mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Siswa SMA 2 Dogiyai Pawai Bintang Kejora 2 Kali Mangkir dari Panggilan Polisi
Siswa SMA 2 Dogiyai Pawai Bintang Kejora 2 Kali Mangkir dari Panggilan Polisi

Juhra Nasir - detikSulsel
Rabu, 08 Mei 2024 18:55 WIB

Foto: Siswa SMA di Dogiyai pawai kelulusan mengenakan atribut Bintang Kejora. Dokumen Istimewa
Dogiyai - Siswa SMAN 2 Dogiyai, Papua Tengah, dua kali mangkir dari panggilan polisi untuk dimintai keterangan penggunaan kostum bermotif Bintang Kejora saat pawai kelulusan. Polisi hingga kini belum mengetahui motif di balik aksi siswa tersebut.
"Tidak ada yang datang lagi (setelah dipanggil)," kata Kasi Humas Polres Dogiyai Ipda Baba kepada detikcom, Rabu (8/5/2024).

Baba mengatakan pihaknya tidak berniat melakukan jemput paksa terhadap para siswa. Polisi akan melakukan langkah persuasif untuk melakukan pemeriksaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Belum ada rencana ke arah (jemput paksa) itu, masih tahap penyelidikan untuk mengetahui motifnya apa," terangnya.

Diketahui, pawai kelulusan siswa yang mengenakan atribut Bintang Kejora itu berlangsung di Kota Moanemani, Dogiyai, Senin (6/5) pagi. Kepala SMAN 2 Dogiyai Fredy Yobee bahkan ikut dalam pawai yang viral di media sosial tersebut.
Kapolres Dogiyai Kompol Sarraju mengatakan, penyidik sudah melakukan klarifikasi kepada Fredy terkait aksi siswanya. Fredy justru beralasan dipaksa siswanya untuk ikut dalam pawai tersebut.

[v]"Saat itu dirinya (Fredy) ditodong oleh para siswa untuk mengikuti arak-arakan keliling Kota Moanemani dengan cara ditandu,[/b]" ungkap Sarraju dalam keterangannya, Selasa (7/5).

Pihaknya juga sudah meminta keterangan empat guru SMAN 2 Dogiyai, namun mereka tidak mengetahui adanya aksi pawai itu. Polisi setelah aksi itu, sempat berupaya memintai keterangan siswa yang terlibat pawai, namun tidak memenuhi panggilan.

"Sudah dipanggil untuk datang tapi belum ada yang datang. Panggil lewat guru-gurunya juga tapi belum ada," pungkasnya.

https://www.detik.com/sulsel/berita/...ggilan-polisi.
perlawanan para pelajar.

Amnesty Internasional dan LBH Papua kritik penangkapan siswa berbaju motif Bintang Kejora

Direktur LBH Papua meminta kepada orang tua dari siswa segera menuntut Kapolres di mana anak mereka menjadi korban penangkapan sewenang-wenang

Sekelompok siswa SMA di Nabire, Papua Tengah berjalan bergerombol di jalan raya merayakan kelulusan mereka dengan sebagian mencoret baju bermotif Bintang Kejora, Senin (6/5/2024). -Foto: Akun Facebook

Jayapura, Jubi – Amnesty International Indonesia yang berkantor di Jakarta menyampaikan, berdasarkan informasi yang kredibel yang diterima lembaga itu dan laporan media, setidaknya 6 siswa ditangkap aparat kepolisian saat perayaan kelulusan pelajar SMA di Nabire, Provinsi Papua Tengah pada Senin (6/5/2024).
“Para pelajar merayakan kelulusan dengan berpawai sambil berseragam sekolah di jalan raya,” kata Amnesty melalui siaran pers yang dikeluarkan pada Selasa (7/5/2024). “Sebagian dari mereka mencoret seragam masing-masing dengan bermotif bendera Bintang Kejora yang kerap diasosiasikan sebagai lambang Organisasi Papua Merdeka (OPM). Perayaan serupa juga dilakukan para siswa SMA di Kabupaten Dogiyai.”

Namun, lanjut Amnesty, suasana di Nabire berlanjut dengan insiden penangkapan disertai dengan dugaan kekerasan yang dilakukan aparat.

“Informasi yang diterima Amnesty menyebutkan bahwa sore hari sekitar pukul 16.00 WIT, setidaknya 9 orang pelajar dikejar oleh dua orang polisi berpakaian preman dengan kendaraan beroda dua di Wonorejo, Nabire. Dua polisi tersebut diduga menembakkan empat peluru tajam ke arah para pelajar yang lari dan disaksikan masyarakat setempat,” tulis Amnesty.

“Sekitar 15 menit kemudian dua mobil polisi datang dan aparat menangkap empat laki-laki dan dua perempuan, disertai dengan dugaan pemukulan.” Hingga kini, demikian Amnesty International Indonesia, identitas enam pelajar tersebut belum teridentifikasi.

Mereka yang ditangkap dibawa ke Polres Nabire. Polisi pun melarang warga mengambil foto penangkapan.

Pihak berwenang terus merepresi maupun mengkriminalisasi orang-orang di Tanah Papua atas kejahatan terhadap keamanan negara, saat mereka menggunakan hak atas kebebasan berekspresi, termasuk mereka yang menyerukan kemerdekaan Papua,” demikian Amnesty Internasional Indonesia.

Amnesty menyatakan tidak mengambil posisi politik apa pun terkait status politik provinsi mana pun di Indonesia, termasuk seruan kemerdekaan mereka. Namun, Amnesty Internasional Indonesia percaya bahwa hak atas kebebasan berekspresi secara damai harus dihormati dan dilindungi.

Amnesty menyerukan agar 6 pelajar SMA yang ditangkap segera dibebaskan. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan penangkapan disertai dugaan aksi kekerasan aparat terhadap para pelajar SMA saat merayakan kelulusan mereka di Nabire itu tidak dapat diterima.

“Ekspresi kegembiraan lewat aksi arak-arakan secara damai bukan tindak kriminal. Simbol Bintang Kejora adalah bagian dari ekspresi budaya dan seharusnya tidak menjadi alasan bagi aparat untuk menindas dan menahan siapapun tanpa proses hukum yang adil,” kata Usman dalam siaran pers.

Usman Hamid mengingatkan agar polisi dan pemerintah seharusnya meneladani pendekatan Gus Dur terhadap Orang Asli Papua. Simbol budaya seperti bendera Bintang Kejora mendapat ruang karena memang merupakan ekspresi damai.

Penangkapan tanpa proses hukum yang jelas dan kekerasan yang diduga terjadi selama penangkapan tersebut adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia,” ujarnya.

Setiap individu, termasuk pelajar, tambah Usman, memiliki hak untuk menyuarakan pendapat dan berekspresi tanpa takut akan penindasan atau penangkapan sewenang-wenang.

“Kami menyerukan kepada pihak berwenang untuk segera membebaskan semua pelajar yang ditahan tanpa alasan yang jelas dan melaksanakan penyelidikan yang adil terhadap tindakan kekerasan yang diduga terjadi. Kami juga mendesak pemerintah untuk memastikan bahwa hak-hak dasar semua individu di Tanah Papua, termasuk hak untuk berekspresi ataupun menyuarakan pendapat, dijamin dan dihormati sepenuhnya,” katanya.

LBH Papua: Para pelajar tidak melanggar hukum

Menanggapi respon kepolisian terhadap aksi siswa SMA di Nabire dan Dogiyai, Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua Emanuel Gobay mengatakan tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan para siswa tersebut.

Gobay menjelaskan beberapa undang-undang, KUHP, serta peraturan pemerintah di pusat dan daerah, juga Undang-Undang Otsus yang berlaku di Tanah Papua menjadi tolok ukur apa yang dilakukan para pelajar tersebut tidak melanggar hukum.


Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua Emanuel Gobay di Jayapura, Rabu (8/4/2024). -Jubi/CR-11
“Peristiwa konvoi yang dilakukan adik-adik SMA ini tidak melanggar hukum, bahkan bukan termasuk dalam tindak pidana. Kalau digali fakta-fakta itu satu-persatu sama sekali tidak ditemukan pelanggarannya, malah aparat kepolisianlah yang melanggar,” ujar Gobay yang ditemui di ruang kerjanya di Jayapura, Rabu (8/4/2024).

Menurut Gobay, saat ini di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada pasal yang mengatur tentang larangan orang menggunakan simbol Bintang Kejora atau BK dalam berbagai motif, baik itu noken, baju, gelang tangan, maupun gambar. Yang ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah.

Namun PP itu dalam teori hukum itu tidak bisa menjadi sebuah perintah untuk menangkap atau sebuah perintah untuk adanya aturan tentang pidana di dalamnya. “Biasanya aturan tentang pidana itu ada pada undang-undang dan juga ada pada peraturan daerah, baik provinsi maupun kabupaten,” ujarnya.

Fakta berikutnya, tambah Gobay, mengenai PP No 77/ 2007 tentang Lambang Daerah itupun ada perintahnya, yaitu harus ada peraturan daerah yang mengatur tentang lambang daerah.

“Sampai saat ini berdasarkan fakta di Papua maupun beberapa kabupaten dan kota, serta provinsi yang ada, itu kan belum dibuat peraturan daerah tentang lambang daerah. Ini kemudian menjadi fakta kekosongan atau bahkan tidak adanya dasar hukum yang jelas untuk kemudian melarang orang menggunakan atribut yang bermotif Bintang Kejora,” katanya.

Gobay memberikan contoh pendapat polisi atau penegak hukum lainnya ataupun ahli hukum yangn menyampaikan bahwa ada PP Nomor 77 tahun 2007 tentang Lambang Daerah. Namun, katanya, kenapa di Aceh ada partai yang menggunakan benderanya mirip bendera GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Perdanya tidak melarang satupun kader partai untuk menggunakan baju berlambang bendera GAM itu atau bahkan menangkap petinggi-petinggi partai saat melakukan pertemuan partai dan mengibarkan bendera GAM.

“Ini menjadi bukti berikutnya bahwa fakta kekosongan hukum terkait larangan terhadap penggunaan motif, tapi kemudian disalahgunakan. Di mana mama-mama penjual noken dan aksesori yang bermotif BK dilarang, orang menggunakan baju motif BK kadang ditahan, di aksi-aksi demostrasi kalau ada lambang BK pasti dihadang dan dibubarkan, peristiwa ini terjadi berulang kali, sampai kemarin ada peristiwa yang terjadi di Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah,” ujarnya.

Itu juga menjadi fakta, kata Gobay, yang namanya kriminalisasi terhadap orang yang sedang menggunakan kebebasan berekspresinya dengan menggunakan pakaian bermotif BK, melakukan euforia dan mencoret-coret bajunya dengan motif BK, bahkan sampai ke tingkatan noken yang bermotif BK.

“Di sini Kapolda Papua atau lebih tingginya Kapolri, atau bahkan kapolres-kapolres di beberapa tempat seperti Dogiyai, Nabire, dan Polres Jayapura, itu harus jelas menyebutkan dasar hukumnya, kan mereka sebagai penegak hukum. Kalau tidak ada dasar hukumnya berarti kan fakta penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan,” katanya.

Anehnya, tambah Gobay, penyalahgunaan kewenangan dengan pelanggaran peraturan UU No 2/2003 tentang Disiplin Kepolisian itu dilakukan secara terang benderang di depan publik terhadap mama penjual noken, orang yang menggunakan pakaian bermotif BK, bahkan gelang bermotif BK, juga para siswa yang mengekspresikan kelulusannya dengan melakukan konvoi dan mencoret baju mereka dengan motif Bintang Kejora.

Semestinya Kapolri dan Kapolda memberikan sanksi kode etik kepada Kapolres Dogiyai, Kapolres Nabire, dan juga Kapolres Jayapura juga yang berkali-kali melakukan praktek pembatasan, bahkan penangkapan dan ada juga tindakan-tindakan lainnya,[/b[” ujarnya.

[b]Hal itu, kata Gobay juga masuk dalam kategori pelanggaran HAM.
“Kami juga temukan praktik-pratik yang menunjukkan tidak profesionalnya aparat kepolisian ini,” katanya.

Direktur LBH Papua itu juga mengatakan dalam peristiwa konvoi siswa di Nabire aparat kepolisian juga menggunakan senjata api. Padahal penggunaan senjata api dalam Peraturan Kepolisian boleh digunakan pada saat tertekan.

“Pertanyaannya ekspresi orang dalam merayakan euforia kelulusannya dengan menggunakan pakaian yang bermotif BK apakah itu mengancam nyawa si anggota polisi ini?” ujarnya.

Kejadian itu, tambahnya, sudah menunjukkan pelanggaran tata cara penggunaan senjata api di depan publik. Melalui praktik penembakan itu juga masuk dalam kategori pelanggaran UU Darurat Nomor 12 tahun 1995 terkait penyalahgunaan senjata api.

“Dengan adanya tindakan kekerasan yang dilakukan, baik itu dilakukan secara bersama-sama oleh anggota polisi yang menangkap, yang pada saat itu berhadapan dengan konvoi siswa SMA, itu jelas masuk dalam kategori pengeroyokan, sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP,” ujarnya.

Kalau itu hanya dilakukan oleh satu orang, tambahnya, berarti masuk dalam temuan tidakan pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP.

Praktik Penangkapan oleh polisi

Gobay juga mempertanyakan praktik penangkapan yang selama ini terjadi di beberapa tempat di Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Nabire, dan di Kabupaten Jayapura beberapa waktu lalu.

“Apakah ada surat tugas dan surat penangkapan? Kalau tidak ada berarti itu masuk dalam kategori penangkapan sewenang-wenang, yang jelas-jelas juga melanggar UU No 8/1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” katanya.

“Nah, dengan temuan itu secara otomatis juga karena dia adalah anggota polisi, maka menambah pelangaran kode etik yang dilakukan. Atas dasar penyalahgunaan kewenangan dalam melakukan penangkapan secara sewenang-wenang,” ujarnya.

Gobay juga menyorot interogasi yang dilakukan aparat keamanan terhadap seorang guru. “Memang polisi punya kewenangan untuk memanggil orang, menanyai dan lain sebagainya, yang menjadi pertanyaan di sini adalah atas dasar apa polisi memanggil?” katanya.

Kalau kemudian atas dasar para pelajar yang merayakan kelulusannya dengan mencoret baju seragam mereka dengan lambang bermotif Bintang Kejora, tidak ada satupun pasal dalam kitab UU hukum pidana yang melarang. Bahkan dalam PP No.7/2007 tentang Lambang Daerah juga bukan menjadi dasar hukum untuk seorang penegak hukum atau polisi dalam melakukan penegakan hukum. Sebab tidak ada pasal pidana yang tercantum di dalam PP itu.

“Pemanggilan guru untuk kemudian diinterogasi itu murni dari upaya kriminalisasi yang sedang dilakukan di depan publik. Kalau kemudian kita susun apa yang tadi saya sampaikan, itu kan sudah dari awal ada tindakan kriminalisasi, karena tidak ada dasar hukum yang melarang penggunaan gambar bermotif BK,” ujarnya.

Menurut Gobay mestinya PP No 77/ 2007 itu dikesampingkan, karena di seluruh wilayah Indonesia harus dipraktikkan secara adil dan sama di depan hukum. Tapi faktanya di Aceh bebas, sementara di Papua tidak dan itu menurut Gobay telah terjadi diskriminasi.

“Anehnya praktik diskriminasi ini dilakukan oleh penegak hukum di Papua dan itu masuk dalam kategori penyalahgunaan hukum untuk kepentingan tertentu, hal itu juga melanggar kode etik kepolisian,” katanya.

LBH Papua sarankan orang tua tuntut kapolres

Gobay juga menyorot penyalahgunaan senjata api oleh aparat kepolisian pada saat mengamankan para siswa di Nabire.

“Pertanyaannya Kapolda dan Kapolri kapan memberikan sanksi kepada para pelaku kriminalisasi, para pelaku penyalahgunaan kewenangan, para pelaku pelanggaran undang-undang darurat tentang penyalahgunaan senjata api,” ujarnya.

Kemudian, katanya, para pelaku tindak pidana pengeroyokan dan juga tindak pidana penganiayaan kapan akan diberikan sanksi kepada pelaku? “Atau negara hukum ini mau menyaksikan praktik pelanggaran hukum yang dilakukan secara sistematik dan struktural oleh penegak hukum yang digaji oleh negara untuk menegakkan hukum?” katanya.

Gobay juga meminta kepada orang tua dari siswa untuk segera menuntut Kapolres di mana anak mereka menjadi korban penangkapan sewenang-wenang. Juga tindak pidana pengeroyokan dan penganiayaan untuk mengganti rugi atas apa yang dilakukan aparat kepolisian.

“Kalau boleh orang tua dapat mendesak Kapolres untuk menangkap pelaku, penyalahgunaan senjata api, pelaku tindak pidana pengeroyokan, dan juga tindak pidana penganiayaan untuk diproses hukum,” ujarnya.

Hal itu, menurutnya agar adil di mata hukum dan juga tidak ada pihak tertentu yang diistimewakan atau tidak ada impunitas terhadap aparat kepolisian yang melakukan praktik pelanggaran hukum dan kode etik.

Polisi diminta tidak terlalu alergi pada Bintang Kejora

Gobay juga mengajak kepolisian untuk tidak terlalu alergi dengan gambar-gambar yang bermotif Bintang Kejora.

“Saya malah mengajak kepada kepolisian untuk mari kita sama-sama mendesak negara untuk menjalankan perintah otonomi khusus yang dengan tegas menyebutkan untuk adanya pelurusan sejarah dengan cara membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi,” katanya.

Menurut Gobay adanya orang menggunakan Bintang Kejora sebagai motif dan kemudian diturunkan menjadi noken, gelang, baju, dan juga gambar-gambar itu bukanlah bendera. “Ingat, baca baik-baik penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2007 tentang Lambang Daerah,” ujarnya.

Perlu dipahami, tambah Gobay, yang dilarang di sana ada bentuk dan ukuran tertentu dengan motif Bintang kejora, modelnya adalah bendera. Kalau baju, noken, gelang, dan bentuk lain-lain itu bukan bendera.

“Kalau ada yang mengatakan itu bendera mereka harus belajar Bahasa Indonesia atau pengertian Bahasa Indonesia dengan benar,” ujarnya. (*)
https://jubi.id/polhukam/2024/amnest...intang-kejora/

masalah pelangagran HAM atas penangkapan para pelajar
0
128
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan