fee.fukushiAvatar border
TS
fee.fukushi
Cinta dan mimpi, mana yang harus kuraih?





Perth, April 2014

Rani duduk di sebuah bangku panjang di taman di puncak bukit. Pemandangan kota Perth dengan gemerlap lampu dari gedung dan kendaraan membentang indah di hadapannya. Entah sudah berapa lama Rani di sana.

Hari ini adalah hari terakhirnya menikmati udara bersih kota yang menjadi tempat tinggalnya dua tahun terakhir. Besok Rani akan naik penerbangan pertama untuk pulang ke Jakarta. Hidup di perantauan membuat Rani tangguh dan memiliki keluarga baru. Rani percaya, persahabatan yang terjalin di antara mereka tak akan lekang di makan waktu.

Ddrrrtt…ddrrtt…. HP Rani bergetar.

“Halo.”

“Di mana kamu Ran? Kok jam segini belum balik.”

“Masih di Kings Park aku Jeng. Bentar lagi pulang kok.”

“Udah jam berapa ini? Last bus bukannya udah lewat 17 menit yang lalu? Gimana kamu mau pulangnya?”

“Gampanglah nanti. Aku jalan kaki aja.”

“Gila kamu! Udah gelap banget ini. Aku minta Riedo jemput ya! Di Kings Park sebelah mananya kamu?”

“Ga usah Jeng. Gapapa aku pulang sendiri aja. Thanks!”

Ajeng adalah teman satu kontrakan sekaligus satu kampus di University of Western Australia (UWA) tempat mereka kuliah. Mahasiswa Indonesia di sini memang tinggal di satu daerah yang sama di dekat kampus.

Jalan kaki dari Kings Park menuju kontrakan memakan waktu satu jam. Itu pun harus melewati jalan setapak menuruni bukit yang gelap dan sepi. Wajar saja jika Ajeng khawatir. Telpon tadi menyadarkan Rani bahwa dia harus segera pulang.

Memang Rani tak takut gelap, keamanan juga bukan menjadi isu di sini. Satu hal yang dia khawatirkan adalah ular. Seketika Rani ingat bahwa sepertiga populasi ular di dunia ada di Australia. Rani pun bangkit, merapatkan jaketnya, lalu menyalakan senter dari HP. Sambil melangkah, dia bersenandung lirih.

Sebenarnya tujuan Rani datang ke Kings Park tadi adalah untuk menghibur diri dan memantapkan hati. Rani harus dapat melupakan Riedo, lelaki yang berhasil mencuri hatinya.

Jalan setapak berbatu itu benar-benar gelap dan sepi. Hanya suara serangga malam saja yang samar-samar terdengar.

“Rani?” Riedo muncul dari belokan, setengah berlari menghampirinya.

“Kenapa kamu ke sini Do? Kamu lari dari bawah?”

“Iya.  Hh.. hh.. hh… syukurlah kamu gapapa Ran. Yuk pulang.” Riedo masih berusaha mengatur napasnya.

Rani tak menjawab ajakan itu, dadanya kembali sesak, kedua matanya mulai panas oleh air mata. Sikap Riedo yang seperti inilah yang membuat Rani semakin sulit.

“Ran… ayo!” Riedo menepuk lembut pundak Rani.

“Do… please!” Rani menepis tangan Riedo, air matanya mulai mengalir membasahi pipi.

“Kamu kenapa Ran?”

“Kenapa? Masih kamu tanya juga aku kenapa?”

“Bukan… maksudku...”

“Kenapa kamu masih baik begini sama aku Do? Akan lebih sulit bagiku jika kamu terus seperti ini.” suara Rani mulai hilang tertelan isak tangis.

“Lalu aku harus gimana Ran? Bukannya kita udah sepakat? Kita memang ga bisa lanjut kan?”

“Gampang banget ya kamu bilang gitu? Memang kita udah sepakat. Tapi… tapi…” Rani tak sanggup melanjutkan kalimatnya.

Riedo seketika merengkuh kepala Rani lalu meletakkannya ke dada.

“Ini juga ga mudah buat aku Ran. Kamu pikir aku bisa melupakan kamu? Enggak Ran, ga akan. Kamu pikir aku bisa gampang melanjutkan hidup tanpamu? Enggak Ran.” Riedo mengeratkan pelukannya.

“Aku… aku sayang baget sama kamu Do.”

“Aku juga sayang banget sama kamu Rani. Tapi kamu kan tahu, aku terikat kontrak. Jika aku batal jadi dosen, pinaltinya sangat besar. Aku ga sanggup. Sedangkan kamu juga punya mimpimu sendiri, ga mungkin aku ngajak kamu untuk pindah ke Makasar.”

“Apa ga ada jalan lain Do? Apa ga ada jalan lain untuk kita?”

Riedo melepaskan pelukannya. Kedua tangannya mencengkeram lembut bahu Rani, kedua mata mereka bertemu. Untuk beberapa saat mereka terdiam, udara malam yang semakin dingin pun tak dihiraukan.

“Rani… apa yang akan terjadi nanti kita ga pernah tahu. Mungkin saat ini kita belum berjodoh, tapi siapa tau di masa depan?”

Rani mengangguk, lalu mengusap air mata yang mulai mengering.

“Maaf ya Ran… Maaf aku ga bisa perjuangin kamu. Sebagai laki-laki harusnya aku berjuang lebih keras lagi. Harusnya aku…”

“Cukup Do! Jangan kamu salahkan diri kamu lagi. Aku juga salah, aku juga egois. Maaf.”

Rani yang cerdas dan enerjik mempunyai mimpi yang tinggi. Rani ingin berkarir di perusahaan asing dan keliling dunia, cita-cita yang sangat bertolak belakang dengan Riedo. Biarpun berasal dari keluarga terpandang, Rani adalah pribadi rendah hati dan mau berteman dengan siapa saja.

Sebaliknya, Riedo yang berasal dari keluarga kurang mampu adalah pemuda santun, hangat, dan penyayang. Kegigihan Riedo untuk menempuh pendidikan tinggi tanpa membebani orang tuanya membuat Rani kagum. Riedo berkuliah di UWA melalui jalur beasiswa yang juga membuatnya terikat kontrak. Menjadi dosen dan mengabdikan diri di dunia pendidikan di tanah air memang menjadi cita-cita Riedo sejak dulu.

Sadar dengan situasinya, awalnya Riedo tak berani menerima perasaan Rani. Ketulusan dan kegigihan Ranilah yang akhirnya membuat Riedo luluh. Rani yang memang cantik dan menarik beberapa kali menerima perhatian dari lawan jenis. Namun hatinya hanya tertambat kepada seorang Riedo.

Satu setengah tahun sudah keduanya merajut kasih. Satu setengah tahun bukanlah waktu yang singkat. Satu setengah tahun cukup membuat keduanya tergantung satu sama lain. Satu setengah tahun yang membuat mereka sejenak lupa akan mimpi besar masing-masing.

Kini waktu untuk mengejar mimpi itu telah tiba. Rani dan Riedo tak dapat mengabaikannya lagi, perpisahan harus mereka hadapi.




Jakarta, September 2019

Pesawat yang membawa Rani dari Heathrow baru saja mendarat di Soekarno-Hatta. Rani kini adalah seorang manager di perusahaan asing berbasis di Inggris. Karirnya sangat cemerlang hingga mengharuskannya untuk pindah dan tinggal sebuah kota kecil tak jauh dari London.

Dalam setahun, paling tidak Rani menyempatkan pulang ke Jakarta satu atau dua kali. Jika tidak, keluarganya yang datang mengunjunginya ke Inggris. Kepulangannya kali ini lebih spesial karena sekalian ada agenda reuni dengan teman-temannya di UWA.

Selama ini Rani masih menjaga komunikasi dengan teman-temannya itu, namun tidak dengan Riedo. Walau telah berpisah sekian tahun, perasaan Rani ke Riedo masih kuat. Rani sadar ini konyol, tak ada alasan untuk terus mengharapkannya. Tapi memang tidak semudah itu menghapus Riedo dari hatinya.

Masih dengan membawa bagasi cabin, Rani tiba di sebuah restoran di salah satu mall besar di Jakarta. Begitu masuk, pandangannya langsung tertuju pada meja di sudut. Teman-temannya yang datang lebih dulu sedang riuh mengobrol dan tertawa, Rani langsung menghampirinya.

“Darling! Kangen banget gua sama lo!” Putri langsung menghambur memeluk Rani.

“Duh Ran… ga berubah sama sekali kamu ya, tetep cantik.” Ajeng kini yang menyapa sambil cipika cipiki.

Rani melanjutkan menyalami satu per satu temannya lalu duduk. Ajeng memberikannya buku menu dan mempersilahkannya memesan.

“Berarti tinggal satu lagi ya ini yang kita tunggu.” celetuk Bobi yang langsung disambut oleh yang lain.

“Emang siapa lagi yang mau datang Jeng?” bisik Rani.

“Riedo kabarnya mau dateng Ran. Katanya dia lagi ada seminar di Jakarta, jadi ya sekalian.”

“Hah?” tentu saja Rani kaget.

Mengetahui Riedo akan datang, detak jantung Rani bergemuruh kencang. Sama sekali Rani tidak mengharapkan hal ini, selama ini Riedo tidak pernah datang ke acara reuni.

“Kamu gapapa kan?” Ajeng tampak khawatir.

“I… iya gapapa.”

Walaupun sulit, Rani semakin mantap untuk benar-benar move ondari Riedo. Bahkan belum lama ini, Rani mulai berani membuka diri untuk seseorang yang lain. Apa jadinya jika Rani bertemu kembali dengan Riedo?

Masa-masa indah mereka di Western Australia seketika berkelebat di benak Rani. Saat mereka road trip ke Pinnacles, saat sandboarding di Lancelin, saat bermain kayak di menyeberangi perairan Shoalwater menuju Pinguin Island, saat berebut french fries dengan seagull di Fremantle Deck, dan masih banyak lainnya. Belum lagi kenangan buruk namun tak terlupakan, seperti saat Riedo tergolek lemas karena keracunan susu basi, atau saat Riedo dengan telatennya merawat Rani saat demam.

Senyum terkembang di bibir Rani saat teringat akan kenangan-kenangan itu.

"Assalamu’alaikum! ‘Sup guys?” tiba-tiba terdengar sapaan dari suara yang begitu familiar.

“Wa’alaikum salam…” mereka serempak menjawab.

“Wuooogghhh! Pak dosen! Ga nyangka gue ada dosen gaul kaya elo gini Do!” Bobi berdiri lalu meninju pelan dada Riedo.

“Ha ha ha… biasa aja Bob. Sumpah kangen banget gue sama kalian!” sambut Riedo sambil tertawa renyah.

“Disangka kami enggak apa? Elo itu yang raib ditelan bumi. Aktifin lah sosmed lo tuh!”  

Ini adalah kali pertama mereka semua bertemu Riedo setelah kepulangannya ke Makasar. Satu per satu mereka berdiri untuk menyalami Riedo, tapi tidak dengan Rani.

Rani masih duduk mematung, pandangannya tak lepas dari lelaki yang masih tak dapat disingkirkan dari hatinya itu. Dengan jambang tipis kini menghiasi wajahnya, Riedo terlihat semakin dewasa. Keramahan dan kehangatannya saat menyapa semua orang masih sama. Cara bicara dan gerak-geriknya juga tidak berubah.

Apakah ini takdir? Apakah ini awal dari kisah baru kami? Rani berkata dalam hati.

“Apa kabar Ran?” sapaan lembut Riedo mengejutkan Rani, menyadarkannya dari lamunan.

“Ba… baik. Kamu sendiri gimana Do?” walau berusaha bersikap biasa, tetap saja Rani gelagapan.

“Syukurlah. Aku baik juga.”

Mereka berjabat tangan, lalu Riedo duduk di kursi kosong di sebelah Rani karena memang hanya itu kursi yang tersisa. Dapat dibayangkan betapa kikuknya Rani.

Acara pun akhirnya dibuka, diawali dengan doa dan sambutan Bobi sebagai ketua. Setelah itu dilanjutkan dengan cerita kabar masing-masing. Teman-teman Rani tampak sangat antusias mendengar cerita Riedo yang memang sudah menghilang cukup lama. Walau tak berani memulai, Rani pun sebenarnya sangat penasaran.

Dan tentunya ada satu pertanyaan besar yang membuat Rani tak jenak sedari tadi, apakah Riedo sudah menikah. Diam-diam Rani memperhatikan jari Riedo yang diletakkannya di atas meja. Rani dapat bernapas lega mengetahui tak ada satu cincin pun tersemat di sana. Berarti masih ada harapan untuknya.

Di tengah serunya percakapan, HP Riedo berbunyi. Riedo meraihnya dari saku, mengecek siapa yang memanggil, lalu memohon ijin untuk mengangkatnya. Sekilas Rani melihat wallpaper dari layar HPnya, terlihat foto seorang anak perempuan dan wanita cantik berhijab.

Batin Rani seketika menangis, Riedo sudah berkeluarga. Harapan yang sempat terpupuk kini sirna kembali. Rani terluka untuk yang kedua kali. 




>end<


*sumber gambar diambil dari sini dan sini

Diubah oleh fee.fukushi 02-05-2020 23:55
nona212
annlaska
pavidean
pavidean dan 35 lainnya memberi reputasi
36
1.3K
17
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
annlaskaAvatar border
annlaska
#10
Salam kenal kak 🤝
Kakak teman kolabnya kak andra ya? 😅
pavidean
pavidean memberi reputasi
1
Tutup