- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ada 10 Suku Tionghoa di Jambi


TS
zhouxian
Ada 10 Suku Tionghoa di Jambi
JAMBI - Warga Tionghoa selain pandai berbisnis, mereka pun terkenal sangat kompak dan memiliki persatuan suku atau marga. Di Jambi pun terdapat banyak warga Tionghoa. Bahkan penyebaran marga Tionghoa di Jambi terdiri dari 10 suku.
Menurut Abu, pengurus Yayasan Teo Chew ada lima suku terbesar Tionghoa di Jambi, di antaranya Suku Hokkian, Teo Chew, Suku Ke, Kwan Gu dan Haiman. Suku Hokkian dibagi lagi menjadi lima bagian. Yaitu Suku Angke (angkoi), Lamoa, Tang Ciok, Un Ling dan Hok Pho Chien. Maka, Suku Hokkian merupakan penyebaran suku paling besar di Kota Jambi.
Untuk mencari masing-masing suku, tidaklah sulit. Karena setiap suku di Jambi memiliki perkumpulan atau yayasan sendiri. Sehingga bagi siapapun yang mencari seseorang berdasarkan suku, bisa langsung mendatangi yayasan yang bersangkutan. Hanya saja kata Abu, hanya Suku Kwan Gu yang tidak memiliki yayasan. Ini karena jumlah penduduk dari suku tersebut tidak banyak. Biasanya suku ini bergabung dengan Yayasan Dharmabakti yang merupakan yayasan umum untuk semua suku bangsa, agama dan ras.
“Jumlah Suku Kwan Gu yang paling sedikit di Jambi. Kalau ada kematian atau kegiatan lainnya, mereka bergabung dengan Dharmabakti,” jelasnya.
Sedangkan suku yang paling besar adalah Suku Hokkian. Jumlah mereka tersebar di kota Jambi. Baik mereka yang berasa dari Angke, Lamoa, Tang Ciok, Un Ling dan Hok Pho Chien. Suku Hokkian diibaratkan seperti provinsi. Di China, Hokkian merupakan nama provinsi. Sehingga terdiri dari beberapa kabupaten/kota.
“Seperti halnya Tanjabbar dan Bungo yang merupakan bagian dari Provinsi Jambi. Begitu jugalah dengan Hokkian. Maka jumlah penyebaran suku ini paling besar di Jambi,” tuturnya.
Suku kedua terbesar di Jambi adalah Suku Teo Chew. Menurut Abu, dari Yayasan Teo Chew bahwa mereka yang tergabung dalam satu suku akan merasa lebih erat. Karena memiliki banyak kesamaan baik dalam hal tradisi, kebiasaan, ritual, makanan, minuman dan tradisi lainnya. Sehingga bisa lakukan secara bersama dalam satu wadah. “Kalau ada yang meninggal juga kita semayamkan di yayasan. Sehingga keluarga yang sedang berduka merasa dirangkul bersama,” tuturnya.
Setelah Teo Chew, jumlah suku terbanyak ketiga adalah Suku Ke, Kwan Gu dan Haiman. Setiap suku memiliki tradisi, kepercayaan dan pantangan tersendiri. Sebagai contoh, pada hari ke sembilan setelah memasuki tahun baru imlek, bagi Suku Hokkian akan melakukan sembahyang tengah malam. Dilakukan di halaman rumah sambil membakar garu dan kertas sembahyang. “Sedangkan suku lainnya tidak melakukan tradisi ini,” bebernya.
Meskipun banyak perbedaan, mereka tetap merasa satu. Tetap melaksanakan tradisi leluhur serta tidak lupa dengan kebudayaan Jambi. “Meskipun banyak perbedaan, kita tetap satu. Semua dijalani dengan niat yang baik agar hasilnya juga baik,” tutupnya.
Marga dan Suku Tionghoa
Budaya Tionghoa pun mengenal garis keturunan berdasarkan marga. Pemberian nama marga Tionghoa umumnya berdasarkan nama ibu. Selain itu juga berasal dari beberapa sumber. Seperti nama hewan, leluhur, posisi atau keadaan tempat tinggal serta pekerjaan. Menurut Abu, salah seorang pengurus yayasan Teo Chew Jambi bahwa jumlah marga sangatlah banyak. Bahkan jumlah pastinya tidak ada yang benar-benar tahu.
Lembaga Riset Genetika dan Perkembangan Biologis di Akademi Sains Tiongkok telah bertahun-tahun mengumpulkan data dan melakukan riset. Akhirnya menemukan bahwa Tiongkok dari zaman kuno hingga zaman sekarang, memiliki lebih dari 22.000 marga. “Sama halnya di Jambi, jumlah marga sangat banyak, beda dengan suku. Kalau suku bisa kita hitung. Rata rata setiap suku memiliki yayasan masing masing,” ujarnya.
Nama warga Tionghoa memiliki tradisi dan karakteristik tersendiri. Nama lengkap terdiri dari dua. Marga di depan sedangkan nama di belakang. Dalam satu keluarga, masing-masing orang harus mengikuti urutan senioritas. Orang dengan derajat senioritas sama, sering kali harus menggunakan satu huruf yang sama.
Nama orang Tionghoa umumnya memiliki arti dan harapan. Juga bermakna tempat, waktu maupun gejala alam saat orang itu lahir. Contohnya “Jing”(Beijing), “Chen”(pagi), “Dong”(musim dingin), “Xue”(salju).
Ada yang namanya berartikan harapan dan moral tertentu. Contohnya “Zhong”(kesetiaan), “Yi”(keadilan), “Li”(tata krama), “Xin”(kepercayaan). Ada yang namanya mengandung harapan kesehatan, panjang umur, bahagia. Contohnya “Jian”(sehat), “Shou”(panjang umur), “Song”(pinus, mewakili panjang umur), “Fu”(bahagia).
Nama laki-laki dan perempuan juga tidak sama. Nama laki-laki kebanyakan memiliki arti kekuatan, keberanian dan wibawa. Contohnya “Hu”(harimau), “Long”(naga), “Xiong”(keagungan), “Wei”(kecemerlangan), “Gang”(keras), “Qiang”(kuat). Sedangkan nama perempuan sebagian besar bermakna kelembutan dan kecantikan. Contohnya “Feng”(phoenix), “Hua”(bunga), “Yu”(giok), “Cai”(warna), “Juan”(anggun), “Jing”(ketenangan).
Hanya saja saat ini tidak banyak warga Tionghoa yang begitu memperhatikan nama tersebut. Apalagi menggunakannya. Karena ini dianggap sebagai nama Tionghoa kuno. Umumnya, warga Tionghoa saat ini hanya memiliki dua nama. Nama resmi (nama Indonesia) dan nama kecil (nama panggilan di rumah). Biasanya nama Indonesia digunakan pada saat resmi. Seperti di KTP, sekolah, universitas dan lainnya. Sedangkan nama kecil hanya dikenal oleh kalangan keluarga.
“Sehingga ada perbedaan saat seseorang memanggil dengan nama resmi dan nama kecil. Kalau dipanggil dengan nama kecil, rasanya sudah dekat seperti keluarga,” ujarnya.(ynn)
http://www.jambi-independent.co.id/i...nghoa-di-jambi
ada 10 gan
0
6.4K
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan