Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

fadw.crtvAvatar border
TS
fadw.crtv
Stand Up Comedy, Media Untuk Menghina?
Saya ingat waktu kemunculan dan booming yang namanya stand up comedy, terlebih lagi di Indonesia itu sekitar tahun 2012. Saat itu sebuah kompetisi stand up comedy (yang akan disebut SUC selanjutnya) yang baru muncul seperti oase di tengah slapcomedy yang tengah merajai media Indonesia.

Saat orang-orang sudah jenuh diberi komedi dengan “kekerasan” walau hanya menggunakan sterofom, komedi cerdas lahir dari sini. Berbeda dengan komedi pada umumnya, SUC mesti kita ikuti utuh dari premis hingga punch line agar kelucuannya dapat kita mengerti. Kalau slapcomedy, hanya butuh waktu 1 detik sudah bisa membuat kita “tertawa”.

Tapi seiring berkembangnya waktu pula, SUC ini seperti menjadi ajang menghina. Memang sih di Amerika sana SUC digunakan untuk mengkritik kebijakan pemerintah secara “satire”, tapi kenapa sekarang malah menyinggung masalah SARA?

Kalau kita ingin memberikan kritik atau saran pada individu atau instansi yang notabenenya susah mendengar, satire adalah salah satu jalan mencari perhatiannya. Misalnya, seperti masalah E-KTP, bisa saja kita menyebutkan bahwa ‘wasit itu lebih baik daripada instansi’. Dengan pernyataan seperti itu maka akan ada sebuah rasa penasaran ‘kenapa wasit lebih baik daripada instansi?’

Nah, saat seperti itu baru kita jawab, ‘karena wasit lebih cepet ngeluarin kartu daripada instansi ngeluarin kartu e-ktp’. Maka satire digunakan untuk menarik perhatian. Tapi kalau kalian coba praktekan kalimat diatas, mungkin akan dibalas lagi sama instansi terkait, “Wasit juga keluarin kartu kalau ada pelanggaran, makanya sogok dulu biar ada pelanggaran jadi cepet keluar e-ktpnya.” Walah jadi repot. emoticon-Hammer (S)

Balik lagi soal SUC. Tentang dua komika yang mensatirekan agama menurut saya pribadi rasa-rasanya tidak cocok. SARA itu bukan untuk dijadikan bahan komedi. Lihat saja di luar sana sekarang salah satu ras tengah dikampanyekan untuk mendapatkan kesetaraan hak, terus kenapa di Indonesia malah membuat sebuah mindset buruk tentang agama.

Memang sih membuat komedi itu sulit, bisa dibilang sekarang komedi sudah banyak yang direcycle, dipermak ulang dan digunakan kembali untuk dipaksakan tertawa. Banyak bahan dari seputar kehidupan yang bisa dijadikan komedi. Tanpa perlu menghina, jadikan komedi itu untuk mencerdaskan masyarakat, karena rata-rata masyarakat akan lebih serius memperhatikan sesuatu yang lucu daripada sesuatu yang serius itu sendiri.

Bahkan ada sebuah kutipan yang saya baca dari salah satu fanpage yang berbunyi, “Dulu kita serius mendengar politikus berbicara, dan tertawa mendengar komedian berbicara. Tapi sekarang kita tertawa mendengar politikus berbicara dan serius mendengar komedian berbicara.” Ini artinya apa? Artinya politikus lebih lucu daripada komedian. Bener ngg sih? emoticon-Ngakak (S)

Hina menghina memang sudah menjadi budaya dalam setiap elemen. Saat sesuatu tidak sesuai dengan kehendak pribadi, maka tindakan selanjutnya pasti dihina bukan diberikan kritik atau saran. Bagaimana cara menghilangkan kebiasaan menghina ini? Semua ini tergantung pribadi kalian masing-masing, lebih senang melihat orang lain tersenyum atau menderita.

9/1/18
0
3.6K
39
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan