google image
Perundungan berasal dari kata rundung yang berarti menganggu, mengusik, atau yang lebih dikenal dengan istilah bullying.
Quote:
Kasus Pertama
Belasan tahun silam seorang siswi bertubuh bongsor harus jatuh terpelanting di depan kelas karena kakinya dijegal olah salah seorang siswa. Tidak ada yang membantu, sebagian siswa lainnya yang berada di dalam kelas justru tertawa cekikikan. Sisanya hanya menatap dengan wajah bingung, tidak tahu ingin melakukan apa. Jika membantu, kemungkinan besar kemalangan akan berpindah pada mereka karena siswa yang menjegal kaki siswi, sebut saja Vipin, paling ditakuti di kelas.
Pil pahit Vipin masih terus berlanjut. Siswa itu, sebut saja Narto masih gemar mencari ‘hiburan’ dengan membututi Vipin. “Vipin cendang, Vipin Cendang! Dasar bo*oh, Id*ot!” berkali-kali Narto yang sudah dua kali tinggal kelas itu meneriakkan kalimat yang sama berkali-kali. Tidak lupa pula ia membuat matanya seakan (maaf) juling.Iya, Cendang dalam bahasa Padang berarti juling.
Vipin gadis kecil pendiam. Dia justru memilih kembali ke tempat duduknya di sudut kelas. Sendirian dan tidak berkawan. Riskan memang dan tidak hanya terjadi satu hari saja namun selama lima hari dalam seminggu, Vipin harus merasakan hal yang sama bahkan ‘kelewatan’ oleh Narto dan antek-anteknya. Sayang, beberapa guru hanya melihat hal tersebut sebagai kenakalan siswa- siswi yang ‘biasa’.
Kala itu Vipin masih kelas 3, dua tahun setelahnya ia tidak lagi terlihat di sekolah dan malah lebih sering terlihat di pasar bersama ibunya menjual langkitang. Sejenis kerang yang diberi bumbu khas Padang. Tidak ada yang bertanya kenapa dia berhenti sekolah, beberapa orang bilang maklum. ‘Vipin memang punya kelainan otak, jadi memang sedikit terbelakang.’
Quote:
Kasus Kedua
Banyak orang yang bilang jika Sekar adalah gadis kecil yang cerewet di masa kecilnya. Ia tidak mau diam jika melihat hal baru dan akan sering bertanya soal ini itu sampai tahu. Ekonomi memburuk, krisis moneter pun terjadi. Harga pangan melonjak tanpa ampun dan semua usaha jenis apa pun lesu karena mata uang ikut turun.
Kehidupan Sekar yang mempunyai seorang adik pun berganti dan harus minggir dari perantauan pulang ke kampung halaman. Bagi gadis kecil itu, pulang kampung adalah kegembiraan karena akan bertemu nenek dan kakek. Keduanya sangat mencintai Sekar.
Artinya ia akan punya kasih sayang ganda selain dari ibu dan ayah ketika berada di kampung nanti. Namun berbeda dengan Sekar, pulang bagi enggan kedua orangtuanya, pulang kali ini adalah mimpi buruk. Krisis moneter telah menghancurkan usaha mereka dan pulang ke rumah menjadi momok dan tekanan.
Sikap Ayah Sekar berubah menjadi keras dan ibunya pun menjadi perempuan berwajah sendu yang selalu tersenyum ekstra meski di belakang pintu sering mengusap air mata.
Sekar ‘kecil’ yang tidak paham situasi apa yang tengah terjadi dituntut untuk mengerti dengan keadaan tanpa penjelasan. Ia tidak punya waktu bermain karena harus membantu orangtuanya. Tanpa penjelasan apa pun tentu menimbulkan pemberontakan kecil.
Ayah Sekar yang kebingungan melihat pemberontakan itu memilih untuk menuntaskannya dengan cara ‘cepat’. Pukulan, rotan dan lidi dan amarah. Waktu terus berlalu, Sekar memang penjadi lebih pendiam dan seringkali gemetar ketika mendengar suara tinggi dari orang lain.
Quote:
Kasus Ketiga
Kali ini ada memar baru di wajah Rahayu. Perempuan itu terus menyeka memar dengan kain yang dibaluri dengan air hangat. Tidak ada wajah meringis kesakitan atau tangisan. Matanya kosong menatap cermin. Sekelebat bayangan samar kejadian lusa tidak bisa ia lupakan. Ia menerima beberapa pukulan dan tamparan dari kekasih. Cek cok panjang yang membawa pertikaian dan ‘tangan’.
Anehnya Rahayu tidak bisa menolak. Dipukul, dan ditendang seakan ‘harus’ diterima pada dirinya. Rahayu menyalahkan penuh jika semua yang terjadi adalah kesalahan dirinya yang bersikap dan berbuat seperti tidak seperti yang kekasihnya inginkan.
Manut, dan diam. Hanya itu yang ia lakukan. Orang lain adalah pembenaran dan Rahayu harus menuruti. Begitulah ‘Aturan’ itu berlaku sewaktu ia masih begitu kecil. Setiap kali orangtuanya memberikan ‘pelajaran’ Rahayu harus diam dan mendengarkan. Apa pun yang terjadi.
Ketiga kasus di atas merupakan bentuk dan dampak dari aktivitas perudungan dan tindak kekerasan yang berlangsung selama bertahun-tahun. Perundungan atau yang sering kita kenal dengan istilah
bullyingmerupakan sebuah agresi dengan tujuan mengancam hingga menyakiti.
Orang-orang yang melakukan agresi ini tidak hanya menyerang fisik tapi juga mental mereka bahkan pelecehan seksual. Menyematkan julukan yang kurang menyenangkan pun dapat disebut perundungan atau
bully. Beberapa orang mungkin menganggapnya wajar, tapi tidak semua orang dapat menerimanya dengan mudah.
Vipin yang memutuskan untuk keluar dari sekolah karena malu terus diejek, Sekar yang berubah menjadi pemalu dan Rahayu yang menerima kekerasan hanya tiga jenis dampak perundungan. Trauma bertahun-tahun, dan jika dibiarkan terus menerus, korban akan depresi, rendah diri karena merasa hidupnya tidak berharga dan yang paling fatal, percobaan bunuh diri.
Sebenarnya masih banyak kasus lain yang korbannya tidak selalu perempuan. Laki-laki pun tidak luput dari predator-predator kekerasan. Mereka yang merasa superior dan punya kekuatan berlaku semena-semena pada korban yang tekucil. Hal semacam ini adalah gunung es yang berada di bawah permukaan laut. Tidak nampak namun ada keberadaannya.
Sewaktu di sekolah dasar (SD) pun seringkali ku temui perundungan atau
bully setiap harinya di kelas. Lucunya mereka hanya berani pada anak-anak atau orang yang mereka anggap lemah. Seringkali pembully justru menghindar ketika dilawan balik atau menghadapi kawanan.
Jika pelaku
bully atau perundungan merupakan sebuah siklus, yang tadinya korban menjadi pelaku maka saya setuju dengan
statment tersebut. Hanya sebuah pengamatan kecil, aku pun melihat jika perundungan dilakukan oleh mereka yang mendapatkan kekerasan pula di rumah (mungkin orangtua) atau orang lain yang dirasa lebih superior dari dirinya. Tidak ingin dianggap remeh, atau ingin menyalurkan kekesalan mereka pun mencari pelampiasan ke orang lain.
Ini salah satu bentuk dampak perundungan atau
bully yang cukup unik bagiku.
Lantas bagaimana menghadapi kasus perundungan ini?
Saranku adalah jangan diam. Ketika korban tidak melakukan apa-apa, pelaku akan berpikir jika dia memang punya otoritas dan kekuatan untuk melakukan apa saja. Terus melakukan perlawanan dan jika sudah ke tahap fatal, laporkan pada pihak yang berwajib.
Sederhananya, jangan ragu atau malu untuk menceritakan perundungan pada orangtua atau kawan yang dipercaya. Bangun rasa percaya diri dan buang
blaming the victim. Semua yang terjadi bukan berarti semuanya adalah kesalahan korban. Buang jauh-jauh pikiran tersebut.
Jangan sampai traumatik akan kekerasan mempengaruhi kehidupanmu kelak.