"Hai, gaes, ini ada Desi yang dulu selalu duduk di pojok itu," ucap Fela mengawali obrolan pada bukber atau buka bersama alumni sekolah kami.

"Wih, makin cantik aja lo Des," timpal Anggun.

"Makin kaya pastinya! Tapi gue lebih kaya," kata Fela lagi.

Kulihat Desi hanya tersenyum simpul. Dia memang pendiam sejak masih SMP.

"Eh, si Mira juga abis beli apartment baru lho," ujar Nanda sambil menyonggol lengan teman akrabnya.

"Maklum lah, suaminya Mira kan kaya, kayak suami gue ya," timpal Fela. "Pas anniversary pernikahan kami aja, gue dapat hadiah LM 10 gram!"

"Wih, suami idaman. Tapi hati-hati, Fel, banyak pelakor," kata Anggun menasehati.

Semua teman-teman alumni terlihat kagum pada kehidupan Fela kini. Bahkan tidak perlu Fela bicara sendiri juga kami sudah melihat semua postingannya di sosial media.

"Zara, kok lo diam aja?" tanya Anggun.

Kami memang duduk bersebelahan.

"Aku--,"

"Ya apa sih yang mau Zara banggain, suaminya aja di rumah terus kan? Suami gue donk, kerjanya kantoran. Posisinya juga udah wow. Kalian lihat kan kami udah masuk jajaran orang terkaya di komplek," potong Fela sebelum aku sempat berkata apa-apa.

"Yee, hari gini di rumah aja bukan berarti nggak kerja kali," bela Nanda.

"Iya sih, Fela emang paling kaya diantara kita. Suami lo beneran di rumah aja, Zar?" tanya Anggun penasaran.

"Iya," jawabku singkat dengan senyum manis seperti biasa.

Benar, suamiku memang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Dia hanya datang ke kantor jika ada meeting penting saja.

Lagipula di kantor suamiku sudah ada Erwin, suami Fela yang bekerja untuk perusahaan milik keluarga kami.

Aku memang tidak terlalu suka banyak bicara.
Aku kaya aku diam.