Kira-kira seberapa jauh manusia bisa terus berjalan tanpa berhenti? Jika Anda penasaran dengan pertanyaan itu maka Anda mungkin ingin membaca novel karya Stephen King yang menakjubkan sekaligus mengerikan ini, The Long Walk. Seperti namanya, para peserta harus berjalan dan terus berjalan. Hanya ada dua cara untuk berhenti, menjadi peserta terakhir yang bertahan hidup… atau mati.

Adu Jalan Jauh, itulah nama acara yang peserta-peserta malang ini harus ikuti. Acara Adu Jalan Jauh, seperti banyak novel Stephen King yang lain, seolah muncul dari udara kosong. Tak ada latar belakang, tak ada tujuan, sudah terima saja. Acara yang digelar setiap tahun ini dianggap sebagai sebuah hiburan yang mempertontonkan seratus pemuda berjalan kaki tanpa henti. Melalui kota, melalui pergantian hari, melalui ratusan kilometer, dan melalui mayat-mayat yang terus menghiasi jalan mereka.

Diceritakan melalui sudut pandang Ray Garraty, kita akan disajikan dengan pemandangan yang mungkin tidak akan pernah kita lihat seumur hidup. Keseratus pemuda ini begitu congkak, begitu hebat, begitu percaya diri bahwa mereka akan mengalahkan 99 peserta lainnya dan mendapatkan Hadiah. Namun, satu per satu akhirnya gugur. Ada yang kakinya sakit, ada yang tak sanggup berjalan lagi, ada yang mencoba kabur, dan ada juga yang menjadi gila. Mereka semua jadi gila pada akhirnya.

Namun, dengan moncong senapan yang terus terarah ke kepala, mereka terus berjalan. Sungguh menyedihkan melihat para pemuda ini menyia-nyiakan nyawa hanya untuk menyadari bahwa nyawa mereka memang tidak berarti di hadapan para penguasa. Tak peduli bagaimana mereka meraung, tak peduli bagaimana usus mereka berceceran, tak peduli bahwa mereka memiliki keluarga yang menunggu mereka pulang, Adu Jalan Jauh akan terus berjalan.

Lalu bagaimana reaksi penonton? Mereka tertawa. Bagi mereka darah yang berceceran dan nyawa yang melayang adalah sebuah hiburan yang layak dilihat meski harus membayar. Toh bukan aku yang mengalami, itulah yang ada di benak mereka semua. Bagi mereka Adu Jalan Jauh adalah pemandangan tahunan dan sebuah kesempatan untuk mendapatkan cerita bagus untuk diceritakan di sekolah esok hari. Tak ada yang protes, jika protes kamu akan mendapat DOR dan selesai.

Novel ini mengerikan, begitu membuat mual, dan di saat bersamaan amat menakjubkan. Segala macam pembicaraan dan pemikiran melantur yang menemani para Pejalan akan membuat kita merasa terikat pada mereka dan saat mereka mendapat Tiket… DOR! Kita pun dibanting kembali ke tanah. Aroma kematian itu seolah tercium dalam setiap pikiran para Pejalan namun ketika saat itu tiba… mereka hanya tinggal data dalam catatan arsip.

Dan mengapa mereka mau melakukan hal mengerikan ini? Mengapa mereka mau melakukan perjalanan yang hanya menuju, dan berakhir, pada kematian?