke sebuah kota kecil yang ada di pelosok Jawa Tengah. aku ingat sekali, waktu itu abi menepuk2 bahuku untuk menguatkan, sedangkan ummi memelukku sambil menangis tersedu mengingat anak semata wayangnya akan pergi merantau meninggalkan kampung.
aku menaiki bus dengan langkah gontai kemudian segera menuju tempat duduk milikku. ku tengok kedua orang tuaku yang sedang melambaikan tangannya. ummi masih saja menangis sedangkan abi tersenyum getir sambil memeluk bahu milik ummi. ku tarik korden yang ada disampingku untuk menutupi kesedihanku.. Aku tidak ingin abi dan ummi melihat ku
aku menangis sendu
namaku Rizal Ar Rayan, seorang anak kampung berusia 13 tahun yang diharuskan oleh abi untuk menimba ilmu agama di pesantren. sebelum ini aku tak pernah pergi jauh tanpa didampingi oleh orang tuaku, tapi kali ini aku harus membelah selat dan melalui jarak ribuan km tanpa mereka. aku bukannya lemah ataupun manja, tapi aku masih terlalu kecil. aku belum mampu untuk hidup sendirian di tanah rantau. jangankan hidup sendiri, untuk urusan mengelap ingus saja terkadang aku masih suka belepotan apalagi harus mengurus diri tanpa abi dan juga ummi.
Quote:
![[SFTHCHALLENGE] "CERITA DI BALIK BILIK PESANTREN"](https://s.kaskus.id/images/2018/01/29/8170708_20180129125022.jpg)
aku tipe anak pendiam, yang gak bakalan ngomong kalau gak ditanyai. di kampungpun aku juga jarang sekali pergi keluar setelah pulang sekolah. bukan karena aku tak ada kawan, tetapi aku lebih senang menikmati dunia dengan caraku sendiri. tubuhku kecil dengan BB 45 kg dan tinggi 165cm. kulitku hitam bersih, hidungku mancung, mataku terkesan agak sayu dengan alis yang tebal, kata kawan wanita bibirku tipis sekali. sebenernya aku gak ganteng, tapi orang2 bilang kalau aku manis dan enak jika dipandang. entahlah…
***
Quote:
![[SFTHCHALLENGE] "CERITA DI BALIK BILIK PESANTREN"](https://s.kaskus.id/images/2018/01/29/8170708_201801291232350487.jpg)
pertama kali aku menginjakkan kaki di pesantren ini, hatiku digelayuti oleh rasa takut. aku takut tidak bisa beradapptasi, aku takut tidak bisa menyerap semua kitab yang diajarkan oleh Abah pondok, aku takut mengecewakan abi dan ummi jika nilaiku jelek, dan aku takut dimusuhi oleh teman2ku karena aku tidak berasal dari daerah yang sama dengan mereka. tapi semakin lama, aku justru semakin mantap bahwa pesantren adalah satu2 nya tempat yang tepat untuk menimba ilmu agama
sebenarnya kegiatanku disini benar2 monoton. Sujud, mengaji kitab, sekolah formal, sekolah diniah, hafalan kitab, setor hafalan, kemudian tidur. dari pagi sampai pagi lagi, waktu ku gunakan untuk belajar dan hafalan. aku sendiri sampai lupa bagaimana rasanya menyenagkan diriku sendiri dengan menonton televise atau pergi bermain ke tempat rekreasi, sebab bagiku mengaji dan hafalan kita sudah mampu untuk menembus tingkat kebahagiaanku yang paling tinggi.
suatu pagi di pertengahan bulan oktober
Zen berlari dengan kencang dari ujung koridor kemudian berhenti tepat didepanku. dia nyengir lebar kemudian menyerahkan sepucuk surat berwarna biru laut kepadaku. memang tradisi surat menyurat dii pesantren sudah lazim dilakukan. pertama karena memang kami tidak diperbolehkan membawa HP, yang kedua karena asrama dan sekolah antara pondok putra dan putri jauh.
“noh.. dapat surat lagi dari fans Jal” katanya
“dari siapa Zen? jawabku bingung sambil meraih surat yang ada ditangannya
“embuh (gak tau) Jal. tadi sih Kang Chanif yang kasih. katanya buat kamu gitu,, tapi gak bilang dari siapa” jawabnya cuek
“hmm oke, makasih Zen”
aku berjalan masuk ke dalam kelas sambil membuka amplop surat yang berwarna biru muda itu, sebelum ku ambil isinya ku bolak balik amplopnya,\ terlebih tau, berusaha mencari nama si pengirim surat. tapi berkali-kali ku balik, aku tetap tidak menemukan nama pengirimnya. ku ambil surat itu kemudian ku baca perlahan2 isinya.
aku terbelalak, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ku baca. ku ulang sekali lagi, takut jika saja ada kata yang terlewat hingga mengubah maksud dari si pengirim. aku memang sudah terbiasa mendapatkan surat seperti ini dari santri putri. tapi kali ini aku terkejut, seolah tak percaya ketika tau siapa pengirimnya
“hahhh.. masa sih” aku mengucek mata sekali lagi. total tiga kali sudah aku selesai membacanya
“kamu kenapa sih Jal, kaya orang bego” zen melirik ku. mungkin merasa terganggu dengan ucapanku yang sedikit keras
“ini” aku menyodorkan surat itu kepada zen
“hahh seriusan ni kang chanif, Jal?” ucapnya setelah membaca surat itu
“enggak tau” aku menggeleng lemah
“sikat aja sih Jal. seorang Kang Chanif loh Jal. banyak yag pengen jadi adiknya. aku aja mau kalau dia nawarin” katanya bersemangat
aku terdiam. memikirkan jawaban yang pas atas pernyataan dari Kang Chanif di surat itu.
kang Chanif adalah kakak kelasku. putih, tinggi, dan ganteng, itulah kesan pertama ketika bertemu dengannya. seorang ketua OSIS sekaligus sebagai Lurah pondok di Pesantren. sering mengikuti lomba akademik di luar sekolah dan selalu saja juara. anak paling pandai di Pesantren hingga kini di usia segitu dia sudah hampir menyelesaikan hafalan kitab dengan 1k syair. banyak orang yang kagum dengan Kang Chanif, entah itu laki2 atau wanita. sering mereka berkhayal menjadi adik Kang Chanif,, tapi sampai pada detik ini dia sama sekali tidak memiliki satupun “adik asuh” di pesantren.
kini di tangan sebelah kiriku, aku memegang surat dari Kang Chanif. dia memintaku secara resmi menjadi “adik asuhnya”. disini memang sudah umum ada hubungan "kakak adik" seperti ini , entah karena suka ataupun kagum.
sepulang sekolah nanti aku harus menemui kang Chanif, memberikan jawaban dari permintaan yg sudah dia tuliskan.
“Kang Chanif, Kang” panggilku sambil berlari mengejar Kang Chanif
dia menoleh, kemudian tersenyum ketika melihatku berlari2an “ada apa Ijal?” tatanya lembut. tutur kata kang Chanif selalu saja sopan, dan tatapan matanya memang selalu meneduhkan
“emm ini kang.. anu” aku menggaruk kepalaku. grogi
“ada yang mau disampaikan kepada saya? kok sampe lari2an seperti itu”
“hmm anu kang. masalah ini” aku mengeluarkan isi surat itu dari kantung kemejaku
“oh, itu. kirain ada apa kok sampai lari2” dia terkekeh “gimana Jal? kamu bersedia?” tanyanya kemudian. aku memandang wajahnya sekilas, kemudian mengangguk
“Alhamdulillah Jal, semoga kita bisa menjadi saudara sampai Jannah sana ya” kami berjabat tangan sebentar kemudian bergegas masuk ke dalam majelis untuk mengaji kitab
Semenjak menjadi “Adik” dari Kang Chanif perubahan pesat terjadi pada diriku. aku jadi lebih semangat dalam mengaji dan juga berangkat sekolah. aku termotivasi dengan apa yang sudah dicapai oleh kang Chanif. terlebih lagi kang Chanif perhatian sekali denganku. sering membelikanku makanan, mengambilkan pakaianku yang suudah kering dijemur, merawatku ketika sedang sakitdilindungi, dan dajari ketika ada kesulitan pelajaran. bagiku Kang Chanif ini sebagai pengganti Abiku sekaligus ummi.
suatu malam ketika aku sudah terlelap disamping Zen pintu kamarku tiba2 terbuka. ada orang yang mengendap2 masuk kemudian tidur disebelahku. awalnya dia hanya menempelkan badannya kepadaku, tapi lama2 dia menekankan pantatnya kepadaku sambil memelukku dengan kencang
“astaghfirullahal’adzim” aku terperanjat
aku kemudian berlari dan menekan saklar lampu.
“haahhh kang Chanif” kataku tak percaya. dia terdiam kemudian tersenyum
“ada apa Jal? sesak ya tadi” katanya tanpa rasa bersalah

“apa yang kang Chanif lakukan terhadapku

“tidak ada” jawabnya enteng
“jangan bohong kang ! aku tau apa yang kang Chanif lakukan, dan itu tidak sopan” aku kembali membentak meskipun suaraku sedikit bergetar
“ada apa ini?” kang Rozaq (pengurus pondok) membuka pintu kamarku, dan seketika itu juga kawan2 satu kamarku terbangun semuanya
dengan bibir bergetar karena amarah dan mata yang sudah mengeluarkan air mata aku menceritakan apa yang sudah kang Chanif lakukan terhadapku
“halah gitu doang kan? biasa aja sih Jal. kirain apaan” kata si kang Rahmad sambil mengucek mata
“Chanif, Rizal ikut saya ke majelis. yang lainnya tidur” kata kang Rozaq
dengan tatapan benci dan amarah yang sudah meluap aku mengikuti kang Rozaq ke majelis. sampai di Majelis bukannya ditenangkan tapi aku malah dibikin semakin marah. ku pikir Kang Rozaq mau memarahi dan mentakzir kang Chanif, ternyata aku keliru. saat itu kang Rozaq hanya mengatakan bahwa hal itu sudah sering terjadi di pondok pesantren dan nanti akan hilang dengan sendirinya.
aku keluar dari majelis sambil membanting pintu. ku rapalkan sumpah serapahku untuk menutupi rasa kesal yang saat ini sedang aku rasakan.
“Jal, maafin aku” Kang Chanif mencegatku ketika aku ingin masuk ke dalam kamar
“maaf? kau pikir aku lelaki apaan Kang ? pemuas nafsumu?” gigiku gemertak. ingin sekali ku tonjok muka sok polosnya. NAJIS!
“maaf aku kelepasan jal. maklum habis mimpi basah” katanya
“NAJIS KANG.. ISTIGHFAR SERIBU KALI KANG. MINTA AMPUN SAMA ALLAH” aku mendorongnya sampai terjatuh kemudian masuk ke dalam kamar
aku meringkuk di pojokan kamar, mengingat2 hal apa yang baru saja aku alami.. “sialan memang itu si Chanif. jadi itu alasannya kenapa dia ingin aku jadi adiknya”
“sudah lah Jal tidur. besok kita harus sekolah” Zen membujukku
“aku tidak terima Zen”
“kata kang2 yg disini sih dia tidak berniat merusakmu. dia habis mimpi basah pasti, disini memang wajar seperti itu. melampiaskan hasrat kepada teman, karena tidak ada objek lain”
“hah gila kau Zen, sudah meledak ya otakmu” aku membelakanginya kemudian mengabaikan apa yang sudah dia katakan
selama beberapa hari ini aku mendiamkan kang Chanif. aku masih merasa tidak terima atas apa yang sudah dia lakukan. meskipun setiap bertemu dengan ku dia minta maaf, tapi rasa sakit itu masih saja menggelanyuti pikiran dan juga hatiku.
malamnya pikiranku benar2 kacau. sepulang sekolah tadi, zen mengajakku ke warnet dan memperlihatkan padaku film 20++. awalny aku menolak untuk ikut menonton, tapi lama2 penolakan itu kalah dengan rasa penasaran yang muncul dipikiranku..
kini rasanya alat kemaluanku keras sekali,pikiranku membayangkan adegan yang ada di film tadi.
“zen zen” aku memanggil2 zen tapi dia tak bergeming
ku putuskan untuk pergi keluar kamar, mencari udara segar agar pikiranku tidak gila. dingin juga ternyata malam ini.
“jal.. woy ijal” ku dongakkan kepalaku, Nampak ada kang Mustofa memanggil namaku “sini jal, ngopi2 lah kita”
aku mengangguk kemudian bergegas menuju kamarnya. ngopi mungkin bisa membuat pikiranku sedikit rileks
sampai disana aku kemudian mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. semua santri sudah tertidur. hanya tersisa aku, kang mus,kang Chanif, dan juga kang Adi
melihat kang Chanif aku jadi teringat kejadian beberapa waktu lalu. dia kemudian menatapku dengan tatapan sendunya, kemudian tiba2 terlintas ide konyol di pikiranku.
“kang, jangan tidur dulu” kataku
“ada apa ijal?” tanyanya. aku diam, tapi sebelah mataku mengedip, mengisyaratkan sesuatu kepadanya.
setelah kang Mus dan Kang Adi tidur aku mendekati kang Chanif. tanpa pikir panjang ku cipok pipi sebelah kanan milik kang chanif. dia diam dan tidak melawan sedikitpun. setelah itu dia memelukku dengan erat. dan aku lupa siapa yang awalnya mendahului, yang ku tau kini ak dan kang chanif saling menggesek2kan alat kemaluan di sela2 paha sampai kami puas dan mencapai klimaks.
paginya ketika aku terbangun, ku lihat sudah tidak ada kang Chanif lagi. aku keluar kamar kemudian mencari kamar mandi yang kosong untuk mandi.
selesai mandi, aku turun ke ruang makan ada kang Chanif disana. dia tersenyum kemudian berbisik “apa yang sudah kau lakukan padaku jal?”
“KAMPRET” haha aku tertawa
mulai dari malam itu ketika aku atau kang Chanif sedang “tinggi” kami pasti mencari satu sama lain dan melakukan perbuatan bejat itu
sampai pada akhirnya aku tau kang Chanif berjalan berdua dengan seorang akhwat ke sebuah Mall. mereka saling bergandengan, dan terkadang kang Chanif merangkul bahunya. entah kenapa melihat hal itu hatiku rasanya sakit sekali. ada sayatan2 kecil yang mencoba untuk melukai hati. ribuan jarum menembus dada dan ratusan semut hadir hanya untuk menggerogoti setiap bagian hatiku... perih sekali
mataku tiba2 mengeluarkan air mata.. dan nyata sepulang dari membuntuti kang Chanif aku menyayat pergelangan tangan kiriku dengan silet. Otakku beku.. hatiku hancur. aku merasa dihianati. aku disakiti. aku dihempaskan. aku aku aku……
gelap.. semuanya menjadi gelap.. selamat tinggal kang Chanif…
***
ruangan ini terang sekali. semuanya berwarna putih.
mataku masih sangat berat sekali.. tapi aku penasaran saat ini aku ada dimana
dengan susah payah ku buka mataku
dan clengclengcleng bumi rasanya berputar
ku pegangi kepalaku dengan kedua tangan.. auhhh.. apa ini
selang jarum
“aku dimana?” kataku
“Alhamdulillah nak, kau sudah bangun?” suara lembut itu membelai gendang telingaku
“Abah..” kataku lemah “aku ada dimana?”
“kamu di rumah sakit nak. Mustafa menemukan mu tergeletak di samping pintu kamar. ada apa nak ?”
“abah.. aku berdosa abah. aku sudah menghianati Allah abah” suaraku lirih, tercekat ditenggorokan
“apa yang terjadi padamu?” abah bertanya sekali lagi
dengan berat hati, aku ceritakan semuanya kepada abah. dan seketika itu juga wajahnya memerah menahan amarah. beliau geleng2 kepala mengisyaratkan bahwa apa yang aku lakukan sudah terlewat batas
“taubat nak.. angan diulang. Sungguh apa yang kau lakukan itu tidak disukai oleh Allah. tinggalah bersamaku di ndalem. nanti aku akan membimbingmu untuk melakukan taubatan nasuha”
aku mengangguk
setelah itu aku ikut dengan abah tinggal di ndalem. melakukan taubatan Nasuha dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. aku lebih rajin mengaji dan hafalan hingga mudah untuk melupakan kang Chanif
“terima kasih abah..karenamu aku bisa menjadi orang yang kembali ke jalan yang lebih lurus”
Diubah oleh fafakons 29-01-2018 05:52




gigihrizqi dan anasabila memberi reputasi
2
61.3K
Kutip
258
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan