archaengelaAvatar border
TS
archaengela
Life at a Time
Life at a Time itu sebenernya judul blog baru ane emoticon-Big Grin Gara2 pindahan blog, dari blog Destination, ya udah pilih judul blog itu aja.

Isinya penggalan2 kisah hidup ane pada satu waktu tertentu.

Seperti blog2 terdahulu di sini boleh nimbrung, ngobrol, komentar, tp dilarang post gambar/cerita BB17++, gambar dan cerita horor, gambar DP/kekerasan, iklan/promosi/spam, dan long cat/gambar yg harus scroll berulang2.

B-log ini juga ada di wordpress, yaitu di
thelifeatatime.wordpress.com

Diubah oleh archaengela 25-01-2024 07:33
mojang507
enak.digenjot69
ironflux04
ironflux04 dan 27 lainnya memberi reputasi
26
96.8K
2.4K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
archaengelaAvatar border
TS
archaengela
#1833
Pengkotbah 3:11
Beberapa hari lalu, aku baru menyadari sesuatu. Buku yang saat ini sedang aku kerjakan yang tadinya aku niatkan untuk ikut lomba rutin empat bulanan di GoodNovel ternyata cocok untuk ikut dalam lomba besar karena temanya memang sesuai. Terlebih lagi, saat dipikirkan ulang, lomba besar itu periodenya cukup panjang (enam bulan) dibandingkan lomba rutin yang hanya empat bulan. 

Pun, baru kemarin Joyread kembali mengadakan lomba-lomba lagi. Ada empat lomba dan sesudah kubaca ketentuan keempat lombanya, buku yang sekarang sedang kukerjakan itu cocok juga untuk salah satu lomba Joyread. Sementara salah satu dari sekian banyak buku yang terbengkalai juga cocok untuk ikut lomba, baik di GoodNovel dan Joyread. 

Padahal, sebelumnya aku merasa agak sedih karena merasa tertinggal dengan para penulis lain yang sangat produktif menulis. Akan tetapi, memang benar ayat Pengkotbah 3:11:

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. 

Maha Besar Tuhan dalam segala rencana-Nya. Aku hanya bisa merencanakan dan mengusahakan sebatas informasi yang kutahu (ikut lomba rutin empat bulanan) karena memang saat itu yang muncul lomba itu. Saat itu gagal, buku ini malah bisa ikut lomba-lomba lain yang lebih besar. 

Juga mengenai hal yang harus menunggu perkembangan lebih lanjut, ternyata sepertinya dari info terakhir yang didapatkan, dalam dua bulan ke depan, hal itu akan sudah selesai. Aku berdoa dan berharap hal itu memang benar sehingga bisa fokus menulis sepenuhnya. 

Penundaan, kegagalan, dan kemunduran bisa melemahkan semangat. Kita bisa jadi kecil hati saat mengalami itu semua. Akan tetapi, saat kita sudah berusaha dan itu yang terjadi, bisa jadi Tuhan mengizinkan hal itu terjadi karena ada rencana-Nya yang lebih besar dibandingkan rencana kita. 

Itu sebabnya sesudah memahami mengenai kedaulatan Tuhan yang mengatasi segalanya, hidup terasa lebih ringan karena tadinya kalau berhadapan dengan penundaan, kegagalan, dan kemunduran, aku akan berpikir masalah dosa, hukuman, atau kesalahan yang mengakibatkan hal-hal itu terjadi (misalnya: tidak berusaha lebih keras). Di sejumlah hal, memang kegagalan dan masalah terjadi bisa merupakan akibat/konsekuensi/hukuman atas dosa dan kesalahan kita, tetapi di banyak hal lain, kegagalan dan masalah yang kita alami merupakan proses belajar yang Tuhan izinkan. 

Belajar untuk apa? Bisa jadi belajar untuk bersabar, untuk lebih tahan menderita, lebih rendah hati, dan lebih mengandalkan Tuhan di dalam segala perkara. Terkadang kegagalan itu buah dari kesombongan kita karena kita berpikir sanggup melakukan ini dan itu. Kegagalan dan penundaan membuat kita paham bahwa tidak cukup hanya rencana yang matang, niat yang kuat, usaha yang sepenuh hati, bahkan pengalaman dan kemampuan yang cukup pun terkadang bisa membuat kita terlalu yakin bahwa kita bisa melakukan segala sesuatu. 

Hari ini aku mengobrol dengan papiku (ayahku), dan aku sangat bersyukur karena papiku sudah menerima kalau misalnya ternyata Tuhan menetapkan aku tidak menikah sekalipun. Aku sudah menerima hal itu dari sekitar 10-15 tahun lalu karena menemukan pasangan yang tepat itu sangat tidak mudah. 

Kenapa tidak mudah? Dari sekian banyak pengalaman buruk bertemu dengan berbagai macam orang dengan karakter yang tidak baik, aku dulu berpikir mungkin Tuhan ingin aku tetap melajang. Tidak menikah itu tidak dosa. Paulus pun tidak menikah. Tuhan Yesus juga tidak menikah. Jadi, kalau kita tetap melajang sampai akhir hidup, itu tidak menjadi masalah. 

Pasangan yang tepat itu harus sepadan, sevisi, dan bersamanya kita akan menjadi bertumbuh dan menjadi lebih maju. “Ah, jangan terlalu pilih-pilih jadi orang.” Begitu, kan, banyak komentar orang? Masalahnya kita membeli sayuran di pasar atau baju dan sepatu di mal atau di toko online saja kita pilih-pilih. Kalaupun ternyata sayuran rusak, kita bisa buang. Baju atau sepatu tidak cocok, kita bisa tidak pakai. Kalau pasangan tidak cocok? Apa mau bercerai? Kalaupun menjalani bersama, sampai seumur hidup? Neraka di bumi itu. 

Justru akan lebih menjadi masalah besar kalau kita menikah dengan orang yang salah atau saat menikah itu sebenarnya kita belum siap. Terlebih kalau sampai kita punya anak (atau anak-anak) dan kita menikah dengan orang yang salah atau kita sendiri belum siap menikah, itu akan menyiksa keturunan kita dengan memberi mereka kondisi rumah yang tidak nyaman secara psikis. Saat kita membesarkan anak (atau anak-anak) dengan kondisi rumah yang berantakan, mereka pun akan tumbuh besar dengan menyimpan trauma dan ketakutan akan pernikahan. Masa kita mewariskan hal-hal yang buruk ke mereka?

Kesiapan keuangan itu menjadi relatif karena cukup banyak orang yang secara finansial cukup, bahkan sangat berlebih, tetapi untuk mental dan pemikiran/psikisnya sebenarnya belum siap untuk menikah. Jadi, memang psikis itu yang terutama. Sesudahnya, finansial dan fisik itu tentu akan mendukung ke arah sana. Percuma finansial mapan tapi orangnya sebenarnya masih lebih suka melajang. 

Memang di Indonesia ini agak sulit untuk hidup melajang karena di pertemuan keluarga itu bisa ada yang bertanya basa-basi masalah ini. Puji Tuhan buatku sudah tidak ada. Bagi teman-teman yang masih melajang dan sedang mengalami tekanan dari keluarga untuk menikah, aku menganjurkan untuk tidak kalah karena tekanan keluarga. Yang akan hidup 24 jam sehari bersama pasangan Anda itu bukan keluarga Anda. Yang mengalami dan menjalani itu bukan orang tua, kakak, adik, paman, bibi, nenek, kakek, atau bahkan tetangga, tetapi diri Anda sendiri. 

Jangan mengambil keputusan sebesar itu karena sudah lelah didesak. Lebih baik konflik sebentar dengan keluarga sendiri daripada harus hidup seumur hidup di neraka dunia. Jangan mengambil keputusan untuk menikah karena semua teman kita sudah menikah semua. Jangan juga memilih menikah karena sudah bosan sendiri. Menikahlah dengan orang yang bersamanya kita yakin bahwa kita akan bertumbuh dan berkembang bersama, karena kita sepadan dan sevisi dengan pasangan kita. 

Bagaimana kalau sepadan dan sevisi tapi ternyata tidak seiman? Dibawa dalam doa, dan jangan karena cinta, lalu memaksakan diri untuk menikah kalau memang pasangan kita tidak bertuhan yang sama. Aku beberapa kali tertarik kepada laki-laki yang tidak seiman tapi pada akhirnya, sesudah dibawa dalam doa, memang Tuhan menunjukkan bukan. Kalau Tuhan sudah memberi lampu merah, ya, sudah stop. 

Hubungan pernikahan salah satu dasarnya memang karena cinta tapi cinta itu bukan satu-satunya dasar. Saat menghadapi masalah di kemudian hari, cinta saja tidak akan cukup. Sekali sudah mengambil keputusan, itu adalah final. Jadi, sangat penting untuk menimbang masak-masak salah satu keputusan terbesar dalam hidup ini karena menikah berarti memilih orang yang bersamanya kita akan makan, tidur, mengobrol, dan beraktivitas bersama. 

Siapa mendapat isteri, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN. (Amsal 18:22) 

Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. (Pengkotbah 4:9)

Bisa menikah dengan orang yang tepat itu adalah kebahagiaan. Kalau memang bisa menikah, itu sangat baik, tapi hanya kalau memang kita bersama orang yang tepat. Bagi yang sedang menunggu pasangan yang tepat, semoga kita semua juga membangun diri dan mempersiapkan diri terus untuk selalu menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya sehingga saat kita bertemu dengan pasangan yang tepat, kita sudah siap untuk proses yang lebih lanjut. 

Hadiah terbesar itu bukan harta, tetapi saat kita bisa memberikan yang terbaik untuk pasangan kita. Apakah hadiah terbaik itu kalau bukan diri kita yang terbaik? Jadi, mari kita terus berproses untuk bertumbuh terus ke arah yang lebih baik setiap hari. Hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin. Kalau itu kita lakukan secara konsisten, betapa banyak perbaikan dan kemajuan yang akan kita alami dalam satu bulan, satu tahun, bahkan sekian tahun?

Tetap semangat! Tuhan beserta kita semua. Amin!
Diubah oleh archaengela 11-03-2024 06:10
0
Tutup