- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sejarah Trans TV (Televisi Indonesia)


TS
yuda.af
Sejarah Trans TV (Televisi Indonesia)

Quote:
WELLCOME TO MY THREAD
Quote:
sebelumnya
dulu ya...

No Repsol!
Spoiler for Bukti:

Quote:

Trans TV atau Televisi Transformasi Indonesia
adalah
sebuah stasiun televisi swasta Indonesia mulai secara
terrestrial area di Jakarta, yang dimiliki oleh konglomerat
Chairul Tanjung.
Dengan motto "Milik Kita Bersama",
konsep tayang stasiun ini tidak banyak berbeda dengan
stasiun swasta lainnya.
Trans TV adalah anak perusahaan PT Trans Corporation.
Sejarah
Trans TV memperoleh ijin siaran didirikan pada tanggal 1
Agustus 1998 Trans TV mulai resmi disiarkan pada 10
November 2001 meski baru terhitung siaran percobaan,
Trans TV sudah membangun Stasiun Relai TV-nya di
Jakarta dan Bandung.
Siaran percobaan dimulai dari seorang presenter yang
menyapa pemirsa pukul 19.00 WIB malam.
Trans TV kemudian pertama mengudara mulai diluncurkan
diresmikan Presiden Megawati Soekarnoputri sejak tanggal
15 Desember 2001 sejak sekitar pukul 19.00 WIB Malam,
TRANS TV memulai siaran secara resmi.
Dibawah ini Sejarah yang lebih Lengkap, kisah penuh perjuangan dalam dunia pertelevisian. ane kutip dari buku "Chairul Tanjung si Anak Singkong"
Spoiler for Sejarah Lengkap:
NB: yang dimaksud "saya" adalah Pak Chairul Tanjung.
SEKITAR tahun 1994, saya diminta oleh Ex*m Le*sing, anak perusahaan Bank Ex*m, untuk mengambil alih kredit macetnya, berupa satu gedung beserta isinya, yakni peralatan lengkap sebuah studio di kawasan Kemang, Jakarta. Sekarang gedung tersebut menjadi Sekolah Duta Bangsa yang di kelola istri saya, Anita Ratnasari.
Di gedung tersebut terdapat peralatan musik, fotografi, dan studio untuk shooting foto maupun fil. Karena yang meminta Ex*m Le*sing, saya sebagai salah satu nasabah lama di Bank Ex*m Le*sing mau tidak mau harus membantu. Apalagi dalam akuisisi aset itu saya sama sekali tidak mengeluarkan uang sepeserpun karena dijadikan sebagai pinjaman dari Ex*m Le*sing sehingga saya tinggal tanda tangan perjanjian kredit baru saja.
Ketika itu, saya benar-benar tidak mengerti bagaimana harus mengoperasikan studio dan mengelola aset tersebut. Nah, lalu melalui Sasda, seorang teman semasa di SMA Negeri 1 Boedoet, Jakarta, saya diperkenalkan kepada Ishadi S.K. Di Hotel Hyatt, Jakarta. Kebetulan Sasda adalah keponakannya dan pada waktu itu Pak Ishadi baru saja diberhentikan sebagai Direktur TVRI.
Dalam pertemuan pertama dengan Pak Ishadi, saya sampaikan persoalan studio di Kemang itu sekaligus meminta tolong untuk membantu. Waktu itu, dia bersedia membantu, tetapi dengan syarat ingin melihat kondisinya.
*****
Beberapa hari kemudian Pak Ishadi berjanji mau membantu memberikan orang yang bisa menjalankan studio itu. Pada saat yang bersamaan, saya juga sering bercerita tentang televisi. Akhirnya sampai pada satu pembicaraana, “Ya sudah Pa Is... Suatu saat kalau memungkingkan, kita bikin televisi saja. Nanti anda saja yang me-running."Aa
Itulah sebenarnya cikal bakal awal lahirnya Trans TV. Namun, perjalanan untuk mewujudkan keinginan tersebut butuh waktu lama, penuh perjuangan dan kerja keras. Tidak mudah seperti membalikkan kedua telapak tangan.
*****
Seiring berjalannya waktu, hati terdalam saya terus bergejolak untuk bisa mewujudkan cita-cita terpendam membangun televisi.
"Pak Chairul, saya baru dipecat dari Dirjen RTF (Radio, Televisi, dan Film) oleh penguasa baru," kata Pak Ishadi di seberang telepon.
Ketika itu, Presiden Habibie mengangkat Azis Husein sebagai Dirjen RTF yang baru. Namun, pada saat yang sama, Pak Habibie waktu itu membuka peluang terhadap hadirnya lima stasiun televisi baru di samping lima televisi yang sudah ada lebih dulu.
Nah, kesempatan tersebut saya manfaatkan untuk mewujudkan keinginan lama untuk membangun televisi. Melalui telepon dari Washington, saya berpesan kepada Pak Ishadi untuk mempersiapkan semua informasi yang berhubungan dengan rencana akan di bukanya izin televisi baru.
Setelah Pak Ishadi pulang ke Indonesia, mulailah saya bertemu secara intensif dengan dia membicarakan segala persyaratan yang di butuhkan untuk membangun televisi. Untuk merealisasikan keinginan tersebut sungguh tidak mudah karena panitia seleksi mensyaratkan aturan yang ketat. Mereka yang bisa memperoleh izin TV baru adalah yang sudah siap baik dari sisi teknis maupun keuangan. Karena itu, semua pihak yang berminat harus mengajukan proposal kepada Departemen Penerangan yang waktu itu dipimpin Yunus Yosfiah.
Alhamdulillah, proses pembuatan dan pengajuan proposal menjadi lebih mudah karena dibantu oleh orang-orang berpengalaman di televisi. Oleh karena itu, wajar jika kemudian proposal yang saya ajukan terpilih sebagai proposal terbaik sehingga bisa mendapatkan frekuensi paling rendah. Artinya, dengan kekuatan yang sama dengan televisi lain, kami mendapatkan daya jangkau yang luas dan fleksibilitas yang tinggi.
Nama televisi baru itu adalah PT Televisi Transformasi Indonesia atau Trans TV. Nama Trans TV diperoleh dari serangkaian diskusi dan pertemuan sebelumnya yang dilakukan di Finacial Club di Gedung Bank Niaga.
*****
Proses Pembangunan Televisi
Setelah nama dan izin televisi digenggam, lalui bagaimana membangunnya? Saat berdiskusi dengan Alex Kumara muncul perkiraan biayanya, yakni sebesar Rp 150 Miliar

Masukan soal bagaimana cara membangun televisi saya dapatkan dari Alex Kumara dan Peter F. Gontha. Keduanya sama-sama pernah mengelola RCTI saat televisi swasta itu di bawah naungan Group Bimantara.
*****
Tahun 2000, Trans TV memerlukan setidaknya 250 karyawan baru. Perekrutan dilakukan di berbagai media, termasuk dari mulut ke mulut. Lamaran dari pencari kerja yang masuk saat itu mencapai 70.000 orang.
Cara-cara spartan segera dilakukan, mulai dari pendidikan, pelatihan, hingga persiapan awal. Namun, satu hal yang dipompakan kepada mereka, Trans TV nantinya adalah rumah mereka, bukan kantor mereka. Di rumah besar inilaah mereka bekerja dalam suasana kekeluargaan yang akrab membangun sebuah televisi terbaik di Indonesia.
Dalam perjalanan selanjutnya, ternyata estimasi biaya investasi untuk membangun Trans TV meleset. Rencana anggaran sebesar Rp 150 Miliar tidak cukup, sementara gedung belum seluruhnya dibangun. Demikian juga peralatan dan keperluan lainnya untuk programming belum terpenuhi. Terpaksalah, saya kemudian mencari uang lagi, habis-habisan untuk menalangi kekurangannya sampai akhirnya habis hingga Rp 400 Miliar. Di luar itu, saya kemudian mengajukan kredit ke Bank Man*iri menjelang Trans TV akan memulai siaran pada bulan Desember 2001.
Begitu kredit dari Bank BUMN itu cair sekitar Rp 300 M, dalam waktu sebulan uang itu sudah habis. Di awal-awal saya membangun televisi, saya benar-benar merasakan betapa industri ini seperti bisnis drakula, dia menghisap darah yang luar biasa. Di awal-awal Trans TV mengudara, saya harus menomboki tidak kurang dari Rp 30 M per bulan. Setelah siaran, income yang didapat kecil dibandingkan dengan uang ratusan Miliar rupiah yang sudah saya keluarkan.
Menyaksikan kondisi ini, saya sempat agak takut dan kecewa karena yang saya bayangkan ternyata kenyataannya tidak seperti yang saya harapkan. Apalagi kalau saya menghitung-hitunf uang yang harus dipakai untuk nombok sebesar Rp 30 Miliar per bulan, rasanya semakin ngeri saja.
Trans TV memulai siaran percobaan pada Desember 2001 selama 1e jam. Nah, mulai September 2002, melalui tema September Ceria, siaran Trans TV bertambah menjadi 20-21 jam.
Saya tentu tidak bisa terus menerus dihantui rasa ketakutan. Karena itu, langkah yang kemudian saya tempuh adalah memperkecil defisit sampai akhirnya saya tidak lagi nombok setelah bulaan Juli 2003. Sejak itu, arus kas mulai normal dan pendapatan Trans TV juga mulai naik, sementara utang program mulai bisa dicicil, seperti untuk membeli film dari luar negeri.
Kinerja Trans TV Terus Menanjak
Alhamdulillah, setelah dilakukan perubahan dalam pemrograman, kinerja Trans TV terus menanjak. Setelah Lebaran tahun 2005, kinerja Trans TV terus naik secara konsisten sampai puncaknya di tahun 2008, dengan sales-nya melebihi angka Rp 1 Triliun.
Dalam hal apa pun saya tak mau setengah-setengah, tak mau asal jadi, termasuk pembangunan stasiun televisi. Kalau tidak menjadi juara, kalau tidak menjadi yang pertama, kalau tidak dilakukan oleh ahlinya, sebaiknya lupakan, tidak perlu dilanjutkan. Saya meyakini bahwa keberhasilan dalam memimpin usaha adalah perlunya strong leadership, tapi saya harus memulai "Turun Gunung" dan mengurus Trans TV hingga larut malam, saya ditanya Pak Ishadi, "Apakah tidak cape, Pak, ikut mengurus juga Trans TV. Kapan istirahatnya?"
Saya jawab, "Pertanyaan Pak Is sama dengan pertanyaan istri saya."
Saya selama 30 tahun sudah terbiasa pulang malam dan tidak ada berhentinya. Saya juga katakan kepada istri, "Saya bisa seperti ini karena yakin inkehendak Tuhan. Hasil yang sudah saya capai sekarang merupakan bantuan tangan Tuhan. Tidak mungkinlah perusahaan yang saya kelolaa bisa tumbuh cepat kalau bukan karena kehendak Tuhan. Karena ini amanah dari Yang di Atas, saya harus pertanggungjawabkan. Caranya, ya harus bersyukur. Bagaimana caranya bersyukur? Ya saya harus kerja keras."
Saya bisa saja berhenti bekerja keras mengurusi Trans TV dan menikmati hidup, tetapi itu artinya saya menjadi tidak amanah. Saya ingin agar sikap kerja keras saya yang disiplin, kerja keras, dan konsisten bisa menular kepada siapapun

Itulah kisah perjuangan televisi Trans TV, penuh pengorbanan.
Sumber: dari buku "Chairul Tanjung si Anak Singkong"
Quote:
SEMOGA BERMANFAAT

KASKUSER YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN JEJAK

KALO BERKENAN, TS GA NOLAK

JANGAN DI

YANG BELUM ISO BANTU




KALO BERKENAN, TS GA NOLAK

JANGAN DI

YANG BELUM ISO BANTU

Quote:
MATUR SUWUN
0
8.9K
Kutip
24
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan