rendyprasetyyoAvatar border
TS
rendyprasetyyo
Viral Wanita Gangguan Jiwa Melahirkan di Pinggir Jalan, Netizen: Bapaknya Siapa?




TENANG, CERITA KITA, APAPUN UJUNGNYA, AKAN DIKENANG SELAMANYA.


BEBERAPA WAKTU LALU GUE SEMPET LIAT BERITA YANG BILANG KALAU ADA PEREMPUAN GANGGUAN JIWA YANG HAMIL DAN MELAHIRKAN DI PINGGIR JALAN.

Banyak hal janggal yang terkandung dikalimat gue diatas. Pertama, ada perempuan gangguan jiwa yang HAMIL, iya, HAMIL dan hamilnya ini gak tau kenapa bisa terjadi.Kedua, perempuan gangguan jiwa yang HAMIL tersebut MELAHIRKAN di PINGGIR JALAN. Biar kalian gak bingung gue kasih beritanya dulu deh.


Ilustrasi oleh: @kruingputih3
Ini bukan gue


Quote:


Sekarang percaya? jujur sih gue masih gak paham. Perempuan hamil dan melahirkan wajar memang, tapi perempuan gangguan jiwa, hamil, dan melahirkan di pinggir jalan seumur hidup baru sekarang gue denger beritanya. Wajar kalau kemisteriusan ini menimbulkan banyak asumsi di masyarakat yang mengetahui kejadian ini. Opini-opini negatif sudah pasti berhembus tentang siapa identitas sang ayah? gimana cara perempuan tersebut mempertahankan kehamilan selama 9 bulan dengan kondisi gangguan jiwa? dan bagaimana nasib sang anak nanti? siapa yang bakal merawatnya sementara si ibu mungkin merawat diri sendiripun butuh bantuan orang lain?

Sekarang gue bakal ngasih beberapa pandangan dari gue, sebatas pemahaman gue dari membaca beberapa sumber berita yang menuliskan tentang kejadian ini di internet.

1. Siapa identitas sang ayah?

Ini pertanyaan sulit, seorang wanita dengan gangguan jiwa harusnya gak punya keinginan untuk memiliki keturunan karena di otak mereka terjadi reaksi-reaksi tidak normal yang menyebabkan pikiran mereka juga bekerja secara tidak normal. Sering kali kita liat orang-orang dengan gangguan jiwa berjalan diantara keramaian dengan keadaan tanpa busana, tertawa-tawa seperti mengalami halusinasi, mengorek-ngorek tong sampah untuk sekedar mencari makan. Dengan kerja otak yang gak normal seperti ini, mungkin kah mereka tiba-tiba punya keinginan untuk berhubungan seks dengan lawan jenis sampai akhirnya hamil dan melahirkan?

Jawabannya mungkin aja, tapi jarang, jarang banget terjadi. Satu-satunya kemungkinan lain yang bisa terjadi adalah seseorang dengan sengaja menghamili wanita berumur 40 tahun tersebut karena merasa memiliki kesempatan melakukan hal tidak senonoh pada korban yang memiliki kemampuan berpikir terbatas. Pelakunya ini bisa siapa aja dan kecil kemungkinan diketahui karena mungkin korban sudah tidak mengingat siapa yang sebenarnya menghamilinya. keterperosokan moral? banget.

Note: Schizoprenia ini progressnya menahun gays. Jadi kalau gangguan jiwa terjadi karena depresi dihamili itu gak mungkin terjadi karena depresi gak punya gejala halusinasi. Depresi sendiri adalah perasaan cemas, kehilangan semaangat hidup, yang terjadi lebih dari 2 minggu.

2. Gimana cara sang wanita mempertahankan kehamilan dengan kondisi gangguan jiwa selama 9 bulan?

Kita semua tahu kalau Ibu hamil itu perlu perawatan ekstra karena membutuhkan asupan makanan atau zat gizi lain lebih banyak dari pada wanita normal. Wanita hamil harus bisa me-maintain kondisi kesehatannya agar selalu tetap fit supaya bayi yang ada didalam kandungan tetap bisa tumbuh dan berkembang secara optimal. Wanita hamil yang normal aja butuh keberadaan pasangannya disaat-saat seperti ini, lah terus gimana caranya wanita dengan pikiran gak normal bisa mempertahankan kehamilan selama 9 bulan dan setelahnya berhasil melahirkan bayi laki-laki dengan kondisi sehat?

Diluar nalar sih iya, tapi sebenernya kalau ditelaah lebih dalam jawabannya udah ada sih. secara alamiah, gak peduli otak berkerja dengan normal atau tidak, insting-insting bertahan hidup itu selalu dimiliki oleh makhluk hidup supaya bisa survive di alam. Jangankan manusia cuy, hewan aja punya insting kayak gini yang bisa dipakai kapanpun untuk mempertahankan kehidupan mereka. Insting bertahan hidup ini juga lah yang menyelamatkan sang wanita dan bayi yang ada dikandungan selama 9 bulan terakhir. mungkin insting ini membuat sang wanita terus mencari asupan gizi sehingga gizi yang didapat perharinya memenuhi standar minimal asupan gizi untuk wanita hamil.

3. Bagaimana nasib sang anak nanti?

Ini pertanyaan dalem banget. untuk mereka yang tinggal dengan kedua orang tua dalam keadaan sehat, berkecukupan, dan punya kehidupan normal mungkin gak bakal ngerasain gimana rasanya jadi sang anak ketika dewasa nanti dia mengetahui kalau identitas ayahnya tidak diketahui dan sang ibu mengidap gangguan jiwa saat melahirkannya. Sang anak udah jelas bakal melewati fase-fase hidup yang penuh tekanan dan bukan gak mungkin bisa mengalami depresi (akibat bawaan dari sang ibu walaupun secara genetis tidak diturunkan) dan mengalami hal yang sama dengan yang ibunya alami.

untuk sekedar tumbuh dan berkembang aja jelas gak cukup. sang anak tetap harus diberi keyakinan kalau dia lahir dari keluarga yang baik yang punya ayah dan ibu layaknya anak-anak normal. Sang anak jelas berhak mendapat kehidupan normal walaupun tanpa ayah dan ibu yang layak. Terdengar klise, tapi siapapun yang menganggap hal ini sepele jelas gak punya toleransi terhadap kemanusiaan dan terlalu egois untuk memahami penderitaan-penderitaan orang sekitar.

Kejadian ini jadi bukti kalau masih ada aja beberapa manusia diluar sana yang otaknya gak dipake sama sekali. Menurut hemat gue sih, pelakunya gak jauh dari orang yang punya latar pendidikan rendah yang buat menahan hawa nafsu aja otaknya gak kuat buat menalar gimana caranya. Kejadian ini wajar terjadi? Jelas enggak,lah.

Pesan gue nih ya, buat kalian cowok yang lagi nafsu-an tapi sadar punya otak cuma setengah, begitu nafsu dateng coba langsung lari ke mesjid dehambil wudhu atau ngaji atau apa kek. Hal kayak gitu seenggaknya melindungi kalian dari hal-hal gak manusiawi dimasa depan, bukan malah ngeliat orang gila terus di-embat juga. mungkin gak ada yang tahu perbuatan lo, tapi kalau udah kejadian kayak gini kan gimana nasib anak lo nanti? apa yang diharus dijelaskan ketika anak lo bertanya siapa ayah dan ibunya sebenernya? Mau dihukum pake cara apa lo di neraka nanti kalau kelakuan bejat lo aja diatas kelakuan bejat yang ada? Kasian malaikat bingung dan ujung-ujungnya lo bakal ditaro di neraka selamanya, mau?

Sekian opini gue.
Gue pamit, bye.

Quote:


Quote:


Quote:



Cerita Kita Untuk Selamanya versi FULL SERIES :







Diubah oleh rendyprasetyyo 26-06-2020 03:30
bayutriadmojo
nona212
tien212700
tien212700 dan 53 lainnya memberi reputasi
54
20.9K
311
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
adityafauziazAvatar border
adityafauziaz
#146
TS bikin thread bagus bener dah emoticon-Hot News bikin penasaran yee kan ODGJ itu apa? Ane berharap semoga dari rasa penasaran bisa jadi pemahaman dan berkembang menjadi keperdulian terhadap kemanusiaan tentunya. Ane mau coba sharing hasil pemikiran ane semenjak duduk di bangku SMA dulu, ane sedikit konsen dengan dua hal yang pertama kesejahteraan sosial, yang kedua kemampuan beradaptasi otak (ane tertarik mempelajari apa yang selalu dipikirkan orang jenius, pengidap syndrome atau penyandang ODGJ). Masuk kuliah konsen ane mulai lebih terfokuskan hanya pada Hak Asasi ODGJ. (Btw ini awalnya hanya dalam bentuk olah pikir pribadi, belakangan kemudian mulai berkembang ke Social Campign).

Ane bukan Dr ataupun psikolog. Sumber dari konsumsi nutrisi harian ane, bersumber juga dari olah pikir dan analisa fenomena sosial.

Kompleks banget ya kalo kita coba ngomongin ODGJ, ane coba uraikan kompleksitas nya perpoint dan semoga straight to the point.

1. Kedudukan penyandang ODGJ

Mulai dari dipasung atau ditelantarkan? (dua-duanya berkategori Membinatangkan Manusia). Kemudian tanggung jawab siapa negara atau keluarga? Karena ada satu sisi di mana keluarga secara finansial tidak mampu "merawat" ODGJ secara layak bahkan sampai dipasung/dikandangi di dalam kandang besi dari situ dimulai lah peran tanggung jawab negara melalui Dinsos berkordinasi dengan Dinkes, dengan dasar pelaksanaan nya ada pada UU tentang Kesehatan Jiwa.

Tapi, bukan berarti dengan "membebankan" perawatan ODGJ kepada Negara, tanggung jawab kita sebagai masyarakat terhadap mereka Penyandang ODGJ gugur se-begitu saja. Karena yang dirawat Negara adalah ODGJ yang "didominasi" masih memiliki keluarga, hanya saja keluarga tidak mampu merawat. Berbeda dengan panti sosial atau rumah sakit jiwa berstatus swasta ( di mana keluarga mempunyai kemampuan untuk membayar perawatan lebih tapi tidak dapat melakukan perawatan secara mandiri). Lalu di mana letak "Ketidakguguran" tanggung jawab kita terhadap mereka??? Yaitu pada ODGJ yang ditelantarkan, contohnya pada kasus yang ada di thread TS ini (btw congratssss buat TSnya emoticon-Hot News). Kita bisa berupaya lebih salah satu nya dengan cara menyingkirkan stigma sosial terhadap penyandang ODGJ, dengan ikut nyemplung di thread ini setidaknya dapat berbagi wawasan dan menambah pemahaman terhadap doi doi penyandang ODGJ (Social Campaign). Atau bisa mungkin ikut aktif mendata/melaporkan perihal kondisi dan lokasi penyandang ODGJ ke rumah sakit atau puskesmas terdekat, untuk segera diangkuttttt.


2. Hak Asasi Manusia penyandang ODGJ

Kita ga usah pura-pura tutup mata deh, ane, ente dan lau lau pada sama-sama "membinatangkan" mereka... yo mari mulai memanusiakan manusi yang sebenarnya (sedikit story sebagai reminder "ane sedikit aneh dengan tingkah aktivis ham yang menuntut let's said kasus 98, munir, marsinah, samin dss lainnya secara ekstream tapi kalo ngeliat ODGJ mulai rabun matannya berasa melihat ayam dipinggir kali lagi ngorek-ngorek cacing kali yak")

Mereka ini adalah manusia yang sama boleh ane bilang mereka ini salah satu beyond measure umat manusia. Karena jumlah kita yang "Normal" ini dominan maka kita menghardik mereka dengan kata "aneh", padahal sederhananya otak kita yang ga nyampe ke cara berfikir mereka (non-duniawi). (Sedikit aje nge-deep nya nanti kita malah nyangkut di bawah lagi ahaha)

Balik lagi, mereka manusia yang sama yang juga mempunyai hak asasi manusia. Buktikan kepada alam kalo kita ini memang betul-betul normal, maka berikan lah hak asasi kepada mereka yang kita sebut tidak normal ini! Dalam bentuk apa? Tidak menelantarkan mereka itu dahsyat banget impact nya bagi mereka. Negara melalui Dinsos melakukan pengangkutan terhadap ODGJ yang terlantar (seharusnya seperti ini tapi tidak terlalu seperti ini) memang sulit di sini kompleksitas nya dimulai. Dimana ODGJ yang di pinggir jalan itu harus di data dulu (kebayangkan gimana cara mendatanya?) (Misalnya ODGJ ada di kampung A, maka warga kampung A diwawancarai mengenai data ODGJ tersebut oleh Dinsos jika memang ODGJ tersebut merupakan salah satu warga A maka di biarkan dan sebaliknya). Tapi yang terjadi di lapangan adalah ketika pengangkutan ini, ternyata penyandang ODGJ ini adalah merupakan warga B, karena di warga A tidak ada yang mengakui maka diangkutlah ODGJ ini entah kemanaaaaaa... lalu kenapa bisa ODGJ warga B berkeliaran sampe ke kampung warga A? Karena keluarga takut dengan simpang siurnya perawatan terhadap ODGJ di mana keluarga bisa di denda jika memasung ODGJ (dipasung karena suka esmosi) dan juga sebaliknya bisa di denda jika menelantarkan ODGJ jadi masyarakat lebih baik pilih win win solution yakni menelantarkan bahasa halusnya membiarkan bermain di siang hari malemnya ilang. Kenapa ane sebut win win solution, karena ketika ada razia atau pendataan tidak akan diketahui siapa keluarga ODGJ tersebut sehingga keluarga bisa terhindar dari sanksi karena menelantarkan, sebab dipasung resiko terkena sanksi lebih besar terlebih kalo ada laporan dari masyarakat). Pada proses pengangkutan ini pula lah beredar rumor pengoperan PMKS dan ODGJ dari kota A ke kota C, D dan sebaliknya ini lah yang sebenarnya memperburuk proses pemulihan ODGJ. Saya jujur kurang ngerti dengan kalimat "Beban Sosial Negara" sementara lebih dari 50% penyandang ODGJ masih terlantar di pinggir jalan.


3. Tahap Recovery Mental

Ini sub bentuk kompleksitas yang terkahir, sebelum kita ke recovery ada baiknya kita berpenasaran terlebih dahulu mengenai penyebab seseorang bisa mendapatkan status ODGJ.

Jadi mengenai gangguan mental ini banyak bentuknya secara umum dari tingkat rendah (misalnya tanpa sadar mengecek ada kah aplikasi di hp kita yang hilang, padahal sedang ada lawan bicara tapi kita lebih memilih mengabaikan doi dan memilih untuk mengecek hp tiap saat untuk memastikan tidak ada aplikasi yang hilang ditelan android)

Tingkat sedang (stress berkepanjangan karena over thinking terhadap sesuatu hal. Stress ini adalah bentuk eksternal dan bisa menjadi sebuah penyakit internal jika kuantitasnya mengkhawatirkan)

Tingkat menengah awal (ini sudah berbentuk sebagai sebuah penyakit katakan lah skizo, sycho, ayan (split), syndrome, amnesia, bahkan phobia. Ini bisa terjadi karena bawaan lahir atau trauma otak akibat kejahatan fisik maupun kejahatan mental secara terus-menerus dan juga bisa diakibatkan oleh cidera otak biasanya kecelakaan).

Tingkah menengah akhir (penyakit mulai berkembang menjadi level stadium, akal sebagai manusia hilang seutuhnya)

Tingkat terparah (penyakit dapat menyebabkan kematian).

Tingkat-tingkatan ini bertahap step by step mungkin kalo penyebabnya adalah cidera otak tidak ada tahapan rasanya untuk mencapai status ODGJ.

Karena kita mulai sedikit mengetahui tahapan ini, ada baiknya kita mencari tau cara penanganannya pada setiap level nya. Beda level beda juga dong treatment yang diberikan, untuk penanganannya mungkin suhu-suhu yang lain mau berbagi pengetahuan dan pengalamannya juga di mari.

Sedikit aja mungkin kalo ada keluarga, teman atau siapa pun yang kita kenal yang mengalami phase-phase ganngguan mental awal, mari kita support mereka bro. Biasa nya mereka akan curhat dan bersedih keluh kesah dengan apa yang mereka alami, so? Ayo support mereka tanpa menghakimi. Lalu gimana kalo terjadi sama kita? Ada problem keluarga yang intim dan sangat memberi damage pada mental kita, mau ke psikiater harga nya lumayan mau curhat ke temen tapi malu. Tenang bro sis ga perlu malu, manfaatkan ke kepoan mereka untuk melampiaskan segala macam bentuk emosi mu.

Mungkin sedikit yang ane bisa muntahkan di mari, tambahan, jadi proses "gangguan mental" itu bertahap dan tidak akan tambah parah kalo kita tau cara penanganan yang baik dan benar pada setiap tahapannya. Ilmu tentang kesehatan jiwa ini banyak di google atau mau lebih expert nya pelajari dari Psikolog atau dr. spesialist.
rendyprasetyyo
ningdidien
albertlaia
albertlaia dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Tutup