Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

chiiammu02Avatar border
TS
chiiammu02
Rumah Nenek [Cerpen Horor]
Dokpri

Rumah Nenek
Penulis : Chii Ammu
Genre : Horor

_____________


Ayah seorang arsitektur, ada saja panggilan kerja ke luar kota untuk membangun gedung ataupun rumah. Pekerjaan ayah yang cukup lama mengharuskan kami tinggal didekat proyek. Karena hal itu kami mengharuskan ikut berpindah tempat tinggal di daerah proyek yang dikerjakan oleh Ayah. Karena ayah tidak ingin jauh dari keluarga yang dicintainya apalagi dalam jangka sangat lama. Kali ini proyek yang dikerjakan oleh ayah dekat dengan rumah nenek. Di sebuah pedesaan yang baru berkembang dalam bisnis.

“Kita akan tinggal di rumah nenek dalam jangka lama hingga proyek ayah selesai. Lagi pula sudah lama sekali kita tak berkunjung rumah nenek sejak usia Clara delapan tahun, kita terlalu sibuk dan banyak kegiatan. Clara tidak keberatan untuk pindah sekolah di sana 'kan?” ucap ayah di meja makan menjelaskan bahwa kami akan pindah tempat tinggal lagi dalam kurun waktu yang lama.

“Padahal setahun lagi kelulusanku, ya apa boleh buat hanya bisa mengikuti aturan ayah saja. Sudah terbiasa kok pindah sekolah melulu,” balasku sambil memotong-motong roti di piring. Meski berat, di sini tidak ada kerabat dekat. Dengan siapa aku akan tinggal. Dan membiarkan putri tinggal hidup sendirian itu tidak mungkin dilakukan oleh seorang Ayah.

“Keadaan memang memaksa, tapi mama yakin Clara akan mendapatkan teman-teman baru yang menyenangkan karena mudah beradaptasi. Nenek juga pasti senang jika kita tinggal disana, di tambah adanya kita di rumahnya nenek nggak akan merasa begitu kesepian.” Wajah mama tampak ceria dengan seulas senyum untuk menghiburku yang akan meninggalkan lagi dari teman-teman yang sudah dekat.

————

Udara pagi yang menyegarkan, pohon-pohon rindang tersepoi-sepoi tertiup angin. Cicit kicau burung terdengar merdu. Terasa damai penyambutan pagi ini, hari dimana aku tiba di Desa tempat nenek dari ayah. Tempat yang akan kami tinggali untuk sementara waktu.

Mataku teralih melihat anak perempuan duduk manis di teras sambil membaca koran dengan serius sehingga tidak menyadari kedatangan kami. Ayah tidak menceritakan Nenek tinggal dengan siapa sekarang, hanya bercerita Nenek punya cucu selain diriku.

“Clara! Sedang apa berdiri di situ, ayo masuk!” panggil ibu dari dalam. Terlalu asyik menikmati aroma pagi di desa dan memperhatikan anak perempuan di teras rumah nenek tak terasa diriku tertinggal oleh ayah dan mama.

“Ah, Iya.” Aku segera masuk ke dalam menyusul ayah dan ibu yang sudah di dalam menemui nenek.

“Cucu nenek udah besar, ya.” garis-garis kerutan terlihat jelas ketika wajah nenek mendekat. “Cantik pula, kamu akan sekolah di sini hingga pekerjaan ayah selesai, ya.”

Aku baru ingat setelah nenek mengatakan sekolah. Karena pekerjaan ayah di desa, aku harus beradaptasi lagi di lingkungan baru untuk sekian kalinya. Padahal setahun lagi lulus SMP. “Ya, Nek. Clara akan sekolah di sini.” Senyumku menyambut balik senyum nenek.

“Sini nenek tunjukkan kamarnya,” tuntun nenek mulai melangkah mengantarku ke kamar yang akan kutempati.

Aku mengikuti langkah nenek sambil menarik koper yang berisi pakaian dan barang milikku. Ada tiga pintu berderet, dan paling ujung bagian dapur.

“Ini kamarmu, istirahatlah.” Nenek membuka kenop pintu kamar deretan pertama.

Aku tersenyum,“ terima kasih, Nek.”

“Ya cu, nenek mau tunjukkan kamar ayah ibumu juga, nenek tinggal, ya.” Setelah mengantarku nenek pergi kembali ke depan menemui ayah ibu di ruang tamu.

Anak perempuan yang kulihat di teras kini melintas di jendela kamar. Selesai menaruh barang, aku pun keluar kamar untuk mengetahui siapa anak tersebut, sekalian ingin berkenalan dengannya untuk berteman.

“Akh …,” anak perempuan itu tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu kamar arah dapur. Membuatku sedikit terkejut akan keberadaannya.

Bagaimana bisa gadis itu sudah berdiri di depan pintu kamar itu? Apa ada pintu lain yang terhubung? Mata kita beradu, sorot matanya tampak dingin.

“Hai, aku Clara. Mulai sekarang aku tinggal di rumah nenek,” sapaku sedikit kaku karena terkejut, dan mencoba untuk merenggangkan suasana yang kaku. “Jika boleh kenal, siapa namamu?”

“Panggil saja Clarista, kamu akan tinggal di sini?” anak perempuan itu menjawab dengan datar.

“Ya, aku akan tinggal di sini sampai pekerjaan ayah selesai, dan tadi aku tak sengaja melihatmu di teras. Namun kamu terlihat serius baca korannya jadi nggak merasa kedatangan kami.” balasku menerangkan alasan tinggal dirumah nenek. “Pisau itu, kamu sedang apa?” tanyaku ketika melihat sebilah pisau yang digenggam Clarista tercecer darah.

“Habis memotong daging di luar.” Jawabnya singkat dengan mata melirik arah pintu.

“Ouh, pintu ini mengarah keluar di kira kamar.” Mataku melirik pintu yang di maksud.

Pantas saja anak perempuan itu tiba-tiba ada di dalam dapur, mengagetkan saja hingga berpikir yang aneh, ternyata pintu itu menuju halaman rumah.

“Memotong daging apa? Apa sudah selesai pekerjaannya? jika belum, bolehkah aku ikut membantu menyelesaikan pekerjaanmu.” Aku menawarkan diri turut membantu.

“Aku mau cuci pisau dulu dan mengasahnya, kamu tunggu di luar saja jika ingin membantu.”

“Oke, baiklah.” Aku pun melangkah membuka pintu dan keluar menuju ke tempat daging yang dimaksud oleh Clarista.

Mataku mulai melirik kanan kiri mencari daging tersebut. Tiba-tiba suaraku membeku, dan tersandung batu serta merangkak mundur secara perlahan-lahan begitu melihat seonggok daging besar tergeletak di samping tembok. Darah masih tergenang didekat daging.

“Kenapa Clara? Katanya mau ikut memotong daging?” tanya Clarista berdiri di depan pintu memandangku yang tersungkur. “Apakah kamu takut dengan daging besar?”

Clarista menurunkan badan dan berjongkok, menatap mataku yang ketakutan. Tak sepatah kata pun keluar. Mulutku seolah terkunci akan kedatangan Clarista dan pertanyaannya. Apa yang sedang terjadi? Ini mimpi atau hal yang nyata?

“Clara, kau katanya ingin membantu pekerjaanku? Ya, inilah pekerjaanku adalah memotong daging, apa kau keberatan atau ... Emang nggak bisa memotong daging?” Clarista kembali bertanya dengan tatapan dalam.

Aku kembali melirik daging yang dimaksudkan, lambungku mulai menggeliat membuat rasa mual menyergap.

✴️✴️✴️

“Clara! Hey, Claraaa!” panggil Devani penuh semangat melambaikan sebuah buku di tangannya.

“Aku dapat buku terbaru lagi nih, buku horor.” Devani menunjukkan buku dengan antusias. “Apakah kamu penasaran dengan ceritanya? Aku sudah baca hingga tamat, alurnya itu menarik. Aku rekomendasi buku ini untuk kamu baca, Clara.”

Aku menggenggam buku yang dibawa Devani. Kuperhatikan nama penulis buku tersebut. Clarista Stephanie Meyer.

“Rumornya cerita di dalamnya itu suatu yang nyata,” bisik Devani dekatkan diri ke telingaku seolah memberikan sensasi menakutkan. “Haha ... Tapi, aku nggak percaya hal itu, pasti itu hanya fiksi belaka saja agar menarik pembaca. Apakah kamu ingin aku berikan spoiler cerita dalam buku tersebut?” sambungnya menertawakan rumor yang ia bisikkan.

“Jadi, seperti apa spoiler versimu, Devani?!" Tanyaku antusias. “Aku ingin di dongengkan olehmu,” godaku.

“Okelah, sebelum itu ayo kita ke kantin dulu.” Devani menarik tanganku menuju kantin.

Devani menunjuk-nunjuk tengah sampul buku, “Ceritanya itu tentang anak perempuan berusia lima belas tahun tinggal berdua di rumah neneknya. Sepertinya punya kelainan jadi dia ini suka melakukan pembunuhan di rumah neneknya. Dan hebatnya neneknya nggak pernah tahu tindakan cucunya itu. Korbannya kebanyakan warga setempat, dan bahkan kerabatnya sendiri jadi korban pembunuhanan.”

“Seram juga ya, terus.” Kataku tertarik.

“Udah segitu aja spoilernya, selengkapnya baca sendiri aja, haus aku tuh dari tadi.” seruput Devani ketika pesanan minumannya tiba.

Aku mengamati sampul buku horor dari Devani yang bagroundnya bewarna gelap kemerahan tampak bayangan begitu samar sosok wajah seorang perempuan yang berseringai di balik kerumunan orang-orang yang sedang membawa obor.

✴️✴️✴️

“Claris—ta, Clarista Stephanie Meyer itukah ka... Kamu?” tanyaku terbata-bata ketika mengingat nama penulis buku horor yang diberikan oleh Devani.

“Iya. Itu nama penaku.” Aku Clarista.

Mendengar jawaban itu mulutku terbungkam. Tidak, tidak mungkin! Dia penulis horor yang dimaksud oleh Devani.

Seulas senyum disunggingkan menunjukkan sebuah kebanggaan.

TAMAT






Bgssusanto88
slametgudel
greenboxer11077
greenboxer11077 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
2.1K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan