frontalbabyAvatar border
TS
frontalbaby 
Blindspot
Quote:




Halo!
Selamat datang di kehidupanku! Kenalin, namaku Andro . Gak usah dipanjangin jadi Android emoticon-Stick Out TongueMama-papaku ngasih nama itu jauh sebelum ada Android (yep, aku generasi 90an). Di sini aku akan menceritakan kisah perjuanganku sebagai seorang pemuda untuk meraih mimpiku, tentang perasaan-perasaanku, rahasiaku, dan cintaku. Aku berharap kalian bisa mendapatkan sesuatu dari ceritaku ini, entah sekadar hiburan di saat penat, penyemangat, atau mungkin ada nilai-nilai tertentu yang bisa mengubah perspektif serta kehidupan kalian agar menjadi lebih baik dan positif. Yah, pokoknya aku hanya ingin bercerita karena kisahku ini sangat luar biasa, setidaknya untukku. Enjoy!

Quote:


Chapter 1: Satu Hari Senin di Tahun 2007

Hari itu aku berangkat pagi menggunakan motorku. Seperti biasa, untuk mempersingkat perjalanan, aku memilih untuk memotong jalan dengan melalui sebuah perumahan yang cukup elit. Untungnya, gerbang di perumahan tersebut tidak terlalu ketat. Orang-orang yang lewat tidak harus memperlihatkan kartu identitas segala rupa. Kalo mau lewat, ya lewat aja. Jalan di perumahan itu memang sudah menjadi jalan pintas yang umum bagi masyarakat dari daerahku untuk menuju ke pusat kota atau sebaliknya, dari kota ke daerah tersebut.

Sebuah rumah putih besar tanpa pagar sering menjadi perhatianku (rumah di perumahan sini memang mayoritas tidak menggunakan pagar). Ehmm, sebenarnya bukan rumahnya, sih, yang aku perhatikan. Lebih tepatnya adalah salah satu penghuni rumah tersebut. Seorang cewek berambut lurus panjang dan berparas cantik, namanya Jemima. Ia adalah siswa baru di sekolahku. Anak pindahan. Sejak hari pertamanya pindah ke sekolahku, ia sudah sangat populer. Banyak orang membicarakannya.

Menurut cerita yang beredar, Jemima adalah keponakan Walikota. Tapi, ia bisa pindah ke SMA-ku (yang merupakan SMA favorit) bukan karena jabatan pamannya. Cewek itu bukan hanya cantik, tapi juga luar bisa pintar. Ia menghabiskan waktu hanya 2 tahun di SMP karena berhasil masuk kelas akselerasi (buat yang belum tahu, di jaman itu, di sekolah-sekolah favorit biasa ada kelas khusus yang dinamakan ‘kelas akselerasi’ alias kelas percepatan. Siswa-siswa yang pintar & terpilih melalui serangkaian seleksi bisa masuk kelas tersebut dan akan lulus 1 tahun lebih cepat. Pokoknya, kalo berhasil masuk kelas itu, kamu akan dianggap pintar & keren. Tapi kemudian program kelas akselerasi dihapuskan karena banyak alasan, misalnya memforsir siswa untuk belajar lebih banyak dan mengurangi waktu bermain/bersosialisasi). Saat SMA, ia juga berhasil masuk kelas akselerasi di SMA sebelah yang juga sama-sama SMA favorit. Tapi sayangnya, ia tumbang di tengah jalan. Ia menderita sakit typhus dan setelah sembuh pun masih berkali-kali pingsan di sekolah atau tempat les. Dokter menyarankan ia mengikuti kelas normal agar tidak kelelahan dan kembali sehat seratus persen. Orang tuanya kemudian memutuskan memindahkan Jemima ke SMA Negeri 17 agar bisa benar-benar move on dari kelas akselerasi, memulai semuanya sebagai siswa normal, dan agar jarak sekolah dengan rumahnya tidak terlalu jauh. Sekolahku jelas dengan mudah menerima siswa pintar dan berprestasi macam dia.

Nah! Itu dia! Mataku menangkap sosok manis berpakaian kemeja putih dan rok rempel panjang abu-abu. Itu Jemima. Ia sedang bersiap-siap berangkat ke sekolah. Tampak Mazda Biante putih di depan rumahnya dengan pintu terbuka dan terdengar juga suara mesinnya yang menyala halus. Jemima melangkah masuk ke dalamnya.

Berhari-hari aku mendapati pemandangan itu tapi Jemima tentu tidak akan menyadari kehadiranku yang sering melewati rumahnya. Yah, da aku mah apa atuh emoticon-Big GrinHahahaa. Wajar sih, namanya anak baru (dia baru masuk sekitar 2 mingguan kalo aku gak salah menghitung), dia pasti masih belum mengenal banyak siswa di SMA barunya. Apalagi aku anak IPS, sementara Jemima anak IPA. Walaupun kelas kami berseberangan, terpisah taman sejauh 20-30 meteran, tapi apa pentingnya bagi Jemima memperhatikan aku? :’)

*
Hari Senin itu berbeda. Aku tidak melihat ada mobil dan keluarga Jemima di depan rumahnya. Mungkin Jemima berangkat lebih pagi, pikirku.

Namun di tengah jalan, aku melihat Jemima sedang berjalan sendiri. Eh, Jemima bukan, ya? Takutnya salah orang. Aku masih berusaha mengenalinya lebih dekat. Setelah motorku berada di depannya, aku baru bisa melihatnya dengan jelas. Gak mungkin salah lagi! Dia Jemima!

“Hai!” sapaku sambil menepikan motor.

Jemima berhenti berjalan. Matanya sedikit memicing akibat silau terkena sinar matahari dari timur.

Segera ku buka helmku. “Kamu anak SMA 17, kan? Anak baru ya?”

“Eeeh,” ia tampak berpikir. Matanya seolah memindai penampilanku. Mungkin sedang memastikan bahwa aku benar-benar anak SMA 17, bukan penculik.

“Kok sendirian? Kamu mau berangkat pake apa?” For your information, tidak ada rute angkot yang melewati kawasan perumahan ini.

“Tadinya mau naik ojek, tapi gak ada. Jadi, mungkin pake angkot aja,” jawabnya polos. (Di jaman ini belum ada ojol yah, guys!)

“Pake angkot? Kan, jauh?!” tanyaku meyakinkan. Jarak dari tempat ia berdiri sekarang hingga ke gerbang depan tempat ia bisa menemukan angkot itu cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. “Bareng aku aja, yuk!”

“Hmm, gak pa-pa nih?” tanya Jemima ragu.

“Gak pa-pa. Yuk! Aku bonceng!” jawabku semangat disertai senyuman. Maksudnya biar dia gak takut gitu. Namanya ketemu orang baru, kan, pasti masih curiga atau ragu.

“Gak pake helm, gak pa-pa?”

“Hehee,” aku nyengir. “Cuma bawa satu helmnya!” jawabku sambil menunjuk helm di kepala. “Yuk, nanti kesiangan, loh! Lagian jam segini polisinya masih apel pagi sama komandan! Hayuk!”

Jemima tersenyum. Ia naik ke atas motorku. “Makasih, ya…”

Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah, aku mencuri-curi pandang ke spion sambil tersenyum sendiri.

*
Awalnya Jemima memang pendiam, tapi kalo diajak ngobrol, asyik juga kok. Sambil mengendarai motor, aku menanyakan kenapa ia berangkat sendiri dengan berjalan kaki dari rumahnya. Ia bercerita bahwa papanya sedang ada tugas di luar kota. Sedangkan kakak laki-lakinya sudah kembali berkuliah di Bandung. Supir keluarganya sedang pulang kampung dan mamanya sudah lama sekali tidak mengemudikan mobil, SIMnya pun sudah tidak pernah diperpanjang. Jadi tidak ada yang bisa mengantarkannya ke sekolah meskipun masih tersisa 1 mobil yang tak dipakai di rumahnya.

“Makasih, ya,” ucap Jemima untuk yang kedua kalinya saat ia turun dari motorku di parkiran sekolah. Seulas senyum manis tampak di bibirnya.

“Sama-sama…,” jawabku. “Aku Andro! Anak IPS 5!” aku berinisiatif memperkenalkan diri terlebih dulu sambil mengulurkan tangan kanan.

Jemima menyambut tanganku dan menjabatnya. “Aku Jemima, IPA 1.”

Udah tahu, kok! Bisikku dalam hati. “Nomor hape kamu berapa? Kalo kamu mau, nanti pulang, kita bisa bareng lagi.”

Jemima menggelengkan kepala. “Aku gak punya hape,” jawabnya ragu.

Okay, she’s obviously not interested in me. “Hmm, sayang banget. Tapi kalo kamu gak ada yang jemput nanti pulang, kamu samperin aku aja, ya! Aku anterin kamu pulang.” Itu tidak akan menghentikanku untuk menawarkan bantuan.

“Lihat nanti, ya, Andro. Mamaku bareng temen-temennya nanti ada acara. Mungkin pulangnya mama ke sini dulu, sekalian jemput aku.”

“Ooh.” Aku mengangguk-anggukan kepala.

“Tapi makasih buat tawarannya, kamu baik banget,” ucapnya sambil tersenyum.

*
Diubah oleh frontalbaby 06-01-2020 15:05
Gimi96
NadarNadz
nona212
nona212 dan 26 lainnya memberi reputasi
27
4.9K
52
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan