VictimMaxAvatar border
TS
VictimMax
[COC CREATOR] Pengalaman Menulis "Si Anak Pelosok"
Pengalaman Menulis Si Anak 'Pelosok'

Secangkir kopi, D*arum S*per dan sebuah laptop. Apa yang hendak saya lakukan dengan ketiganya dikala ujung dari sebuah penantian masih begitu lama?

Seorang teman mengajak saya untuk mengikuti sebuah event di kaskus, Share Your Story Become a Creator. Uapa tuh??

Rasanya tak pantas saya mengikuti event ini. Menulis pun jarang-jarang bagaimana saya bisa sok berbagi pengalaman kepada para suhu dan master di dunia tulis menulis. Bahkan tulisan terpanjang yang pernah saya buat hanya ada dua saja. “Saya berjanji tidak akan lupa mengerjakan PR lagi” yang ditulis sampai lima halaman ke belakang dan yang kedua, mengarang bebas ketika mendapat tugas mencatat ceramah tarawih sebagai salah satu tugas wajib di acara pondok ramadhan. Apalah daya saya, seorang remaja biasa yang setiap mendengar ceramah hanya duduk sambil cungkil-cungkil kotoran kuku jempol kaki.

Layar handphone pun menyala, kembali teman saya mengajak saya untuk yang kesekian kalinya.

Yasudah lah, dia memaksa. Apa boleh buat..

Saya putuskan untuk ikutan. Tapi jangan salahkan kalo saya menang! Ngeh.. ngeh.. ngeh..

Saya menganggap waktu adalah sebuah makhluk yang paling jahat yang ada di muka bumi. Kalau tidak seenaknya sendiri numpang lewat, dia pasti akan selalu berdiri disebrang masa dan membiarkan saya terejek sebelum saya melewatinya.

Tapi buat saya ada tiga hal yang bisa saya lakukan untuk membuang sang waktu. Yang pertama adalah dengan bermain Playstation(dulu). Berkebun. Dan yang ketiga adalah menulis.

Berbicara tentang menulis pastilah banyak orang yang sudah pernah melakukannya. Mulai menulis dari yang paling pendek seperti kalimat “ini ibu Gatot”, sampai yang berlembar-lembar macam skripsi ataupun cerpen dan novel sekalipun.

Selama kurang lebih dua dekade lebih saya hidup di muka bumi, banyak sekali cerita yang saya peroleh ataupun melandasi diri saya untuk mau menuangkannya dalam sebuah buku ataupun layar.

Menurut pengalaman saya, menulis selalu menghadirkan makna tersendiri di dalam hidup. Apa sajakah itu, mari kita mulai..



Buat saya menulis tak semudah seperti mengupas kulit pisang. Butuh kerja keras, ketekunan, latihan dan fokus.



Saya mesti menghabiskan beribu-ribu lembar kertas hanya untuk bisa merasa puas dengan apa yang saya tulis. Termasuk tulisan saya kali ini, saya mesti bertapa supaya saya mendapat pencerahan.

Seperti kata saya diatas, menulis itu sulit. Karena tujuan kita menulis bukan hanya untuk berkeluh kesah. Tujuan utama menulis adalah agar apa yang kita tulis bisa dibaca. Sebutlah Bapak Mamad, Dosen pembimbing skripsi yang sudah menemani saya sejak semester 7 sampai semester 14. Jangan kalian kira menulis itu gampang, hanya sekedar menulis sesuatu lalu selesai. Big No!! bahkan saya yakin, jangankan revisi bab 1, revisi judul pun juga banyak.

Selain judul mesti menarik, judul juga merupakan spoiler yang hendak disampaikan penulis. Bisa secara gamblang ataupun tersirat, yang penting apa yang ditulis seharusnya mesti bisa menarik minat pembaca. Kemudian menulis isi/kontennya. Jangan sampai kamu menulis judul yang berbicara tentang cinta tapi kontennya malah berisi cerita tentang jual beli spare part motor.

Banyak sekali penulis yang memiliki ciri khas di dalam gaya penulisan mereka. Ada yg berbelit-belit, misterius, simpel, kocak, flat, dan masih banyak lagi karena seperti itulah mereka menyampaikan tulisan mereka. Sebenarnya semua sama saja, semua akan kembali ke selara pembaca karena salah satu tujuan menulis adalah untuk dibaca, bukan untuk bungkus gorengan.



Saya beranggapan menulis itu cerminan atau refleksi dari seorang penulis.



Ketika seorang penulis adalah sosok yang kocak maka hanya dengan membaca tulisannya saja, kita bisa tahu seperti apa kepribadiannya. Begitu pula dengan penulis yang cenderung dingin. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang suka menulis sesuatu yang membuat perpecahan? Kalian bisa menyimpulkannya sendiri.

Sebagai contoh, siapa yang tidak tahu Raditya Dika. Penulis dan juga komedian besar di negeri ini. Tentulah banyak dari kalian yang pernah membaca bukunya. Apa tanggapan kalian mengenai kontennya? Kocak? Pasti. Konyol? Banget? Lalu bandingngkan dengan sosoknya yang sering nongol di televisi, tidak jauh beda bukan? Dia diam pun banyak yang tertawa

Lantas mengapa banyak orang yang lebih suka Raditya Dika ketimbang saya? Raditya adalah tipe penulis yang bisa menghidupkan tulisannya melalui imajinasi-imajinasinya yang penuh banyolan ga masuk akal. Sehingga para pembacanya tidak merasa jenuh untuk membaca cerita yang alurnya itu-itu melulu. Sedangkan saya? Tak perlu lah saya jelaskan, saya cuma penulis amatir yang imajinasinya terkadang suka liar. Buka blog sendiri saja terkena Internet Positif. Saya tak ada apa-apanya.



Melalui tulisan, disanalah ada sebuah tujuan.



Buat saya, menulis adalah cara terunik untuk mencapai sebuah tujuan. Dikala jantung berdegup kencang, dikala keringat membasahi badan, sempak mulai lembab (oke abaikan) dikala mulut teman sekelas mulai kurang ajar, sebuah pena yang saya curi dari kelas sebelah tadi pagi, saya bawa ke salah satu toilet yang ada di sekolah. Lalu saya ukir namanya disana..

Setipen love Inah, selamanya...

Pahamkah kalian tujuan saya? Seorang bocah SD yang terjebak dalam kejamnya cinta. Rasanya perasaan ini begitu tabu. Khitan pun belum, tiba-tiba cinta datang kepada saya disaat saya secara tidak sengaja menjahilinya. Setiap malam saya tak bisa tidur, paginya pun rasanya tak rela sedetikpun saya ketinggalan memandangi senyum wajahnya. Apa yang mesti saya lakukan Yang Mulia? Mengatakan yang sesungguhnya sama dengan menyerahkan nyawa ke malaikat maut. Iya kalau Inah menerima, kalau ditolak mentah-mentah dan dia ceritakan ke teman-teman sekelas, bagaimana? Biarkan feses mengapung pada tempatnya, jangan sampai muka ini yang kutaruh disana.

Sengaja saya mengendap-endap masuk ke toilet wanita agar kelak semua perempuan disekolah ini termasuk Inah tau, saya lah, lelaki kecil pertama yang berani menaruh rasa kepada Inah, anak dari Pak Guru Matematika.


Menulis itu penyaluran hasrat emosi jiwa yang terbelenggu, tsadest..



Ada kalanya saya merasa tidak memiliki mood yang bagus untuk menggesek-gesekan pena ke secarik kertas. Yang niatnya menulis sesuatu yang bisa dibaca malah jadinya sebuah sandi rumput gajah. Sakit mata saya membacanya.

Jujur saja, saya lebih menyukai situasi yang tenang tanpa ada suara musik koplo ataupun alunan lagu melayu sebagai dopping untuk membangkitkan mood saya. Saya lebih suka sendiri, duduk tenang sambil menatap Fitria yang duduk di sebelah saya. Wajah bingungnya lah yang justru membangkitkan gairah saya sehingga setiap kata yang saya tulis makin tak terpuji jadinya bahahaha.

Tulisan yang baik adalah tulisan yang mengalir apa adanya. Tidak diburu oleh waktu dan murni tanpa campuran unsur senyawa lain. Tulisan saya, adalah jiwa saya sendiri. Ketika saya mampu menguasai keadaan, jemari seolah bisa menari untuk menuangkan apa yang terbelenggu di dalam kepala dan juga dada. Semua serasa lebih mudah. Apa yang saya tulis merupakan pantulan dari apa yang saya rasakan.

Jadi, ketika kamu menemui kendala seperti diatas, hal yang perlu kamu lakukan adalah membuat suasana menjadi nyaman untuk dirimu dulu. Setelah itu mood pasti perlahan muncul kembali.


Menulis sebagai teman abadiku.



Kertas boleh silih berganti menempel di dalam binderku tapi kenangannya akan selalu menemaniku disaat dan dikondisi apapun.

Masih ingatkah dirimu, Maulida ketika kamu kepergok melipir ke sebuah warung bersama Ridho sahabat karibku siang itu?

Ketika tiada lagi orang yang bisa ku percaya, ketika mulut sudah jera berkata, maka goresan kalimat pada berlembar-lembar kertas lah yang menemaniku sepanjang aku menahan pedih di dalam dada.

Binder bersampul Sailormoon ini adalah teman yang paling setia, dia yang paling bisa saya percaya karena dia tak pernah punya keinginan untuk membocorkan setiap rahasia yang ada di dalamnya kepada yang lain. Dia yang selalu mengajarkan saya untuk jujur dan berbagi. Kisah getir tentang Maulida lah yang pada akhirnya mengawali dan memperkenalkan saya pada sebuah cara sederhana untuk berbagi tanpa perlu harus bersusah payah pergi ke Mbah Juk, si dukun santet terkenal di desaku.

Sebentar..

Ck ck..cressshh...
Kertas rokok pun saya bakar, lalu tembakaunya saya makan.




Menulis itu soal passion.



Kata orang menulis itu soal passion. Pffttt.. bahkan arti passion pun saya tak tahu. Passion Show kah maksudnya?

Bercanda, jangan terlalu serius. Saya tau kok apa itu passion tapi bingung apa maksudnya. Hmm.. hmm.. hmm..

Buat saya yang tidak handal dalam menulis, hal ini lah yang menjadi permasalahan saya kalau bersenggolan dengan passion. Tulisan saya acakadut, berantakan, bahkan yang tadinya saya menulis dalam keadaan sedih, malah akhirnya tertawa dan jengkel lalu saya sobek kertasnya ketika saya baca lagi esok hari. Sungguh tak layak untuk dibaca tulisan saya kemarin hari.

Tapi bagi sebagian orang di sisi lain dunia, menulis tidak hanya membuat waktunya sia-si dan malah mendedikasikan hidupnya untuk menulis. Semakin kesini, banyak sekali media untuk menyalurkan hobby menulis. Seperti blog, kaskus dan masih banyak lagi. Dengan menulis, kita bisa berbagi ntah itu pengalaman ataupun informasi. Selain itu ada pula yang mendapat rupiah dari karyanya. Bukannya pekerjaan yang enak itu hobby yang dibayar?



Ibarat mencuri pisang goreng di warung Mpok Annah, menulis itu butuh skill.



Percayalah, menulis tidak semudah itu wahai umatku. Menulis itu perlu skill mumpuni yang tidak bisa kamu dapatkan sejak lahir ataupun dengan cara bertapa, apalagi puasa 40 hari tanpa makan dan minum. Bisa-bisa malah nama kalian yang ditulis di halaman depan buku yasin.

Menulis itu butuh skill karena kalian dituntut untuk menggabungkan, mengkombinasi, mencampurkan sebuah huruf dengan huruf lainnya. Kemudian dijadikan kata, kalimat, dan paragraf. Kemudian mengatur tempo, irama serta rimanya sebelum menjadi sebuah karya yang bisa mengaduk-aduk emosi jiwa para pembacanya.

Tulisan yang baik adalah tulisan yang bisa membuat pembacamu bebas menyalurkan hasrat ekspresi yang mereka pendam. Baik itu lewat mimik, aksi ataupun ucapan verbal.

Tapi apalah daya saya, seorang laki-laki yang begitu gemetaran dalam merangkai 3 kata menjadi sebuah kalimat penuh pengharapan. Menulis “I love you” saja saya tak berani. Jadi jangan dibaca terlalu serius ya tulisan saya ini.



Dan yang terakhir, menulis itu melelahkan.



Kamu pikir menulis tidak menghabiskan tenaga? Saya mesti colokin kabel olor ke stop kontak yang ada di sudut cafe lalu menariknya ke luar karena disanalah saya duduk, diluar akibat ramainya cafe di waktu sore menjelang petang sehingga saya tak mendapat meja di dalam.

Kamu pikir saya tidak lelah mondar-mandir dari cafe satu ke cafe yang lain hanya untuk numpang wifi-an eh jebul wifi-nya lemot? Bahkan untuk membuka google pun sama lamanya dengan mendownload film Piratesnya Jesse Jane dengan kualitas Blueray.

Tapi beginilah seni penulis jalanan seperti saya, saya begitu menikmati prosesnya. Saya yakin muka tampan saya akan tetap seperti ini setidaknya sampai 10 tahun ke depan walaupun mesti terkena debu, asap rokok, keringat busuk yang menguap, kentut kucing, bahkan serbuk atap warkop yang terbuat dari seng sekalipun.

Menulis itu membuang banyak tenaga dan pikiran. Terkadang apa yang saya tulis bisa mencapai 5 paragraf di setiap sub bab-nya. Tapi tak jarang pula saya kesal dan menghapusnya karena isinya hanyalah omong kosong belaka. Atau bahkan setiap tulisan yang telah susah payah saya tulis, tak pernah sekalipun ada yang mau baca barang satu bab pun.

Saya mesti mengulang dari awal, mengatur urutan-urutannya supaya lebih enak ketika dibaca. Buat saya, tulisan yang berhasil adalah tulisan yang bisa dibaca dan dipahami banyak orang.

Jadi, nikmatilah perjuangan kalian dalam menulis, karena cerita indahnya bukanlah disaat kalian sedang berjaya tapi ketika kalian mesti jatuh bangun menapaki setiap prosesnya. Tiada hal yang bisa diraih dengan instan dan pengalaman-pengalaman yang menempel pada kehidupanmu lah yang akan menuntunmu berjalan lebih jauh. Dan jangan lupakan pula restu orang tuamu, tanpa restu mereka mau bayar kopi pakai apa? No kopi, no wifi, means no party saudara.

Baiklah, sekian tulisan ini saya buat. Tak tahulah saya apa makna dan intinya apa. Kalau sekiranya berguna ya mohon dicermati lagi, jangan sampai kalian terpengaruh dengan tulisan ini.

Sampai Jumpa..



Dahsyat!!



Diubah oleh VictimMax 19-10-2017 04:18
0
6.5K
59
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan