tetes.tintaAvatar border
TS
tetes.tinta
Bersinggungan Dengan Mereka


Selamat malam para agan dan aganwati sekalian, ane Erwin tapi biasa di panggil Galih....

Kali ini ane hadir lagi dengan membawa sebuah kisah tentang pengalaman di luar nalar yang pernah di alami oleh orang orang di sekitar ku.

Ane akan menyuguhkan cerita mistis, jadi buat para agan sekalian yang suka dengan kisah kisah horror, rapatkan barisan.

Kalau memang kisah ane menarik, jangan lupa cendol nya.

Ane nggak pandai berbasa basi😁
Jadi harap di maklum in saja ya...

Silahkan duduk manis, dan selamat membaca...
Quote:
Diubah oleh tetes.tinta 12-01-2024 18:08
lovearzfi
yusuffajar123
wir4w4n
wir4w4n dan 60 lainnya memberi reputasi
59
52.5K
1.9K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
tetes.tintaAvatar border
TS
tetes.tinta
#23
Part 6
"Kau tidak memasak belut putih yang ku tangkap tadi sore kan Pri?"

Tanya kang Pardi dengan muka serius kepada Supri.

"Untung nya tidak kang, itu aku taruh di dalam akuarium karena memang sejak awal aku ingin memelihara nya di sana."

"Semenjak tadi ku masuk kan ke sana, hawa rumah ku kok mendadak terasa tak enak. Seperti singup kang."

Ucap pardi sambil menunjuk ke sebuah kaca akarium yang berada di sudut ruang tamu, isi akuarium nya sudah berantakan dan air nya tercecer di manan mana seperrti habis di guncang gempa bumi saja.

"Ambil belut putih nya Pri, aku butuh buat nyembuhin anak ku di rumah...."

Pardi menyuruh supri untuk mengambil belut tersebut,

"Nggak mau kang, kamu saja yang ambil. Aku takut kalau kalau belut itu adalah belut jadi jadian."

Ucap supri yang sudah merasa ketakutan lantaran sejak pardi datang, dia dan istri nya mendapat gangguan tak biasa yang di sinyalir berasal dari belut putih yang ia taruh di dalam akuarium.

"Masak gitu aja takut kamu pri, kan ada aku...."

Celetuk kang pardi kepada supri dengan nada sedikit kesal, mungkin kang pardi merasa kalau gara gara ulah supri yang tak mau melepaskan belut putih itu kembali ke sawah malah membawa nya pulang membuat anak nya mendapatkan marabahaya .

"Maaf kang, kamu saja yang yang mngambil. Aku benar benar takut kang."

Timpal supri sekali lagi kepada kang pardi.

"Ya sudah, tolong ambilkan aku kantong plastik sekalian isi air buat naruh belut nya."

Kata pardi dengan tingkat emosi yang sudah berada di ubun ubun kepada supri, dia tak mau berlama lama debat dengan supri perihal siapa yang benar dan siapa yang salah.

Untuk saat itu, yang paling penting adalah keselamatan putra kecil nya, Jinan.

"Ini kang plastik nya...."

Supri memberikan sebuah kantong plastik berisi air kepada pardi, 

Lalu dua berjalan mengendap ngendap di lantai lantaran licin dan basah kerkena cipratan air dati akuarium.

"Itu dia belut nya...."

"Bismilahirohmanirrohim...."

Ucap pardi, lalu ia mulai memasukan tangan nya ke dalam akuarium.

Belut putih tersebut dengan mudah di ambil oleh pardi tanda perlawanan sedikit pun kemudian di masukan ke dalam kantong plastik yang di sediakan oleh supri.

"Nih kamu pegang belut nya Pri, ayo kamu ikut aku ke rumah sekarang...."

Kata pardi sambil memberikan kantomg plastik berisi belut putih tersebut.

Supri masih tampak bingung dengan ajakan Pardi untuk ikut ke rumah nya.

Dengan ragu dia memegang lantong plastik ysng di sodor kan pardi kepada nya.

"Ikut kerumah......"

"Aku nggak mau ah kang,

"Aku takut...."

Kata supri kepada pardi.

"Heh pri, kamu tadi kan sudah ri bawa masuk ke alam lain (oleh bapak bapak misterius berpakaian serba hitam)"

"Kata mertua ku, tubuh mu masih terdapat aura negatif yang kamu bawa dari tempat kita memancing tadi."

"Apa kamu mau terus di ganggu dan besok besok terjadi sesuatu?"

Kang pardi menjelaskan secara seksama perihal apa yang sudah di alami oleh supri.

Supri tampak terdiam seolah mengingat kejadian mengerikan yang menimpa diri nya ketika mancing siang tadi.

"Iya kang, aku ikut deh kalau gitu."

"Terus gimana selanjut nya?"

Tanya pardi seperti orang kebingungan kepada pardi.

"Pokok nya sekarang ayo kamu ikut ke rumah dulu, keselamatan anak ku sedang genting ini pri."

"Nanti biar kamu sekalian di netralisir sama bapak mertua ku."

Ucap pardi yang mulai gelisah dan tergesa gesa untuk segera pulang, dia memutar posisi motor nya dengan terburu buru.

"Tunggu sebentar kang...."

Sergah Supri kepada kang pardi yang sudah mau ngacir meninggalkan nya lantaran memikirkan keselamatan anak laki laki nya.

Supri masuk ke dalam rumah setengah berlari,

"Buk, aku mau ke rumah kang pardi dulu."

"Tutup pintu nya, jangan lupa di kunci...."

Ucap supri kepada istri nya, dia keluar rumah memakai sandal japit dengan sarung yang ia kalungkan di leher lalu naik ke atas motor kang pardi.

"Kamu kan bisa nyusul sendiri ke rumah pri...."

Kata kang pardi sambil mengengkol motor nya.

"Nggak ah kang, kalau sama kamu kan aku jadi nggak sendirian."

"Sekarang kan sudah mulai larut malam, jalanan sepi..."

"Hiiii takut aku...."

Ucap nya sambil bergidik.

"Takut sihhh takut...."

"Nggak pake peluk peluk perut ku juga kali pri."

Kata pardi sambil menyikut mesra ke arah belakang, tepat mengenai tepi perut supri.

"Iya iya kang ...."

"Ayo lekas berangkat."

Ucap supri sambil bergeser sedikit ke belakang menjaga jarak dengan punggung kang pardi yang semula terlalu mepet.

"Lah itu belut putih nggak kamu bawa sekalian pri...."

Kata kang pardi dengan nada kesal sembari menunjuk ke arah kantong plastik berisi air dan belut putih di dalam nya yang masih tergeletak di atas meja yang berada di teras rumah supri.

"Ya Allah gusti...."

"Maaf kang, sampai lupa aku."

Kata supri sambil menepok jidat nya sendiri.

Supri turun dari motor kang pardi kemudian berjalan ke arah meja dan menyahut plastik di atas nya.

"Permisi ya belut, aku nggak bermaksud menyakiti mu."

Gumam nya sambil melihat ke arah plastik yang ia pegang dengan sedikit menjauhkan nya.

"Ayo kang, tancap gas nya...."

Kata supri ketika sudah berada di belakang kang pardi.

"Awas pri, pegang dengan benar belut nya. Aku takut kalau tergoncang di jalan anak ku di ru.ah juga ikut merasakan nya."

Kata kang pardi yang sudah menarik gas motor nya dan melaju menuju ke rumah bersama supri.

"Iya kang, aku pegangin plastik nya dengan hati hati kok."

Pelan pelan saja kalau gitu pake motor nya."

Sahut supri yang benar benar memegang plastik berisi belut putih tersebut dengan kedua tangan nya di belakang pardi.

Jarak antara rumah supri dan rumah pardi hanya beda satu gang saja.

Suasana yang sudah mendekati waktu pertengahan malam di kampung mereka benar benar sunyi, kabut tipis mulai terlihat melalui jarak pandang yang tak terlalu jauh di hadapan mereka di barengi dengan hawa dingin yang perlahan menggerayangi tubuh mereka berdua 

"Bbbrrrrrrrrrr....."

"Malam ini hawa nya dingin banget pri, nggak seperti biasanya ya...."

Ucap pardi kepada supri sambil mengusap usap tangan kanan nya yang menggenggam kemudi motor mengunakan tangan kiri nya sendiri.

"Karena itu aku tadi ambil sarung dulu buat menyelimuti leher kang, biar anget. Hehehehe"

Kata supri sambil cengengesan.

"Kenapa kamu nggak sekalian bawa bantal san guling pri, nanggung kan cuma bawa sarung."

Celetuk kang pardi kepada nya.

"Emang mau nginep apa kang, pake bawa bantal guling segala."

Sahut nya.

"Ya siapa tau kamu nanti malas pulang jalan kaki pri, apa lagi sudah jam segini."

Ucap kang pardi.

"Pulang jalan kaki????"

Supri menelaah ucapan kang pardi barusan.

"Tega kamu kang menyuruh ku pulang sendirian nanti, jalan kaki lagi."

Ucap supri yang menanggapi secara serius perkataan kang pardi.

"Aku guyon pri, biar nggak tegang."

"Lagian siapa suruh tadi boceng aku."

Kata pardi.

Supri menghela napas panjang, dia lega karena kang pardi hanya bercanda.

"Kang......"

"Itu kan Bapak bapak yang tadi ku temui ketika mancing."

"Kok dia ada di depan rumah mu?"

Ucap pardi sambil terheran tarkala mendapati sosok bapak bapak berpakaian serba hitam dan memakai caping yang sedang berdiri di depan rumah kang pardi.

"Bapak bapak yang mana pri, aku nggak lihat apa apa kok...."

"Ngawur kamu."

Sergah kang pardi kepada supri lantaran dia tak melihat apa apa di hadapan mata nya.

Supri mengucek mata sambil menenteng kantong plastik di tangan yang satu nya untuk memastikan keberadaan bapak bapak tersebut untuk ysng kedua kali nya.

"Lah, kok nggak ada...."

"Pergi kemana bapak bapak tadi kang?"

Kata supri yang masih tak percaya dengan apa yang ia lihat barusan.

"Ngawur kamu ini, sudah ayo cepat masuk."

"Sudah di tunggu sama bapak mertua ku di dalam."

"Ajak pardi kepada supri.

Pintu depan belum di kunci oleh sri, supaya pardi bisa langsung masuk setelah sampai di rumah.

"Pak...."

"Ini belut putih nya sudah aku bawa."

Teriak pardi saat masuk ke dalam rumah sambil menyahut kantong plastik yang di pegang oleh Supri dan menunjuk kan nya kepada sang mertua.

Mbah Darmo, mertua pardi sedang duduk di ruang tamu rumah nya bersama Sri yang menggendong Jinan kecil sambil sesekali menyeka lendir yang terus saja keluar dari kedua lubang hidung anak nya.

"Ya Allah...."

"Anak mu kenapa kang, kok bisa sampai seperti ini?"

Ucap pardi yang terkejut saat melihat anak laki laki kang pardi,

"Nanti saja kalau mau tanya mas supri,"

"Berikan pada ku Di...."

Pinta mbah darmo kepada kang pardi.

Beliau melihat sebentar belut putih yang ada di dalam kantong plastik tersebut.

Bibir nya komat kamit ntah membaca apa,

"Di, lekas kau ambil belut tersebut..."

Suruh mbah darmo kepada menantu nya.

"Baik pak...."

Jawab pardi,

Dia lalu mengambil belut putih yang ada di dalam plasti dan mengeluarkan nya.

"Nduk, rebahkan kenang di atas pangkuan ku..."

Ucap mbah darmo kepada Sri.

"Iya pak...."

Sahut sri, dia lalu merebahkan anak nya di pangkuan.

"Di, sekarang kamu sabet kan ekor belut itu di kedua kaki anak mu."

Perintah mbak darmo kepada menantu nya.

"Nggih pak...."

Kata pardi.

"Jangan lupa ucap bismilah dulu."

Mbah darmo mengingatkan menantu nya.

"Bismilahirohmanirohim...."

Pardi menyabetkan ekor belut putih yang ia pegang ke kaki anak nya.

"Oeeeeekkkkkk......."

Pekik tangis jinan kecil langsung memecah ketegangan di ruang tamu.

Bayi pardibysng semula hanya terdiam dengan mata terbuka tanpa ada pupil berwarna hitam kini sudah berangsur kembali seperti semula.

Lendir di hidung nya juga secara tiba tiba berhenti keluar.

Pardi, sri dan supri sampai terbengong melihat kejadian tersebut.

"Alhamdulillah....."

"Sehat terus ya cucu mbah....."

Ucap mbah darmo dengan penuh rasa syukur karena cucu nya sudah kembali seperti semula.

"Alhamdulillah....."

Di ikuti mereka bertiga.

"Terus belut putih ini mau di kemana kan pak?"

Tanya Pardi kepada mertuanya sambil megang belut di tangan.

"Kamu kembalikan belut itu ke tempat asal nya Di...."

Ucap mbah darmo kepada pardi.

"Kapan pak?"

Tanya pardi.

"Malam ini juga Le....."

Sahut mbah darmo kepada pardi.

"Haaahhhh????"

"Kenapa nggak besok saja pak?"

Tanya pardi kepada mbah darmo.

"Harus malam ini juga, karena itu permintaan dari penguasa daerah situ."

Kata mbah darmo.

"Penguasa???"

Siapa penguasa nya mbah?"

Tanya supri kepada mbah darmo.

Sosok laki laki uang memakai pakaian serba hitam dengan caping.

"Lho......"

"Itu kan sosok yang sudah membawaku sampai ke tengah sawah ketika memancing siang tadi mbah."

Kata supri yang masih sangat segar di ingatan nya mengenai sosok tersebut.

"Benar mas supri,"

"Apa sekarang pundak sebelah kiri mu terasa berat?"

Tanya mbah darmo kepada supri.

"Iya mbah, sejak pulang memancing tadi. Ntah kenapa pundak ku terasa berat...."

"Memang nya kenapa mbah?"

Tanya supri.

Mbah darmo tersenyum.....

"Sosok laki laki tersebut sekarang ada di pundak mu mas."

Celetuk mbah darmo kepada supri.

"Weee hladalahhhh...."

Supri sontak saja kaget dan keatakutan sambil melihat ke arah kanan dan kiri belakang.

"Terus gimana ini mbah?"

Tanya supri lagi.

"Makan nya aku saran kan malam ini juga kalian segera mengembalikan belut itu ke asal nya, sekalian mengantarkan pulang bapak bapak tersebut yang menempeli pundak mu."

Kata mbah darmo.

"Bagaimana ini kang?"

Tanya supri kepada pardi.

Mereka berdua saling menatap satu sama lain, antara bingung dan ketakutan.

Mengingat medan jalan untuk menuju ke punden tersebut sangat lah gelap tanpa ada pencahayaan karena letak nya memang berada di tepi desa dan jauh dari pemukiman warga.

Belut lagi kontur jalan nya yang sudah tidak rata dan banyak lubang.

"Bapak ikut kan?"

Tanya pardi kepada mertua nya.

"Iya Di, aku ikut."

"Tenang saja...."

Ucap mbah darmo.

"Kan aku nggak bawa motor Kang."

Kata supri.

"Kita bonceng tiga aja pri sama bapak."

Ucap pardi.

"Ya sudah jalau gitu, ayo kita berangkat sekarang."

Kata mbah darmo.

Setelah berpamitan kepada Sri, mbah darmo, pardi dan supri langsung bergegas menuju ke punden di mana mereka berdua mancing.

Dengan perlahan motor pardi melaju membelah area persawahan, mbah darmo berada di tengah tengah di apit oleh pardi dan supri.

"Itu kang, pohon waru tempat parkir motor ku tadi."

Ucap supri sambil menunjuk ke sebuah batang pohon waru ysng tersorot oleh lampu motor pardi.

Mereka berhenti persis di bawah nya

"Di, cepat lepaskan belut putih nya, lepaskan di tempat dimana kamu menangkap nya tadi."

Ucap mbah darmo dengan lirih, karena malam itu di sana gelap dan dingin.

Pardi cepat cepat menuju ke arah tepi sawah dan melepaskan nya kembali.

"Sudah pak, belut nya aku lepasin di sana."

Kata pardi.

"Sekarang giliran mu mas supri, duduk di sini dengan posisi bersila."

Ucap mbah darmo,

Supri pun menuruti nya.

Dia bersila di atas tanah,bah darmo sedang membaca baca. Sejurus kemudian beliau mengusap pundak supri dengah sebuah hentakan napas, seperti menghempaskan sesuatu.

"Bagaimana mas supri, apa pundak mu masih terasa berat?"

Tanya mbah darmo.

"Alhamdulillah...."

"Pundak ku sudah twrasa enteng mbah, makasih."

Ucap supri sambil memegang pundak nya yang sudah tak terasa sakit.

"Dia sudah kembali ke asal nya, begitu juga dengan belut berwarna putih tersebut."

Kata mbah darmo.

"Lantas kakek kakek berpakaian putih yang ku temui itu siapa Mbah?

Tanya supri

"Kalau itu....."

Mbah darmo tidak menjelaskan secara detai melalui lisan, beliau hanya menunjuk kan gestur dengan cara melirik ke arah bangunan punder yeng terletsk di sebelah kanan mereka,

Pardi dan supri sudah mengerti maksud nya.

"Makan nya kalau mancing itu jangan sampai lupa waktu, sudah masuk dzuhur apa lagi hari jumat kok masih asik memancing sampai nggak menunaikan sholat jumat."

"Sampai di ingatkan kok nggak sadar kalian ini."

Ucap mbah darmo kepada mereka berdua,

Pardi dan supri merasa malu mendengar ucapan mbah darmo, mereka malu karena sudah tidak menuanaikan sholat jumat.

"Ayo pulang...."

"Ini sudah larut malam....."

Ajak mbah darmo kepada mereka berdua.

Bersambung-
Araka
aan1984
belajararif
belajararif dan 17 lainnya memberi reputasi
18
Tutup