Di antara semua anggota kerajaan binatang, anjing termasuk yang paling berhasil menjalin hubungan dekat dengan manusia.

Mengayun ekor, menjilati wajah, melompat-lompat ketika kembali bertemu, adalah kebiasaan yang membuat sejumlah orang jatuh cinta kepada anjing ketimbang sifat acuh yang umumnya ditunjukkan bintang lain, kucing misalnya.

Sifat ini juga yang membedakan anjing dengan saudara mereka yang berada di alam liar, seperti serigala. Bahkan serigala yang sudah dijinakkan sekalipun masih memberikan tanggapan yang lebih dingin dibandingkan dengan anjing jenis Labrador Retriever.

Para ilmuwan telah menemukan mengapa anjing secara genetik cenderung menjadi teman terbaik manusia. Ada tiga gen khusus pada anjing membuat mereka ramah dan bisa menjalin hubungan sosial.

Mereka pada dasarnya menjadi serigala sosial berkat gen tersebut. Namun menurut para ilmuwan, gen yang membuat anjing super sosial juga bisa hadir pada manusia yang memiliki sindrom Williams-Beuren.

Dalam publikasi di jurnal Science Advances, para ilmuwan dari Princeton University dan Oregon State University di Amerika Serikat menunjukkan bahwa anjing mungkin telah berevolusi untuk menjadi lebih ramah dan lebih menyukai anak-anak untuk meneruskan kelangsungan hidupnya.

Ketika mereka masih sangat muda, anjing dan serigala akan memperlakukan orang-orang yang merawat mereka seperti orang tua mereka. Sementara serigala dengan cepat dewasa dari kebiasaan ini, anjing cenderung mempertahankannya, bertahan dalam keadaan ketergantungan yang kurang lebih berlaku untuk sisa hidup mereka.

Bridgett von Holdt, yang mempelajari genetika anjing di Princeton University, mengatakan bahwa anjing cenderung lebih banyak melihat manusia daripada serigala.

Selain itu, anjing kurang mandiri dalam tes pemecahan masalah saat mereka berada di sekitar manusia. Ketika mereka dekat dengan seseorang, afinitas mereka tetap ada selama sisa hidup mereka.

Para peneliti memilih 18 anjing (jenis Jack Russell Terrier, Border Collie, dan Golden Retriever) dan 10 serigala abu-abu jinak yang telah dipelihara sejak lahir untuk melakukan beberapa tes perilaku, termasuk latihan keramahan dan pemecahan masalah.

Tes perilaku ini mencakup keharusan bagi anjing untuk membuka kotak teka-teki yang memiliki sosis tersembunyi di dalamnya. Hanya 2 dari 18 anjing yang membuka kotak terlepas dari kehadiran manusia.

Serigala melakukan pekerjaan yang lebih baik. Delapan dari 10 serigala menyelesaikan tugas ini dengan sukses saat ada manusia di sana bersama mereka, dan 9 ekor dapat membukanya saat mereka sendiri.

Di sisi lain, ketika anjing bersama seseorang, mereka menghabiskan lebih banyak waktu untuk melihat orang itu daripada melihat kotak teka-teki itu. Mereka menghabiskan hanya 6 persen waktu mereka untuk teka-teki dan 21 persen memandang orang asing itu sebagai gantinya.

Tetapi serigala tidak keberatan dengan keberadaan orang itu, mereka menghabiskan 100 persen waktu menonton kotak itu, lupa bahwa manusia ada di sana bersama mereka.

Peneliti menemukan bahwa anjing memiliki variasi struktural dalam tiga gen pada kromosom 6 yang dapat menjelaskan mengapa anjing sangat sosial dan sangat menyukai manusia. Ketiga gen ini bernama GTF2I, GTF2IRD1, dan WBSCR17.

"Banyak anjing mempertahankan antusiasme seperti saat mereka masih kecil untuk interaksi sosial sepanjang hidup mereka, sementara serigala lebih meninggalkan perilaku ini dan terlibat dalam sapaan yang lebih matang dan singkat seiring bertambahnya usia," kata Monique Udell, yang mempelajari perilaku hewan di Oregon State University, juga rekan penguji studi tersebut.

"Satu pemikirkan yang mungkin muncul adalah mengenai bagaimana cara anak kecil menyambut Anda dibandingkan dengan remaja atau orang dewasa."

Gen yang mendorong perilaku ini sangat mirip dengan mutasi yang mengarah pada sindrom Williams-Beuren. Sebuah jenis sindrom ketidakmampuan belajar manusia yang langka yang membuat orang sangat percaya diri dan ramah.

Para peneliti menduga ini bukanlah kebetulan, perubahan genetik tampaknya membantu anjing memperpanjang mental masa kecil mereka tanpa batas waktu, melestarikan daya tarik mereka sebagai hewan peliharaan namun mengorbankan beberapa kecerdasan mereka.

Para ilmuwan kemudian menganalisis DNA hewan tersebut dan memusatkan perhatian pada dua gen tertentu, GTF2I dan GTF2IRD1, yang merupakan saklar utama yang mengendalikan aktivitas banyak bagian DNA lainnya. Manusia biasanya memiliki dua salinan masing-masing. Tidak adanya satu salinan mengarah ke sindrom Williams-Beuren.

von Holdt mengatakan bahwa beberapa efek dari penghapusan gen ini tampaknya serupa pada anjing dan manusia, seperti keramahan obsesif, kecenderungan untuk mudah terganggu oleh orang lain, dan kurangnya kecemasan terhadap orang asing.