

TS
siagaindonesia
Legenda Nyai Ontosoroh Di Pabrik Gula Tulangan

Berbahagia lah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri, dan maju karena pengalamannya sendiri. – Nyai Ontosoroh
Toelangan, salah satu wilayah Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, yang sejak lama telah dikenal sebagai salah satu sentra penghasil gula di Nusantara. Pada masa kejayaannya di paruh kedua abad 19, terdapat setidaknya sepuluh pabrik gula yang beroperasi di wilayah Sidoarjo, meliputi Buduran, Candi, Krembung, Wonoayu, Ketegan, Sruni, Krian, Watutulis serta Tulangan. Bersama dengan produk gula dari wilayah Hindia Belanda lainnya, produk gula dari Sidoarjo ketika itu berhasil merajai pasar Eropa.
Namun di balik kisah-kisah manisnya, industri gula kita ternyata juga menyimpan banyak kenangan pahit dari masa penjajahan. Tentang pergulatan kelas sosial, diskriminasi, kesenjangan gender, juga pelecehan terhadap hak-hak asasi manusia. Isu-isu yang melingkupi kehidupan di sekitar pabrik gula pada era kolonial ini lah yang kemudian menginspirasi sastrawan Pramoedya Ananta Toer untuk melahirkan sosok legendaris Nyai Ontosoroh.
Dalam novel tetralogi ‘Pulau Buru’-nya yang berjudul Bumi Manusia, Pram menceritakan sosok Nyai Ontosoroh sebagai anak dari seorang juru tulis di Pabrik Gula Tulangan, Sidoarjo sekitar akhir abad 19. Dia dijual oleh orangtuanya untuk menjadi gundik dari seorang Belanda pemilik pabrik gula.
Namun dia bukan lah perempuan lemah yang hanya diam tanpa daya. Menghadapi segala ketidakadilan yang ditimpakan kepadanya, Nyai Ontosoroh pun bangkit dan melawan. Kisah perjuangan Sang Nyai ini telah menanamkan begitu banyak kesan di kalangan para pembaca dan penggemar novel Bumi Manusia.
Menariknya, pabrik gula yang menjadi latar di novel ini ternyata masih ada. Pabrik gula yang terletak di Desa Tulangan, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo itu hingga kini masih beroperasi di bawah pengelolaan PTPN X. Didirikan pada tahun 1850 dengan nama N.V. Matsechappy Tot Exploitatie de Suiker Ondernamingen Kremboong en Toelangan , Pabrik Gula (PG) Tulangan kini telah memasuki usianya yang ke-162. Sebuah usia yang tergolong sangat tua untuk sebuah pabrik yang masih terus beroperasi.
Baik bangunan maupun mesin-mesinnya banyak yang merupakan peninggalan dari zaman Belanda. Maka disadari atau tidak, PG Tulangan kini tidak lagi sekadar bermakna sebagai tempat pembuatan gula, melainkan telah berubah menjadi sebuah monumen sejarah yang merekam jejak manis pahitnya industri gula di Nusantara.
Bisa Menjadi Wisata Heritage
Baru-baru ini, pihak PG. Tulangan mengembalikan ornamen-ornamen khas zaman Belanda. Ada lantai marmer, lampu hias, maupun benda-benda kuno lain.
”Tahun ini kami akan recovery pabrik agar tampak seperti zaman Belanda,” jelas Kepala Pengolahan Pabrik Gula Tulangan Beni Basuki, kemarin.
Ide awal wisata heritage itu muncul ketika Beni melihat terbatasnya wahana wisata di Tulangan dan daerah sekitarnya. Beni berencana mengembalikan wajah asli pabrik seluas 10 hektare itu.
Di antaranya, merecovery gedung serta ornamen-ornamennya. Meja dan kursi kantor disesuaikan dengan zaman Belanda. Rumah dinas administrator juga akan diubah menjadi guest house.
Pengunjung yang ingin bermalam di tempat itu bisa menginap. Gedung pertemuan akan diubah menjadi museum dan kafe. Di museum tersebut akan diceritakan sejarah pabrik yang tepatnya berdiri pada 1850 tersebut.
Lebih lanjut, Camat Tulangan ketika di konfirmasi, sangat setuju dengan wisata heritage di daerahnya. Menurutnya, saat ini liburan menghabiskan waktu di kota, seperti di Suncity. ”Padahal, di sana sudah penuh sesak,” pungkasnya. (sumber/dea)
sumber : http://siagaindonesia.com/r/55761


nona212 memberi reputasi
1
10.4K
19
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan