- Beranda
- Komunitas
- News
- Sejarah & Xenology
Cornelis de Houtman, Penjelajah Pertama Belanda ke Nusantara


TS
siti.laela
Cornelis de Houtman, Penjelajah Pertama Belanda ke Nusantara
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh



Quote:

Cornelis de Houtman.
Cornelis de Houtman (lahir di Gouda, 2 April 1565 - meninggal di Aceh, 1 September 1599 pada umur 34 tahun) adalah seorang penjelajah dan pedagang berkebangsaan Belanda yang menjadi kepala ekspedisi pertama Belanda ke Nusantara. Dalam kunjungannya, Cornelis singgah di Sumatra, Jawa, Madura, dan Bali. Ia dianggap sebagai pembuka jalan perdagangan rempah-rempah bagi Belanda, sekaligus mematahkan dominasi Portugis dalam monopoli perdagangan di Hindia Timur.
Quote:
LATAR BELAKANG
Cornelis merupakan putra dari Pieter Jacobszoon de Houtman, seorang anggota dewan kota Gouda yang berprofesi sebagai pembuat bir. Jacobszoon juga dikenal sebagai kapten schutterij, sebuah kelompok milisi yang berdiri pada Abad Pertengahan dengan tujuan menciptakan ketertiban, keamanan, dan perlindungan bagi rakyat sipil. Saat remaja, Cornelis belajar dasar-dasar ilmu pelayaran kepada ahli maritim terkemuka, Robbert Robbertsz le Canu dan menjadi salah satu murid yang menonjol.
Cornelis merupakan putra dari Pieter Jacobszoon de Houtman, seorang anggota dewan kota Gouda yang berprofesi sebagai pembuat bir. Jacobszoon juga dikenal sebagai kapten schutterij, sebuah kelompok milisi yang berdiri pada Abad Pertengahan dengan tujuan menciptakan ketertiban, keamanan, dan perlindungan bagi rakyat sipil. Saat remaja, Cornelis belajar dasar-dasar ilmu pelayaran kepada ahli maritim terkemuka, Robbert Robbertsz le Canu dan menjadi salah satu murid yang menonjol.
Quote:
MENYUSUP KE PORTUGAL

Pada tahun 1592, Cornelis dan saudaranya Frederik de Houtman dikirim oleh para pedagang Amsterdam dan kartograf Petrus Plancius ke Lisboa. Tujuannya untuk mencari tahu tentang rute pelayaran dari Portugis ke Hindia Timur lewat Tanjung Harapan, dalam persiapan ekspedisi pertama Belanda ke wilayah penghasil rempah-rempah. Sempat bertahan selama dua tahun, mereka akhirnya tertangkap dan dimasukkan ke dalam penjara atas tuduhan kegiatan mata-mata. Pada awal tahun 1594, Cornelis dan Frederik dibebaskan setelah para pedagang Amsterdam menebusnya.

Frederik de Houtman.
Pada tahun 1592, Cornelis dan saudaranya Frederik de Houtman dikirim oleh para pedagang Amsterdam dan kartograf Petrus Plancius ke Lisboa. Tujuannya untuk mencari tahu tentang rute pelayaran dari Portugis ke Hindia Timur lewat Tanjung Harapan, dalam persiapan ekspedisi pertama Belanda ke wilayah penghasil rempah-rempah. Sempat bertahan selama dua tahun, mereka akhirnya tertangkap dan dimasukkan ke dalam penjara atas tuduhan kegiatan mata-mata. Pada awal tahun 1594, Cornelis dan Frederik dibebaskan setelah para pedagang Amsterdam menebusnya.
Quote:
PERJALANAN KE HINDIA TIMUR
Sekembalinya Cornelis ke Belanda, banyak informasi yang didapat mengenai rute pelayaran ke Hindia Timur. Secara bersamaan Jan Huygen van Linschoten - seorang pedagang Belanda yang bekerja untuk Portugis di Goa, India - juga kembali ke tanah air dengan membawa informasi yang sama. Setelah dirundingkan secara matang, ditetapkan Banten sebagai tujuan utama. Hal tersebut tidak terlepas dari peran Banten sebagai pelabuhan rempah-rempah terkenal di ujung barat Pulau Jawa. Selain itu, letak geografis Banten dirasa aman dari gangguan Portugis yang menguasai jalur perdagangan Selat Malaka. Dengan kata lain, Belanda bisa menghindari Portugis melalui Samudra Hindia dan masuk lewat celah Selat Sunda.

Pada tanggal 2 April 1595, empat buah kapal ekspedisi: Amsterdam, Mauritius, Hollandia, dan Duyfken bertolak dari Amsterdam menuju Banten. Pelayaran tersebut disponsori oleh serikat dagang Compagnie van Verre (Perusahaan Jarak Jauh) yang berdiri pada tahun 1594. Pihak sponsor yang menginginkan demokrasi dalam mengambil keputusan penting, membuat armada tersebut tidak mengangkat seorang laksamana. Meskipun begitu, Cornelis yang mempunyai hubungan dekat dengan Reinier Pauw - walikota Amsterdam yang menjadi salah satu pendiri Compagnie van Verre - dianggap sebagai kepala ekspedisi.
Pada dasarnya tidak ada rencana eksplisit dalam pelayaran yang membawa total 249 awak kapal tersebut. Pengalaman pertama yang masih buta medan menimbulkan dampak buruk di segala bidang. Baru beberapa minggu berlayar, penyakit scheurbuik (seriawan) merebak akibat kurangnya makanan. Hal tersebut memicu emosi dan perkelahian sesama awak kapal hingga berujung pada pembunuhan atau pemenjaraan. Saat mencapai Madagaskar - tempat pemberhentian yang telah direncanakan - masalah baru kembali muncul. Penundaan pelayaran yang berlarut-larut, telah memancing penduduk asli untuk keluar dan memerangi para rombongan. Penyerangan tersebut menewaskan beberapa awak kapal dan memaksa ekspedisi untuk melanjutkan pelayaran. Ekspedisi kembali singgah di pulau kecil Nosy Maritsa hanya untuk menguburkan 70 awak kapal yang tewas karena wabah seriawan. Lokasi tempat penguburan tersebut dikemudian hari dinamakan Hollandsche Kerckhoff (Kuburan Belanda). Di Nosy Maritsa, ekspedisi kembali tertunda selama enam bulan.

Pada tanggal 27 Juni 1596, rombongan ekspedisi berhasil tiba di Banten. Awalnya penerimaan penduduk asli cukup bersahabat. Tapi lama-kelamaan tabiat kasar dan serakah yang ditunjukkan para awak kapal Belanda membuat Sultan Banten bertindak. Dibantu oleh petugas Portugis di Banten, semua kapal Belanda diusir keluar. Ekspedisi kemudian dilanjutkan ke utara pantai Jawa dan singgah di Madura. Di tempat tersebut, tabiat buruk mereka kembali menimbulkan konflik dengan penduduk asli hingga membuat seorang pangeran terbunuh. Akibatnya beberapa awak kapal Belanda ditangkap dan ditahan, sehingga Cornelis harus membayar tebusan untuk melepasnya.
Pada tanggal 26 Februari 1597, ekspedisi Cornelis mencapai Bali dan bertemu dengan Raja Bali. Mereka berhasil memperoleh beberapa pot merica untuk dibawa pulang ke Belanda. Perjalanan pulang menuju Eropa ternyata lebih memilukan. Kapal-kapal Portugis di Samudra Atlantik melarang mereka untuk mengisi persediaan air dan keperluan lainnya di St. Helena. Pada bulan Agustus 1597, rombongan ekspedisi tiba di Belanda. Tercatat dari 249 awak kapal, hanya 89 orang yang hidup, termasuk dua awak kapal yang lebih memilih menetap di Bali.
Kembalinya rombongan Cornelis ke Belanda telah mengilhami beberapa penjelajah lain untuk melakukan hal yang sama. Mereka beranggapan bahwa Cornelis yang kacau, serakah, dan ceroboh saja bisa mencapai Hindia Timur. Lalu mengapa mereka tidak bisa? Memang dalam ekspedisi pertama Belanda ke Nusantara diwarnai konflik yang kuat. Cornelis yang menjadi kepala ekspedisi sempat dipenjara atas tuduhan meracuni Kapten Jan Meulenaer yang memprotes keputusannya, meskipun akhirnya dibebaskan oleh dewan kapal karena tidak cukup bukti. Bahkan dalam ekspedisi kedua ke Hindia Timur, Cornelis sering bertindak pengecut dengan bersembunyi di dalam kapal saat pasukannya bertempur di darat. Ia juga memiliki kebiasaan buruk, yaitu mabuk setiap malam hingga tidak mampu berdiri dengan baik.
Sekembalinya Cornelis ke Belanda, banyak informasi yang didapat mengenai rute pelayaran ke Hindia Timur. Secara bersamaan Jan Huygen van Linschoten - seorang pedagang Belanda yang bekerja untuk Portugis di Goa, India - juga kembali ke tanah air dengan membawa informasi yang sama. Setelah dirundingkan secara matang, ditetapkan Banten sebagai tujuan utama. Hal tersebut tidak terlepas dari peran Banten sebagai pelabuhan rempah-rempah terkenal di ujung barat Pulau Jawa. Selain itu, letak geografis Banten dirasa aman dari gangguan Portugis yang menguasai jalur perdagangan Selat Malaka. Dengan kata lain, Belanda bisa menghindari Portugis melalui Samudra Hindia dan masuk lewat celah Selat Sunda.

(kiri ke kanan)Duyfken, Amsterdam, Mauritius, dan Hollandia.
Pada tanggal 2 April 1595, empat buah kapal ekspedisi: Amsterdam, Mauritius, Hollandia, dan Duyfken bertolak dari Amsterdam menuju Banten. Pelayaran tersebut disponsori oleh serikat dagang Compagnie van Verre (Perusahaan Jarak Jauh) yang berdiri pada tahun 1594. Pihak sponsor yang menginginkan demokrasi dalam mengambil keputusan penting, membuat armada tersebut tidak mengangkat seorang laksamana. Meskipun begitu, Cornelis yang mempunyai hubungan dekat dengan Reinier Pauw - walikota Amsterdam yang menjadi salah satu pendiri Compagnie van Verre - dianggap sebagai kepala ekspedisi.
Pada dasarnya tidak ada rencana eksplisit dalam pelayaran yang membawa total 249 awak kapal tersebut. Pengalaman pertama yang masih buta medan menimbulkan dampak buruk di segala bidang. Baru beberapa minggu berlayar, penyakit scheurbuik (seriawan) merebak akibat kurangnya makanan. Hal tersebut memicu emosi dan perkelahian sesama awak kapal hingga berujung pada pembunuhan atau pemenjaraan. Saat mencapai Madagaskar - tempat pemberhentian yang telah direncanakan - masalah baru kembali muncul. Penundaan pelayaran yang berlarut-larut, telah memancing penduduk asli untuk keluar dan memerangi para rombongan. Penyerangan tersebut menewaskan beberapa awak kapal dan memaksa ekspedisi untuk melanjutkan pelayaran. Ekspedisi kembali singgah di pulau kecil Nosy Maritsa hanya untuk menguburkan 70 awak kapal yang tewas karena wabah seriawan. Lokasi tempat penguburan tersebut dikemudian hari dinamakan Hollandsche Kerckhoff (Kuburan Belanda). Di Nosy Maritsa, ekspedisi kembali tertunda selama enam bulan.

Lukisan karya Adriaan Johannus Groenewegen (1874-1963), menggambarkan Cornelis de Houtman tiba di Banten.
Pada tanggal 27 Juni 1596, rombongan ekspedisi berhasil tiba di Banten. Awalnya penerimaan penduduk asli cukup bersahabat. Tapi lama-kelamaan tabiat kasar dan serakah yang ditunjukkan para awak kapal Belanda membuat Sultan Banten bertindak. Dibantu oleh petugas Portugis di Banten, semua kapal Belanda diusir keluar. Ekspedisi kemudian dilanjutkan ke utara pantai Jawa dan singgah di Madura. Di tempat tersebut, tabiat buruk mereka kembali menimbulkan konflik dengan penduduk asli hingga membuat seorang pangeran terbunuh. Akibatnya beberapa awak kapal Belanda ditangkap dan ditahan, sehingga Cornelis harus membayar tebusan untuk melepasnya.
Pada tanggal 26 Februari 1597, ekspedisi Cornelis mencapai Bali dan bertemu dengan Raja Bali. Mereka berhasil memperoleh beberapa pot merica untuk dibawa pulang ke Belanda. Perjalanan pulang menuju Eropa ternyata lebih memilukan. Kapal-kapal Portugis di Samudra Atlantik melarang mereka untuk mengisi persediaan air dan keperluan lainnya di St. Helena. Pada bulan Agustus 1597, rombongan ekspedisi tiba di Belanda. Tercatat dari 249 awak kapal, hanya 89 orang yang hidup, termasuk dua awak kapal yang lebih memilih menetap di Bali.
Kembalinya rombongan Cornelis ke Belanda telah mengilhami beberapa penjelajah lain untuk melakukan hal yang sama. Mereka beranggapan bahwa Cornelis yang kacau, serakah, dan ceroboh saja bisa mencapai Hindia Timur. Lalu mengapa mereka tidak bisa? Memang dalam ekspedisi pertama Belanda ke Nusantara diwarnai konflik yang kuat. Cornelis yang menjadi kepala ekspedisi sempat dipenjara atas tuduhan meracuni Kapten Jan Meulenaer yang memprotes keputusannya, meskipun akhirnya dibebaskan oleh dewan kapal karena tidak cukup bukti. Bahkan dalam ekspedisi kedua ke Hindia Timur, Cornelis sering bertindak pengecut dengan bersembunyi di dalam kapal saat pasukannya bertempur di darat. Ia juga memiliki kebiasaan buruk, yaitu mabuk setiap malam hingga tidak mampu berdiri dengan baik.
Quote:
KEMATIAN CORNELIS
Versi Belanda
Pada tahun 1598, Cornelis melakukan ekspedisi kedua ke Hindia Timur yang disponsori oleh Compagnie Veersche. Pada tanggal 21 Juni 1599, ekspedisi Cornelis tiba di Aceh dengan sambutan kehormatan dari Sultan Alauddin Riayat Shah Sayyid al-Mukammil. Kunjungan ke Aceh diperjelas dengan kesepakatan dagang rempah-rempah, terutama merica antara pihak Belanda dengan Kesultanan Aceh. Namun Portugis mengintervensi dan menghasut Sultan Aceh untuk memerangi Belanda.

Pada tanggal 1 September 1599, Sultan Aceh mengadakan perjamuan makan dan minum untuk rombongan Cornelis. Ternyata dalam makanan dan minuman yang disajikan, terdapat bahan yang memiliki efek halusinasi, kemungkinan berasal dari tanaman datura(sejenis bunga kecubung). Efek halusinasi yang ditimbulkan pada akhirnya membuat tubuh mati rasa yang berujung kematian 28 awak kapal, termasuk Cornelis. Sementara itu, 22 awak kapal lainnya yang masih hidup ditangkap dan dipenjarakan. Setelah mendekam beberapa tahun di penjara, beberapa awak kapal yang masih tersisa dibebaskan setelah Pangeran Mauritz van Oranje-Nassau membayar tebusan.
Versi Indonesia

Menurut versi Indonesia, Cornelis terbunuh dalam ekspedisi kedua ke Hindia Timur saat berkunjung ke Aceh. Pada tanggal 11 September 1599, ekspedisi Cornelis terlibat pertempuran dengan pasukan Inong Balee, salah satu kesatuan perang Kesultanan Aceh yang prajuritnya merupakan janda-janda yang ditinggal mati suami karena berperang. Dalam pertempuran tersebut, Cornelis tewas saat duel satu lawan satu melawan Laksamana Malahayati - pemimpin pasukan Inong Balee - di atas geladak kapal Belanda.
Versi Belanda
Pada tahun 1598, Cornelis melakukan ekspedisi kedua ke Hindia Timur yang disponsori oleh Compagnie Veersche. Pada tanggal 21 Juni 1599, ekspedisi Cornelis tiba di Aceh dengan sambutan kehormatan dari Sultan Alauddin Riayat Shah Sayyid al-Mukammil. Kunjungan ke Aceh diperjelas dengan kesepakatan dagang rempah-rempah, terutama merica antara pihak Belanda dengan Kesultanan Aceh. Namun Portugis mengintervensi dan menghasut Sultan Aceh untuk memerangi Belanda.

Datura.
Pada tanggal 1 September 1599, Sultan Aceh mengadakan perjamuan makan dan minum untuk rombongan Cornelis. Ternyata dalam makanan dan minuman yang disajikan, terdapat bahan yang memiliki efek halusinasi, kemungkinan berasal dari tanaman datura(sejenis bunga kecubung). Efek halusinasi yang ditimbulkan pada akhirnya membuat tubuh mati rasa yang berujung kematian 28 awak kapal, termasuk Cornelis. Sementara itu, 22 awak kapal lainnya yang masih hidup ditangkap dan dipenjarakan. Setelah mendekam beberapa tahun di penjara, beberapa awak kapal yang masih tersisa dibebaskan setelah Pangeran Mauritz van Oranje-Nassau membayar tebusan.
Versi Indonesia

Laksamana Malahayati.
Menurut versi Indonesia, Cornelis terbunuh dalam ekspedisi kedua ke Hindia Timur saat berkunjung ke Aceh. Pada tanggal 11 September 1599, ekspedisi Cornelis terlibat pertempuran dengan pasukan Inong Balee, salah satu kesatuan perang Kesultanan Aceh yang prajuritnya merupakan janda-janda yang ditinggal mati suami karena berperang. Dalam pertempuran tersebut, Cornelis tewas saat duel satu lawan satu melawan Laksamana Malahayati - pemimpin pasukan Inong Balee - di atas geladak kapal Belanda.
Quote:
AKIBAT DARI EKSPEDISI CORNELIS
Meskipun ekspedisi pertama dan kedua Cornelis dinilai tidak sukses, hal tersebut dianggap kemajuan besar bagi Belanda. Dalam lima tahun ke depan setelah ekspedisi pertama, dilaporkan ada 65 kapal Belanda telah berlayar ke Hindia Timur yang menjadi cikal-bakal kolonialisme di Nusantara.
Meskipun ekspedisi pertama dan kedua Cornelis dinilai tidak sukses, hal tersebut dianggap kemajuan besar bagi Belanda. Dalam lima tahun ke depan setelah ekspedisi pertama, dilaporkan ada 65 kapal Belanda telah berlayar ke Hindia Timur yang menjadi cikal-bakal kolonialisme di Nusantara.
Quote:
PENGHARGAAN

Atas prakarsa Menteri JN. Scheltema (1825-1895), dibangun sebuah monumen peringatan di Gouda pada tahun 1880. Monumen tersebut ditujukan untuk mengenang semangat kewirausahaan dan jiwa bisnis de Houtman bersaudara (Cornelis dan Frederik) yang dibuat oleh pematung terkenal, Franciscus Xaverius Stracke. Monumen tersebut diresmikan pada tanggal 1 Juli 1880, yang sengaja dipilih karena bertepatan dengan tanggal ketika Cornelis untuk pertama kalinya berhasil menjalin kerja sama dengan penguasa lokal di Hindia Timur, dalam hal ini adalah Sultan Banten. Pada tahun 1901, tempat monumen berada diubah nama menjadi Houtmansplantsoen.

Monumen de Houtman Bersaudara di Gouda.
Atas prakarsa Menteri JN. Scheltema (1825-1895), dibangun sebuah monumen peringatan di Gouda pada tahun 1880. Monumen tersebut ditujukan untuk mengenang semangat kewirausahaan dan jiwa bisnis de Houtman bersaudara (Cornelis dan Frederik) yang dibuat oleh pematung terkenal, Franciscus Xaverius Stracke. Monumen tersebut diresmikan pada tanggal 1 Juli 1880, yang sengaja dipilih karena bertepatan dengan tanggal ketika Cornelis untuk pertama kalinya berhasil menjalin kerja sama dengan penguasa lokal di Hindia Timur, dalam hal ini adalah Sultan Banten. Pada tahun 1901, tempat monumen berada diubah nama menjadi Houtmansplantsoen.
Spoiler for Sumber:
Spoiler for Penutup:


Diubah oleh siti.laela 06-10-2013 21:45
0
78.1K
Kutip
15
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan