Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

az.freakAvatar border
TS
az.freak
[#SFTHCHallenge] KASIM - Dilema Sang Pembuat SIM


KaSIM
-------

Kasim, seorang pemuda yang tinggal di Ibu Kota, yang selalu terbiasa dengan kemacetan yang tak pernah ada habisnya. Kasim tiap harinya mengendarai sepeda motor kemana pun ia pergi. Kecuali ke warung dekat rumahnya, ia cukup berjalan kaki atau menyuruh adiknya yang nakal itu untuk membeli, tapi karena saking nakalnya, sangat susah sekali ia disuruh, kalau pun ia mau disuruh, haruslah ia mendapat upah dari hasil kerjanya berangkat ke warung. Dasar pemeras!

Walau pun Kasim selalu mengendarai sepeda motor, ia tak pernah membawa surat izin mengemudi atau lebih tepatnya dia tidak memilikinya. Bahkan ketika ia keluar kota dengan sepeda motor ia hanya berlenggang pergi, cukup bermodalkan pelindung kepala, jaket, sepatu, dan sarung tangan. Menurutnya itu sudah cukup. Perihal masalah polisi ia selalu menjawab dengan santai jika ditanya rekannya "Sim, apa kau tidak takut pergi bersepeda motor tapi tidak membawa SIM?". "Takut kenapa? Polisi?" Jawab Kasim. "Iya kan ada polisi nanti", tanya rekannya lagi. Lalu dengan entengnya Kasim menjawab. "Ya sudah biarkan saja ada polisi, mereka itu sedang bekerja, tak perlu diganggu". "Dasar gila kau!" Sahut rekannya dengan sedikit heran.

Entah apa yang ada di pikiran Kasim, mengapa ia tidak memiliki surat izin. Padahal kalau dilihat umur dan lamanya ia menunggangi kendaraan bermotor, itu sudah cukup umur dan sudah lama ia berkendara. Suatu hari ia pernah bercerita kepada kawannya yang lain mengapa ia tidak memiliki surat izin.

"Hei, Kasim. Mengapa kau tidak memiliki surat izin?"

"Memangnya kenapa, Bung?". Jawabnya.

"Loh kok malah balik bertanya, rumah kau dengan tempat pembuatan surat izin kan sangatlah dekat, bahkan jaraknya hanya satu kilometer, atau malah lebih dekat dari satu kilometer, benarkan?" Tanya kawannya lagi.

"Iya benar, tempatnya memang sangat dekat" Jawab Kasim.

"Lantas mengapa kau tidak membuat surat izini itu?" Kawannya bertanya dengan sedikit kesal.

"Untuk apa aku buat surat izin itu? Orang tuaku sudah mengizinkanku untuk memakai kendaraan ini, buat apa aku minta izin pada orang lain, yang tidak aku kenal pula." Jawabnya.

"Hei Kasim, kau memang bodoh ternyata."

"Berani kau berkata seperti itu padaku? Siapa yang bodoh?" Tanya Kasim.

"Kau yang bodoh, kau itu bodoh, pemikranmu sempit. Kita sebagai warga negara yang baik, kita perlu taat pada aturan negara ini, kita tidak bisa seenaknya saja, toh aturan yang dibuat itu sebenarnya untuk menyejahterakan rakyat juga." Jelas kawannya.

"Lantas kau ingin aku berbuat apa?" Tanya Kasim.

"Buatlah surat izin itu, jangan jadi warga negara yang suka melanggar hukum", sahut kawannya.

"Kau banyak aturan sekarang!", acuh Kasim.

"Hee bukan aku bung yang banyak aturan, tapi memang itu peraturan di negara kita bahkan di negara lain pun sama" terang kawannya sedikit jengkel.

Meraka berdua sebentar terdiam. Kasim seakan tidak mau lagi meladeni kawannya yang dipandangnya itu adalah orang yang sok taat pada hukum.

Tak lama dari keheningan itu, kawannya kembali bertanya. "Apa kau pernah ditilang oleh polisi di jalan sana?."

"Hahahahaa tilang?" Jawab Kasim.

"Iya tilang, apa pernah?" Tanya kawannya lagi.

"Ya jelas sudah sering, Bung." Jawabnya dengan santai.

"Lantas apa kau tidak bosan, berkunjung ke gedung pengadilan itu?" Tanya lagi

"Apa? Berkunjung ke pengadilan? Untuk apa bung?" Tanya Kasim.

"Jelas untuk mengurus surat tilang kau itu kawan" sahutnya heran

"Aku tidak pernah berkunjung ke gedung itu, Bung. Aku ini tidak pernah kedapatan melanggar lalu lintas oleh polisi. Aku menggunakan prinsip sefety drive. Lampu lalu lintas selaku aku taati, walau kadang ketika pulang tengah malam aku sering menerobos, ya itu lantaran aku mengantuk dan jalanan sangat sepi, kalau aku tetap menunggu sampai lampu berwarna hijau, apa tidak akan keduluan dengan kawanan begal?, kau harus berpikir keras ketika dalam posisi itu. Aku ini pengendara yang patuh kalau di jalan. Bahkan aku tidak pernah kebut-kebutan di jalan. Aku di tilang karena saat itu memang ada operasi dan wajarlah aku ditilang sebab aku tidak memiliki surat izin." Jelas Kasim.

"Lantas mengapa kau tidak mengurus perkara tilang itu di pengadilan?" Tanya kawannya.

"Untuk apa bung? Kalau perkara tersebut sudah selesai dengan berjabat tangan di lokasi operasi itu? Mereka itu orang-orang baik, dan menurutku selama dengan berjabat tangan perkara yang seperti itu selesai untuk apa aku membuat surat izin?" Jawab Kasim.

"Hahh? Berjabat tangan lalu selesai?" Tanya kawannya dengan heran

"Iya berjabat tangan seperti waktu kah kecil, berjabat tangan ketika kau ingin berangkat sekolah, paham?" Sahut Kasim.

"Aah.. Aku tidak mengerti lagi jalan pikiranmu itu Kasim. Sudahlah terserah kau, yang jelas aku sebagai kawanmu yang peduli terhadapmu, aku ingin kau memiliki surat izin, karena dengan surat izin itu kau bisa menambah penghasilanmu Kasim. Apa kau tidak ingin punya uang lebih banyak untuk sekedar mengajak seorang wanita untuk jalan-jalan atau pergi menonton film?," kata kawannya dengan menggiurkan.

"Sudahlah pergi kau sana!," sambut Kasim.

Beberapa hari kemudian, Kasim yang sedang asyik bermain ponsel pintarnya di atas kasur yang busuk itu, dihampiri ayahnya. Seperti biasa, Kasim menanggapi ocehan ayahnya dengan tetap memainkan si ponsel pintar itu.

"Heh Kasim, ambillah uang ini, dan cepat kau pergi untuk membuat surat izin mengemudi!" Kata ayahnya sambil melempar uang empat ratus lima puluh ribu rupiah. "Kalau kau tidak berangkat, silakan kembalikan uangnya dengan nomilan dua kali lipat, paham!"

"Hah???" Jawab Kasim dengan heran, sejak kapan orang tua itu memiliki aturan yang tegas.

Tapi setelah ia berpikir panjang, dan melihat peluang lain dari pembuatan surat izin itu akhirnya ia bersiap untuk berangkat. Tapi ia hampir lupa, kalau membuat surat itu ada semacam ujian yang perlu diikuti. Untuk itu dengan sergap ia pelajari soal-soal dan yang lainnya kemudian barulah ia berangkat dengan semangat yang membara ia menunggangi sepeda motornya, lengkap dengan sepatu, jaket, pelindung kepala, dan sarung tangan.


Sumber gambar: Google.com

Sesampainya disana, dengan langkah percaya diri ia terus berjalan menyusuri lorong pintu masuk utama, hingga akhirnya pak polisi bertanya padanya.

"Selamat pagi!" Tanya pak polisi.

"Selamat pagi, Pak. Permisi pak saya ingin membuat SIM. Saya harus kemana ya pak?" Tanya Kasim agak kebingungan.

"Sangat mudah, nak!" Jawab pak Polisi.

Dengan hati dan wajah yang sumringah ia semakin percaya diri.

"Bagaimana, pak?" Tanya Kasim.

"Kau silahkan kembali ke parkiran, lalu kau nyalakan motor kau, kau silahkan bayar uang parkirnya, habis itu kau pulang, lalu balik lagi kesini menghadapku!" Terang Pak Polisi.

"Wah mudah sekali, pak. Apa dengan seperti itu saya sudah bisa mendapatkan SIM?" Tanyanya

"Iya nanti kau akan dapat SIM." Jawab pak Polisi

"Tapi pak, saya baca di internet, kalau pembuatan SIM itu ada dua ujiannya pak, yang pertama Ujian Teori, yang kedua Ujian Praktik. Lantas kenapa saya dengan pulang lalu kembali kesini bisa langsung dapat SIM?, saya tidak ingin menyuap bapak loh, Pak." Jelas Kasim.

"Iya jelas kau harus ikut Ujian juga, nak".

"Lalu kenapa saya harus pulang dulu, Pak? Dan ketika saya pulang, saya harus berbuat apa?"

"Sini, biar ku jelaskan lebih santai." Ajak Pak Polisi itu dengan menarikku ke depan kaca gedung yang besar. "Sekarang kau lihat, kau bisa melakukan ujian sebenarnya, tapi kau tidak bisa memasuki gedung ini dengan bercelana pendek seperti ini!, paham kau?" Jelas Pak Polisi.

"Kau pikir kantor ini adalah kantor ibu, bapakmu? Kalau kau ingin menonton konser, bukan disini tempatnya!" Tambahnya lagi.

"Ee eee... Apa tidak boleh seperti ini ya, Pak?" Jawab Kasim.

"Masih berani kau berkata? Cepat pulang dan kembali dengan celana panjangmu!" Pinta Pak Polisi.

"Eee ee... Baik pak, terima kasih!", jawabnya dengan sedikit akut.

Kasim berlari sedikit ketakutan, langsung ia mengarah ke parkiran dan menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, bukan ia mengganti celana dan kembali lagi, ia justru berbaring sambil menonton layar kaca. Hingga sang ibu menghampirinya.

"Heh nak, kenapa kau masih di sini? Bukankah kau ini harus mengurus surat izin?" Tanya ibunya bingung.

"Iya bu, sudah." Jawab kasih enteng

"Cepat sekali, lalu hasilnya?."

"Hasilnya, aku disuruh pulang oleh pak polisi, dan disuruh kembali lagi kesana dua minggu lagi, bu." Jelas kasim sedikit berbohong.

Sejak saat itu, Kasim tidak pernah kembali lagi ke kantor tersebut, dia memutuskan untuk menabung dan menambahkan uang yang diberi ayahnya itu hingga bisa mencukupi untuk "membeli" surat izin.

SELESAI

Jakarta, 2018
az.freak


emoticon-Rate 5 Staremoticon-Toast emoticon-Toast emoticon-Rate 5 Star

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.5K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan