hellochynAvatar border
TS
hellochyn
Cerpen Rindu Yang Mendayu
Hey you can tell the world
That you're leaving
And you can pack your bags
And spread your wings
And you can tell them all
That it's over
But while you wave goodbye
I'll be getting closer

-BIRDY, WITHOUT A WORD

Bali. 9.00 PM.

Angin semilir berhembus melalui celah-celah jendela yang tidak terlalu rapat. Sepasang kekasih dimabuk cinta itu rebah dalam kesunyian malam. Di dalam sebuah kamar kost yang tidak terlalu besar, mereka menghabiskan hari. Hampir empat musim telah mereka lalui bersama, tanpa cela, tanpa cacat. Asap rokok menguar memenuhi ruangan kamar menemani kedua manusia yang sedang asyik bercerita. Ini percintaan keduaratus mereka. Sambil menikmati malam, terdengar alunan musik nan lembut. Itu milik Birdy. Perempuan itu kerap kali menyetel lagu ini. Setiap hari...

Gemercik air mulai terdengar mengalahkan senandung ringan dari bibir Dayu. Sepertinya akan hujan. Dan benar... Makin lama suara gemercik itu kini berganti menjadi suara gemuruh angin.

"Hujan lagi?" Tanya Dayu pada kekasih dalam pangkuannya.

"Iya, dan aku suka mendengar suara hujan." Ucap laki-laki itu riang.

"Kamu ini aneh, tapi entah... Aku belum pernah menemukan lelaki sepertimu." Kata gadis Bali itu sembari mengusap rambut keriting Ikal, kekasihnya.

"Hei! Darimana kamu belajar gombal seperti itu?"

Dayu hanya menyeringai memperlihatkan deretan gigi putihnya seraya menjawab, "Aku rasa, selama ini aku hidup bersama seorang playboy kelas teri." Ia mengerling nakal.

"Ayolah Day, aku nggak pernah mengajarimu seperti itu. Aku benci rayuan gombal." Laki-laki itu cemberut.

Dayu tertawa lepas, bahunya sampai berguncang mendengar apa yang barusan dikatakan Ikal, lelakinya. Ia suka menggoda Ikal. Sampai saat ini entah kenapa lelakinya itu tidak menyukai rayuan gombal. Bagi Ikal, semua itu hanya omong kosong. Ikal adalah tipe laki-laki yang realistis, wajar jika selama dua tahun bersama belum pernah sekalipun Dayu mendengar Ikal merayunya apalagi melakukan hal-hal yang romantis. Lagipula bisa dikatakan wajah Ikal seperti... preman, membuat siapapun yang melihat kemolekan tubuh Dayu berpikir ribuan kali untuk menggodanya. Tapi bagi Dayu, Ikal adalah laki-laki paling tampan yang hadir di dunianya. Ikal selalu mampu membuat perempuan itu tersenyum tulus atas segala kekonyolan yang dilakukannya. Ah... Cinta.

Buta.

"Itu tattoo barumu? Padahal aku baru saja ingin memintamu menambah satu tattoo baru lagi, eh ternyata kamu udah nyolong start duluan." Tangan lembut Dayu menyentuh sebuah tattoo bergambar diamond yang tercetak apik persis di dada kekasihnya.

Laki-laki kurus dengan tubuh penuh tattoo itu terbangun, ia mencari-cari rokok lintingan yang seingatnya masih tersisa satu buah di saku kemeja miliknya.

CTEK!

Ia membakar rokok itu. Bau marijuana langsung menyeruak ke udara.

Ikal kembali, ia duduk bersila di hadapan perempuan itu. Dalam-dalam ia menatap mata kucing Dayu. Dayu yang cantik. Ikal tahu, ia sudah mencintai perempuan ini sejak lama. Dan perasaan itu belum berubah hingga detik ini. Dayu yang cantik jelita yang mencuri perhatiannya saat ia sedang membeli bir di depan sebuah rumah makan milik keluarga Dayu. Entah bagaimana kejadiannya, semua terasa begitu cepat. Tahu-tahu mereka sudah seperti ini.

Dayu, seperti namanya. Ayu parasnya, lemah lembut sikapnya, bertubuh aduhai, tuturnya halus. Senyum itu... Ah bahkan Ikal selalu menyimpan senyum itu rapat-rapat dalam ingatannya. Laki-laki mana yang tak merasa beruntung mendapatkan perempuan seperti Dayu?

"Coba bilang, kamu mau aku menggambar apalagi di tubuhku ini?" Tanya Ikal.

"Sebuah nama." Ucap Dayu.

"Sebuah nama?"

Ikal menatap perempuan di hadapannya ini dengan bingung, alisnya kemudian bertaut. Bagaimana tidak, di tubuhnya sudah tercantum nama perempuan cantik itu. Kini nama siapa lagi yang diinginkannya?

"Kamu ingin aku menulis namamu lagi?"

"Nggak Ikal, aku ingin kamu menulis nama anak kita di sini..." Dayu menyentuh tulang belikat Ikal, persis di samping namanya.

Ikal terhenyak. Ia kaget bukan kepalang, namun masih berusaha menyembunyikan kekagetannya itu. Bagai disambar petir, Ikal membatu mendengar penuturan Dayu barusan. Tidak.. Pasti ia salah dengar, ia harus memastikannya lagi.

"Anak? Maksudmu?"

Senyum mengembang dari bibir Dayu, ia mengusap perutnya yang masih rata, namun perempuan itu tahu bahwa calon bayinya akan tumbuh di dalam sana.

"Kamu akan jadi ayah, Ikal."

***

"Aku akan pulang membawa uang yang banyak hari ini untukmu..." Ucap Ikal sambil menepuk-nepuk mantelnya yang sudah bolong di beberapa bagian.

"Dan untuk dia." Tambahnya lagi, telunjuknya menunjuk kearah perut Dayu yang masih berbaring.

Hari masih pagi sekali, mataharipun belum bangun. Sepertinya tertahan langit yang kelabu. Dayu menarik selimutnya lagi hingga sebatas leher. Ia mencoba membuka matanya namun sulit. Menurutnya masih terlalu dini untuk memulai hari.

"Ikal..." Panggil Dayu serak, sementara yang dipanggil hanya mendongak.

"Kemarilah..."

Ikal menyambut uluran tangan Dayu yang menggantung. Ia ikut rebah di samping perempuan itu. Mereka terdiam. Saling tatap.

"Apa kau mencintaiku?"

Pertanyaan retorik. Tanpa dijawabpun, Ikal yakin, Dayu tahu jawabannya. Apalagi yang harus dijelaskan? Mereka sudah tinggal bersama sejak 2 tahun yang lalu. Susah senang mereka lewati bersama. Berpuluh-puluh percintaan yang panas sudah mereka lakoni hampir setiap waktu. Lapar, haus, hujan, panas, lelah, letih, mereka tanggung bersama. Dan tak ada yang hendak beranjak dari tempatnya. Tidak Ikal, tidak pula dengan Dayu. Meski Dayu tahu hidupnya akan kekurangan, meski Dayu tahu profesi Ikal hanya pekerja serabutan yang tak jelas. Ikal yang suka sekali mabuk, Ikal yang tidak bisa berhenti dari obat-obatan itu. Ikal yang terjerumus dunia kelam. Perempuan itu tetap bersikeras, enggan beranjak karena ia mencintai Ikal. Dan bagi Ikal, itu sudah lebih dari cukup. Meski tanpa ikatan pernikahan. Ya tanpa ikatan pernikahan.

"Apa harus kujawab?" Mata Ikal berubah sayu.

Mereka hening.

Wajah Dayu hanya berjarak beberapa centi dari wajah Ikal, napas mereka memburu. Mata mereka saling beradu. Sampai akhirnya, kedua bibir itu saling bertaut. Awalnya lembut dan tenang, lama kelamaan keduanya berubah menjadi liar, seperti dua insan yang haus akan gairah. Entah, tubuh Dayu selalu memiliki daya magis tersendiri setiap Ikal menyentuhnya. Apa karena Dayu melakukannya dari hati? Bisa jadi.

Ikal seperti selalu jatuh cinta setiap bersentuhan dengan kulit itu, dengan wangi yang dibawanya. Ikal sadar, ia akan membutuhkan perempuan ini lebih dari apapun.

***

Tubuh mereka basah oleh keringat. Seperti pagi-pagi sebelumnya, Ikal selalu menghadiahi sebuah kecupan ringan di kening Dayu setelah selesai melakukannya.

"Aku akan berangkat sekarang Day." Ikal beranjak lalu mengancingi kemejanya yang sudah kusut.

"Pulanglah secepatnya Ikal."

"Pasti, benahi dirimu setelah aku keluar dari pintu itu dan jangan lupa, minum susu hangat yang sudah kubuatkan untukmu. Mungkin sekarang sudah dingin karena...." Ikal menghentikan kalimatnya, matanya menyusuri tubuh Dayu lagi.

"Stop Ikal! Kamu nggak akan berangkat kalau terus seperti itu." Dayu tertawa kecil.

"Baiklah. Aku mengalah. Aku berangkat dulu. Aku mencintaimu." Ia menarik kepala Dayu lalu mengecup pucuknya sekilas.

"Aku lebih." Balas Dayu.

Mereka tiba di perpisahan, Dayu memberikan senyum paling manisnya sebelum punggung lelaki itu menghilang dari balik pintu.

Kini ia sendiri, dengan malas-malasan Dayu beranjak dari kasur, ia sempat melihat punggung Ikal mulai menjauh dari balik jendela. Hatinya hangat, setiap kali melihat laki-laki kesayangannya pergi berangkat mencari nafkah, dengan cara apapun.

"Hati-hati sayang..." Ujarnya pelan hampir tak terdengar.

Dayu menoleh kebelakang, matanya tertumbuk pada segelas susu yang tergeletak di atas meja. Susu buatan Ikal. Untuknya.

"Kamu harus sering-sering minum susu ya, nak. Apalagi ini buatan ayahmu, pasti rasanya enak. Tumbuhlah dengan baik di dalam sana. Ayah dan Ami akan selalu menjagamu." Ucap Dayu pada perutnya sendiri.

Seteguk... Dua teguk... Hingga akhirnya isi dalam gelas itu tandas.

***
Hari ini hujan lagi, membuat beberapa orang berlarian mencari tempat berteduh. Begitupun Ikal. Ia menyeka wajahnya yang sudah mulai basah terkena cipratan air dari mobil-mobil sialan itu.

Laki-laki itu duduk di bangku panjang pada sebuah halte. Ia termenung. Otaknya memikirkan sesuatu. Sorot matanya kosong menembus tirai hujan. Di halte itu tidak ada siapa-siapa lagi kecuali dirinya.

Rasa sesak itu muncul. Sesuatu itu sangat menganggu pikirannya. Semacam... rasa bersalah.

Ya... Saat ini dosa-dosa itu tersampir di pundaknya. Dosa besar. Berat. Berat sekali. Tapi ia harus. Ia harus melakukannya. Entah setan bodoh macam apa yang mempengaruhi dirinya tadi malam.

Ia akan menjadi seorang ayah.

Kalimat itu berputar bagai kaset rusak dalam pikirannya. Terus-menerus. Terus.... Menerus....

Hening.

***

Perempuan cantik itu kini tengah sekarat, dari mulutnya keluar busa yang tak habis-habis. Tubuhnya mengejang. Jantungnya berdetak sangat cepat. Kepalanya berputar-putar. Ia kesakitan. Matanya nyalang menatap langit-langit kamar. Ia ingin berteriak, ia ingin meminta tolong. Namun tenggorokannya seperti tertahan benda asing.

"A... Ak... Akk..." Perempuan itu menggumamkan sesuatu yang tidak jelas.

Ia tahu, waktunya tak lama lagi. Waktunya tak banyak. Dalam memorinya, terulang kembali saat-saat indah bersama Ikal. Semua telah direnggut paksa dari dirinya. Perempuan itu keracunan.

Beberapa detik kemudian...

Ia mati dengan kedua mata mendelik.

***

Dayu sayangku,
Aku mohon maafkan aku. Aku benar-benar tak bermaksud membuatmu kembali dengan cara sehina itu. Aku hanya tidak tahu harus melakukan apa.

Dayu kekasihku,
Mohonkan ampunku pada Tuhan.
Karena telah sepengecut ini merenggut hidupmu. Anggap saja, aku laki-laki brengsek tak tahu diri yang sedang mabuk saat itu.

Dayuku, ibu dari anakku,

Jagalah malaikat kecilku dengan baik. Hibahkan doa-doa baik pula pada keningnya setiap malam seperti yang selalu kulakukan padamu. Berikan nama yang indah untuknya. Jika nanti ia bertanya tentangku, katakan bahwa aku adalah lelaki yang mencintai ibunya lebih dari apapun. Katakan juga, bahwa aku akan kembali untuknya, nanti... Setelah Tuhan sudah bosan melihatku di dunia. Dan kita akan berkumpul lagi.

Tidakkah kau senang mendengarnya Dayu?

Dariku, laki-laki yang membunuh dan mencintaimu.

Ikal.

***

4 Tahun kemudian.

Jakarta. 7.00 PM.

"Bro, bini lo nungguin di lobby!" Teriak Gandi, seorang laki-laki yang bertubuh gempal sambil membawa secangkir kopi.

"Hah?" Ikal yang baru saja menyelesaikan deadline dari bossnya itu menatap bingung kearah Gandi.

"Iya, yeee malah bengong. Udah sana turun, ditungguin juga!" Serunya.

"Tap... Tapi..." Sela Ikal.

"Udah, kerjaan dari pak boss biar gue yang lanjutin. Gih sana. Eh, by the way, bini lo cantik juga ya." Gandi tertawa kecil.

Ikal bingung bukan kepalang, saat ini dirinya keheranan. Istri apa? Siapa? Ia benar-benat tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan Gandi barusan. Perempuan mana yang tengah mencarinya hingga ke tempat kerjanya? Seingatnya setelah kematian Dayu, ia tak pernah lagi berhubungan dengan perempuan manapun. Hatinya sudah mati. Perempuan mana juga yang tahu dimana ia bekerja sekarang, di tengah kota besar seperti ini pula. Tapi barusan, Gandi bilang bahwa ada seorang perempuan yang menunggunya di lobby kantor.

Dengan rasa penasaran ditemuinya juga perempuan itu. Yang ia tak tahu siapa. Ikal merapikan kemejanya dan segera masuk ke lift. Tangannya memijit tombol angka dua yang membawanya turun ke lobby. Wajahnya kusut karena terlalu banyak pekerjaan dari bosnya.

Saat Ikal keluar dari lift, matanya menangkap sosok perempuan itu. Ikal kaget bukan main. Mulutnya menganga. Melihat siapa yang hadir di sana.

Seorang perempuan cantik dan seorang anak laki-laki kecil. Mereka berdua tersenyum kearahnya.

"Da.. Dayu..."

Ikal terpaku di tempatnya berdiri, ia menggumamkan nama itu. Nama yang sudah lama tak pernah diucapnya lagi. Anak laki-laki itu, pasti anaknya. Hidungnya, matanya, persis dirinya. Anak itu bagaikan copy-an dari Ikal. Ikal kecil.

BUKK!!!

"Kalau mau bengong jangan di sini dong, mas!" Seorang ibu-ibu yang menubruknya dari belakang terlihat kesal karena Ikal menghalangi jalan keluarnya dari lift.

"Oh.. Ma.. Maaf, bu." Ikal mengucapkan maaf berkali-kali tapi tak digubris oleh ibu-ibu tadi. Ia mendengus.

Saat ia ingin menghampiri Dayu, langkahnya terhenti lagi. Sosok itu sudah tidak ada. Kemana mereka? Mata Ikal mencari-cari keseluruh penjuru lobby. Mereka tidak ada. Kemana?!

Napas Ikal naik turun, ia berlari keluar. Menyusuri seluruh tempat yang ada. Melongok ke kanan dan ke kiri. Berharap Dayu dan anaknya masih berada di dekat-dekat situ. Tapi percuma, tak ditemukan siapa-siapa di sana.

"Mas Ikal cari siapa?" Tanya seorang satpam yang cukup dikenalnya.

"Saya cari perempuan berbaju putih membawa anak laki-laki kecil sekitar umur 3 tahunan pak, bapak lihat?"

Satpam itu mengernyit.

"Maaf mas Ikal, sejak satu jam yang lalu saya di sini ndak lihat siapa-siapa masuk kedalam tuh, mas."

Mata Ikal meredup, wajahnya tertekuk, ada raut kekecewaan di dalam sana. Tak lama kemudian Ikal tersenyum lalu bergumam dalam hati,

Kamu kangen aku ya Day?

***

Semarang, 2016.

Tunggu cerpenku selanjutnya ya. emoticon-Betty
Diubah oleh hellochyn 07-01-2017 01:13
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
2.9K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan