Kasihan, Ternyata Banyak Orang Jepang Tinggal di Warnet
TS
cesarmy_one
Kasihan, Ternyata Banyak Orang Jepang Tinggal di Warnet
Spoiler for gambar:
Spoiler for isi berita:
Tokyo - Jepang, sebuah negara maju dengan pendapatan per kapita warganya termasuk tertinggi di dunia. Tapi di tengah gemerlap negeri sakura ini, cukup banyak penduduk mengalami kesukaran hidup. Mereka hanya bisa tinggal di warung internet alias warnet.
Menurut survei dari Kementerian Kesehatan Jepang pada tahun 2007, sebanyak 60.900 orang pernah tinggal di warnet. Dan diestimasi bahwa 5.400 orang tinggal di sana karena tidak memiliki rumah. Sampai sekarang, jumlahnya masih cukup banyak.
Mereka ini biasanya pengangguran atau pegawai tidak tetap sehingga pendapatannya rendah untuk ukuran Jepang. Media Jepang menjuluki orang-orang tersebut sebagai internet cafe refugees atau pengungsi di warnet.
Rupanya, jumlah karyawan tidak tetap perlahan tapi pasti meningkat di Jepang dan nasib mereka tidak kunjung membaik. Pada tahun 2011, tercatat ada sekitar 17,3 juta pegawai tidak tetap di sana. Gaji mereka sudah tentu tak sebaik para karyawan tetap.
Salah satu penduduk Jepang yang memilih tinggal di warnet adalah Fumiya. Lelaki berusia 26 tahun tersebut mengaku cukup nyaman tinggal di sebuah warnet di kota Tokyo. Sudah sekitar 10 bulan ia menjalaninya.
Pada awalnya, dia tidak bisa tidur karena kadang suara langkah kaki dan bunyi-bunyi lain mengganggu tidurnya. Tapi ia kemudian mulai terbiasa, suara-suara tersebut tak lagi mengusik tidurnya.
"Kami membutuhkan tempat seperti warnet ini. Tanpanya, banyak orang yang sebenarnya memiliki pekerjaan tapi tidak punya tempat tinggal," kata Fumiya yang dikutip detikINET dari Media Storm, Selasa (24/3/2015)
Warnet memang bertebaran di Jepang. Malah sejak sekitar tahun 2000-an, banyak warnet menyediakan tempat akomodasi sekadarnya bagi orang-orang seperti Fumiya.
Pilihan tinggal di warnet memang cukup beralasan. Selain aman, warnet di Jepang cukup nyaman ditinggali. Kamar mandinya bersih bahkan juga disediakan layanan laundry. Dan harganya jauh lebih miring ketimbang menyewa di apartemen.
Sebenarnya pada awalnya, Fumiya mencari apartemen yang murah untuk tempat tinggal. Tapi biaya sewa apartemen di Tokyo sangat mencekik, padahal gajinya pas-pasan untuk ukuran orang Jepang.
Sekarang dengan tinggal di warnet, Fumiya membayar biaya sewa bulanan sekitar USD 750. Bagi orang Indonesia, uang sewa itu mungkin cukup tinggi dan di sini sudah bisa untuk mengontrak rumah. Tapi di Jepang, ongkos sewa sebesar itu tergolong murah.
Di warnet, Fumiya bisa tinggal di bilik privat yang pintunya bisa ditutup. Bantal dan selimut pun disediakan pihak pengelola.
Saat ini, Fumiya bekerja sebagai satpam. Ia bekerja keras 8 jam selama 6 hari seminggu. Tapi posisinya rentan karena ia hanya pegawai kontrak dan gajinya tidak besar.
Tentu Fumiya tak mau selamanya begini. Ia punya cita-cita nantinya menjadi pegawai tetap agar bisa setidaknya menyewa apartemen.
Terlebih lagi, dia tak mau terus hidup membujang. Maka Fumiya ingin berjuang agar tidak lagi hidup di warnet dan mendapatkan pekerjaan pantas. Kalau tidak begitu, siapa wanita yang akan mau jadi pasangannya.
"Aku ingin menikah dan memiliki sebuah keluarga. Jadi, semoga saja aku beruntung," katanya.
komentar TS : wah I think oe dapet ide ini buat lo lo pada yang punya gedong kosong dimari ha, lo olang bikin warnet pake bilik2 ha ama kasi kasur ma bantal buka 24 hours ma, oe yakin ini bisnis laris manis ha, kasi sewa itu olang jangan mahal - mahal la, kasi olang bayar gopekceng sebulan aja la, lo olang bisa dapet cuan lumayan ha