Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

benarselaluAvatar border
TS
benarselalu
[COC] Review Buku MENUJU KAMAR DURHAKA - Proletar yang Masuk Dunia Fiksi #AslinyaLo




Penulis: Utuy Tatang Sontani
Pengantar: Ajip Rosidi
Penerbit: Pustaka Jaya
ISBN: 9794192899
Tebal: 217 hlm
Rilis: 2002




Menuju Kamar Durhakakarya Utuy Tatang Sontani merupakan kumpulan karya eksil Utuy yang sudah dapat dipublikasikan setelah tenggelam beberapa tahun tidak diperbolehkan untuk dipublikasikan. Buku ini berisi 17 cerpen yang ceritanya didominasi oleh para kaum menengah ke bawah. Hal itu merupakan ciri khas seorang Utuy Tatang Sontani, yang memang setiap menuliskan karya lebih condong kepada kaum kelas bawah atau proletar. Namun di antara 17 buah cerpen ada satu cerpen yang menceritakan soal pembesar yakni seorang Yang Mulia dalam cerpen “Lukisan”. Yang Mulia digambarkan sebagai seorang snobis yang memuji-muji lukisan surealis tanpa ia mengerti di hadapan seorang yang nyata juga tak mengerti apapun soal seni lukis. Cerita- cerita lainnya adalah rakyat kecil yang menjadi korban perubahan zaman karena kebanyakan cerita tersebut terjadi pada tahun-tahun pertama setelah Indonesia berdaulat, yakni berkisar antara tahun 1945-1950.

Cerita-cerita dalam kumpulan cerpen ini kita tidak akan menjumpai kisah tokoh yang berbahagia. Kehidupan keluarga diceritakan begitu banyak persoalan sehingga timbul percekcokan antar tokoh dalam keluarga tersebut. Dan kebanyakan dari ceritanya, tokoh suami merupakan sumber dari permasalahan itu, entah karena ia tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga entah memang karena dia tidak becus menjaga keharmonisan rumah tangganya.

Dalam cerita pertama “Menuju Kamar Durhaka” seorang istri terpaksa harus meninggalkan rumah lantaran diusir oleh suaminya yang akhirnya berujung pada perceraian. Diceritakan seorang suami yang rajin “bermain” dengan wanita lain namun tidak dijelaskan mengapa sampai si suami itu bermain-main dengan seorang pramuria. Berbeda pada cerita “Suami-istri” sosok suami digambarkan jelas mengapa ia menjadi seorang pemarah, lantaran ia merasa bosan melihat istrinya yang tidak kelihatan segar.

Dari kumpulan cerita pendek ini, hampir semuanya mengisahkan permasalahan tokoh yang bersumber dari kesulitan ekonomi. “Paku dan Palu”, “Doger”, “Mengarang”, “Jaga Malam”, “Keluarga Wangsa”, “Ditraktir”, “Suami-Istri”, “Bendera”, “Usaha Samad”, “Onih dan Ibunya”, serta “Si Sapar” menggambarkan bagaimana kesulitan ekonomi menjadi sumber permasalahan utama dalam kehidupan. Gambaran kesulitan ekonomi yang coba digambarkan Utuy sangatlah unik, terlihat bagaimana si Samad berusaha untuk bertahan hidup di Jakarta serta si Sapar yang akhirnya melakukan apa saja untuk bisa tetap di Jakarta walaupun akhirnya ia gelap mata dengan seorang wanita malam. Dan yang lebih unik lagi adalah entah pembaca bisa menyadari atau tidak bahwa seperti ada hubungan antara cerita yang satu dengan yang lainnya. Seperti halnya cerita “Menuju Kamar Durhaka” disambung dengan “Berita Dari Parlemen” lalu disambung lagi dalam cerita “Doger”. pada cerpen pertama itu seorang istri pergi meninggalkan rumah akibat bercerai, kemudian dalam “Berita Dari Parlemen”, Halimah berangkat menuju Bandung ke rumah orang tuanya akibat bercerai dengan suaminya semalam, dan dalam cerita “Doger” seorang istri dipertemukan kembali dengan suaminya setelah ia menjadi seorang penari doger. Selain itu dalam cerita lain seperti “Onih dan Ibunya” juga seakan memiliki hubungan dengan cerita “Si Sapar”, yang mana Onih dalam cerpen yang disebutkan pertama itu tidak mau mengikuti perkataan orang tuanya untuk bertaubat, sementara dalam cerita Si Sapar, ada tokoh Onih yang berperan sebagai pramuria. Namun yang jelas kentara adalah bahwa cerpen Utuy ini banyak berkisah tentang dirinya sendiri. Ini sangat jelas digambarkan pada cerita “Mengarang” dan “Keluarga Wangsa”.

Dalam ceritanya Wangsa digambarkan sebagai sosok Utuy yang sebenarnya. Wangsa adalah seorang Clerk (Juru Tulis), Utuy pun juga. Wangsa pecandu rokok, Utuy pun demikian. Wangsa membenci opsir (Tentara), sama seperti Utuy. Dan dalam ceritanya Utuy menggambarkan dirinya sebagai sosok yang lebih rendah walaupun ia memiliki nama Wangsa, ini pun terjadi demikian dalam dirinya. Utuy merupakan seorang yang berasal dari kalangan atas namun ia mengalami deskriminasi dengan abangnya yang mendapat pendidikan lebih baik dibandingkan dia.

Nama Wangsa merupakan nama orang dari kelas atas, sementara opsir itu sendiri adalah gambaran abangnya yang sebenarnya ia benci. Dalam cerita-cerita yang disajikan dalam kumpulan cerpen Menuju Kamar Durhaka ini, Utuy membuat rekaman jejak peristiwa manusia pada potongan zaman yang banyak tidak diketahui orang. Zamannya memang sudah berlalu, tapi tokoh-tokoh yang ada di cerita sebanarnya masih tergambar jelas dalam kehidupan sekarang.

Buku ini sangat menarik untuk dibaca, karena Utuy menggambarkan kondisi kehidupan kaum proletar dengan sangat menjiwai, kita seolah terbawa ke dalam cerita dan ikut merasakan emosi tokohnya. Penjiwaan dalam cerita bisa sangat baik karena Utuy merupakan bagian tersediri di dalam isi ceritanya. Pecinta sastra, jelas butuh bacaan seperti ini karena ini adalah karya sastra yang sempat tengelam sehingga tak banyak orang yang mengetahui kisah di balik cerita-ceritanya. Sementara bagi mereka yang baru menyelami sastra, mungkin ada sedikit pekerjaan rumah, karena jika memang benar-benar ingin masuk lebih dalam ke cerita sesungguhnya haruslah memahami kondisi masyarakat pada zamannya atau setidaknya bisa membayangkan. Namun yang jelas, kumpulan cerpen ini adalah kumpulan terbaik yang pernah saya baca. Bintang 5 untuk Utuy Tatang Sontani.

-- Selesai --




2
2.9K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan