Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

anasaufarazi810Avatar border
TS
anasaufarazi810
Hantu Hantu Cilik
Dari Dunia Misteri: Hantu-hantu bocah di hunian lawas.

Tahun lima puluhan daerah Kebayoran Baru dianggap daerah pinggiran yang kurang disukai sebagai tempat kediaman. Di tahun-tahun 1960 daerah tersebut sudah merupakan daerah kelas satu, hunian elite. Harini Kebayoran Lama kini dianggap daerah pinggiran ibukota, walau pun dalam waktu agak lama akan menyusul pula jadi daerah kediaman bagus.

Bulan Januari 1963, seorang kawan pegawai Deparlu membeli sebuah rumah  di daerah Kebayoran Lama. Harganya murah, pekarangan luas dan rumahnya besar, terdiri dari tiga kamar yang bisa di bagi-bagi menjadi ruangan tamu, ruangan tengah, ruangan makan.

Pada hari pertama kawan tadi mendatangi rumah tersebut bersama pemiliknya, rumah yang agaknya telah lama sengaja dikosongkan itu diselimuti kesunyian. Tetapi sewaktu sang kawan menuju ke belakang, tiba-tiba di dengarnya suara ramai anak-anak bermain. Tetapi anehnya dia tidak melihat seorang anak pun di dalam dan di luar rumah.

Dia hendak menanyakan hal ini pada pemilik rumah, tapi entah mengapa niat itu dibatalkannya. Disalah satu kamar, ketika kawan itu membuka pintu untuk melihat-lihat keadaan di dalamnya, tiba-tiba saja dia mendengar suara bocah-bocah berpekikan, seolah-olah melihat sesuatu yang mengerikan.

Kali ini si kawan tak membungkam lagi, dia bertanya pada pemilik rumah apa mendengar sesuatu.

“Sesuatu apa?” balik bertanya pemilik rumah itu.

“Suara anak-anak berpekikan.”

Yang punya rumah geleng-geleng kepala, tapi kentara sekali airmukanya berubah.
“Mungkin suara anak-anak kampung sana yang terdengar sampai kemari.”
Kata-kata itu masuk akal juga bagi kawan tadi. Seminggu kemudian dia membeli rumah tersebut dan pindah bersama isteri, tiga orang anak dan dua pembantunya.

Hari pertama sampai malam boleh dikatakan penghuni baru itu sibuk membersihkan rumah, mengatur perabotan dan segala tetek bengek isi rumah lainnya.
Ketika tengah membersihkan kaca-kaca jendela depan, tiba-tiba isteri kawan tadi berkata pada suaminya. “Eh, saya merasa mendengar suara anak-anak berpekikan!”
Sang kawan memandang tak berkesiap pada isterinya. “Ah yang betul .... pekikan bagaimana maksudnya?”

“Anak-anak seperti kaget. Atau ketakutan. Suara itu sepertinya jauh, tapi saya yakin ada di dalam rumah ini.
Sebenarnya, beberapa menit yang lalu saya juga telah mendengar suara anak-anak ramai sekali. Seolah-olah tengah main-main. Semula saya kira anak-anak kita. Tapi mereka semua sudah tidur ....”

Sang kawan ingat pengalamannya ketika pertama kali dia datang melihat-lihat rumah itu. “Mungkin.”

“Mungkin bagaimana, mas?” tanya isterinya ketika dia tak meneruskan kata-katanya.

“Tidak, tidak ada apa-apa.” sang kawan akhirnya diam saja. Hatinya mulai merasa adanya ketidak beresan. Namun hal tersebut tidak diberitahukan pada isterinya.

Suatu sore menjelang maghrib, sang kawan dan isterinya baru saja kembali dari mengunjungi kenalan yang hendak pergi naik haji, saat itu mereka lihat anak mereka yang paling kecil (lelaki berusia tujuh tahun) asyik bermain seorang diri. Tetapi sikap dan kata-kata yang keluar dari mulutnya menunjukkan bahwa saat itu dia tidak bermain seorang diri! Sesekali dia bicara sambil menyebut-nyebut nama Tono. Ketika kedua suami isteri itu mendekat, tiba-tiba anak mereka berteriak. “Tono, Evy .... jangan pergi. Yuk kita main-main terus ....”

“Eh, kau bicara dengan siapa, Iwan?” tanya sang kawan pada anaknya.

“Tono sama Evy. Kami main sama-sama. Tapi mereka terus pergi.”

Suami isteri itu saling pandang.

“Tono dan Evy, mana mereka?” bertanya isteri kawan tadi dengan suara bergetar.

“Barusan pergi. Masa ibu enggak lihat,” jawab Iwan.

Kejadian seperti itu berlangsung sering sampai akhirnya sang kawan mengetahui satu peristiwa tragis yang melatar belakangi semua kejadian itu.

Sekitar enam bulan sebelumnya orang yang empunya rumah tersebut piknik keluar kota bersama isteri dan anak-anaknya yang masih kecil bernama Tono dan Evy. Sewaktu dalam perjalanan pulang mobil yang dikemudikan slip akibat licinnya aspal oleh hujan yang turun. Mobil terbalik, masuk ke dalam sungai kecil berbatu dengan kedalam curam. Kedua suami suami isteri itu luka parah tapi masih dapat selamat. Sebaliknya kedua anak mereka meninggal dunia di rumah sakit.

***

Ketika tengah berjalan kaki di satu jalan di daerah Jatinegara tiba-tiba hujun turun dengan derasnya. Supartono, seorang pegawai Dept. P.U.T.L. mencari tempat berteduh. Yang terdekat adalah sebuah bangunan setengah jadi. Kebetulan di situ ada penjaganya dan Supartono meminta izin berteduh.

Sambil merokok kretek mereka bercakap-cakap. Supartono kemudian menanyakan siapa pemilik rumah belum jadi itu. Agaknya sudah lama tidak diteruskan pembangunannya. Penjaga memberi tahu bahwa rumah itu adalah milik seorang Tionghoa yang karena sesuatu hal telah dihentikan pembangunannya.

“Enggak dapat izin pemerintah D.K.I?” tanya Supartono.

Penjaga itu menggeleng. “Ada hantunya.” katanya kemudian.
Sesaat Supartono terdiam.

“Oom percaya hantu?”

“Percaya saja. Tapi hantu yang bagaimana ....?”

Penjaga itu kemudian menerangkan bahwa enam bulan yang lalu bangunan baru itu sebenarnya adalah revisi dari sebuah bangunan lama. Sewaktu bangunan lama dibongkar, para pekerja melakukan kesembronoan hingga atap rumah merubuhi dua orang anak pemilik rumah yang saat itu sedang bermain congklak. Keduanya mati saat itu juga.
Pembuatan rumah diteruskan, tetapi pemilik dan keluarganya nampak tak kerasaan lagi tinggal di situ. Mereka selalu terkenang pada dua anaknya yang mati celaka itu. Dan yang paling membuat mereka tidak enak itu, malam-malam tertentu mereka mendengar suara anak-anak sudah mendiang itu ramai bermain congklak. Mereka kemudian pindah ke wilayah lain dan pembangunan rumah jadi terkatung-katung.

“Kalau hantu-hantu yang begituan, saya kurang percaya.” kata Supartono pula.

“Kalau tak percaya Oom boleh buktikan sendiri. Datanglah lusa Selasa depan.” kata penjaga menantang.

Pada malam yang disebutkan itu Supartono betul-betul datang. Saat itu sekitar setengah satu dini hari. Dia bersama penjaga menunggu tanpa ada yang mengeluarkan suara. Kira-kira setengah jam kemudian terdengar suara dua orang anak perempuan berbicara. Di kejauhan ruang tamu samar-samar terdengar batu di lempar ke papan kayu. Suara biji-biji congklak diadu-adu berisik. Lamat-lamat suara cekikikan menggema di kegelapan bangunan, senter di genggaman Supartono redup dimatikan dirinya sendiri.

“Oom sekarang percaya?” tanya hansip bangunan.

Supartono menelan ludah, mengangguk kepala. Tak banyak bicara selepas itu ia pergi melenggang, meninggalkan tempat itu. Sekarang bangunan itu sudah jadi tempat perusahaan Swasta.

Diubah oleh anasaufarazi810 18-01-2023 11:19
69banditos
Bgssusanto88
rafisullivan354
rafisullivan354 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
2.2K
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan